Selamat pagi kompasianer,
Sepanjang jalan tadi isi kepalaku ingin menulis fiksi haha, padahal nggak jago. Tapi pengen gimana sih? Ok mari kita coba ya, semoga banyak yang baca aamiin.
=========================================================
Sri adalah perempuan yang tampak sempurna di mata orang-orang di sekitarnya. Â Sri dengan tubuh gempalnya, selalu mengenakan busana dengan sopan, senantiasa tersenyum, dan dikenal sebagai istri yang setia serta patuh pada suaminya, Budi. Budi, suaminya, bekerja sebagai pegawai rendah di sebuah perusahaan kecil. Meskipun gaji Sri lebih besar dari suaminya, Sri tetap setia mendampinginya.
Suatu hari, Sri menemukan fakta pahit bahwa Budi telah berselingkuh. Bukan kehidupan yang mudah bagi Sri, tetapi dia memilih untuk tidak marah. Alih-alih meluapkan kemarahan, Sri memilih memaafkan suaminya. Dia tahu bahwa kehidupan pernikahan tak selalu berjalan mulus, dan setiap pasangan pasti memiliki cobaan. Bagi Sri, menjaga keutuhan keluarga lebih penting daripada membiarkan rasa marah merusak hubungan mereka.
Budi seolah tak percaya mendapati istrinya sebaik itu, Budi bahkan ragu tapi tak ada alasan mencurigai kebaikan Sri. Beberapa bulan kemudian, Budi mendapati sebuah kenyataan bahwa dia sakit jantung yang sudah cukup parah. Sri, dengan cinta dan kesabaran yang tak terbatas, merawat suaminya dengan sepenuh hati. Ia memasak makanan sehat, memastikan Budi mengonsumsi obat-obatan dengan teratur, dan memberikan dukungan moril yang dibutuhkan. Kala itu, Sri menunjukkan keberanian dan kesetiaan seorang istri yang tak tergoyahkan.
Budi merasa menyesal telah menduakan Sri, ditengah kondisinya yang kian memburuk justru Sri semakin tampak ikhlas merawatnya. Menepis sakit yang diderita ternyata lebih mudah daripada menghalau rasa bersalah pada Sri. Malam itu Budi sudah tampak kepayahan, Budi rasanya sudah tak sanggup lagi. Sri menatap suaminya dengan lembut, ada senyuman di sudut bibirnya dan Budi merasakan senyuman itu aneh.
Budi : "Sri mengapa kau tersenyum tapi aku merasakan ketakutan. Apa karena aku sudah mau berpulang Sri?"
Sri duduk di samping tempat tidur suaminya. Ia berkata, "mungkin sudah saatnya aku bicara padamu, apakah kau tahu mengapa aku memaafkanmu ketika selingkuh dulu? " Budi menatap istrinya dengan penuh penasaran. Itu bukan karena aku baik tapi karena akupun sama seperti dirimu. Sri tampak tersenyum lagi. Untung saja kau mengajakku  nikah, mungkin kau pikir aku perempuan bersahaja yang menerima calon suami apa adanya? Sri bukan lagi tersenyum melainkan terbahak "biar kau tahu saat kau menikahiku, aku sudah tidak perawan lagi," ucap Sri sambil menatap tajam suaminya yang semakin kesakitan. Budi terkejut mendengar pengakuan tersebut, tetapi ia tak mampu melawan sakit di dadanya.
Sri melanjutkan, "Dan apakah kau tahu mengapa aku tak pernah mempermasalahkan kau tak punya banyak uang?" Budi semakin melotot matanya. "Itu karena semua kebutuhanku dipenuhi oleh pria lain" Sri duduk di samping tempat tidur Budi, sudahi agetmu! Saatnya ku antar kau pulang. Sri membisikkan kalimat La ilaha illa Allah Al Halim al Karim, alhamdulillahirabbil'alamin, tabarokallazi bi yadih al Mulk yuhyi wa yumit wa huwa ala kulli syai'in qadir " Sripun mengucapkan Innalillahi wa inna ilahi roji'un.
Setelah kematian Budi, Sri merasa beban hidupnya terangkat. Dia merasakan kelegaan bahwa akhirnya dia tidak lagi terikat pada hubungan yang penuh kompromi dan pengorbanan. Sri menyadari bahwa selama ini, dia telah menyembunyikan kebahagiaan sejatinya di balik topeng seorang istri yang patuh.