Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketika Jokowi Lovers Tak Satu Hati

5 Januari 2024   16:07 Diperbarui: 5 Januari 2024   16:18 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam pemilu damai!

Gimana udah mantaf sama pilihannya? Atau masih mengamati debat Capres-Cawapres yang diselenggarakan KPU? Semoga nggak ada yang golput, percaya saja apapun pilihan kita bahwa takdir Allah untuk Indonesia itu udah tertulis dengan baik, selama kita berusaha untuk menjadi orang baik maka Indonesia akan baik-baik saja.

Well, kali ini aku mau nulis tentang sebuah rasa yang muncul  karena pengalamanku sebagai buzzer Jokowi dua periode (tentu saja Pak Jokowi nggak paham sama keberadaan buzzer, karena yang menggerakkan bukan beliau tapi orang-orang yang cinta beliau) dan aku beruntung sudah keluar dari beberapa grup yang berisi para 'petinggi' buzzer karena kalau tidak bisa-bisa aku tergoda membuka semua obrolan yang ada di sana oops!

Buzzer Untuk Jokowi

Kembali ke masa lalu, saat itu sebelum Pak Jokowi maju ke bursa Capres aku sudah jatuh hati pada beliau saat menjabat Gubernur DKI, aku punya penilaian bahwa beliau orang baik, jujur, rendah hati yang tidak dibuat-buat. Maka ketika beliau maju menjadi Capres dan ada yang membutuhkan buzzer ya jelas aku mau, wong nggak dibayar aja aku banyak memuja muji sikap beliau sebagai pemimpin DKI kala itu.  Ibaratnya hobi yang menghasilkan cuan siapa yang nggak bahagia ya kan? Namanya hobi dilakoni karena suka, nggak dibayarpun aku effort untuk ngerjain hobi, begitulah penafsiranku menjelaskan tiap kali ada yang bertanya "buzzer ya?"

Periode pertama menjadi buzzer Pak Jokowi akupun mendapat tawaran dari pihak lawan, namanya udah cinta sama Pak Jokowi ya mana tertarik untuk ambil job lawan meski lebih menggiurkan nilainya. Penolakan bukan semata karena suka sama Pak Jokowi tapi jobdesc nya agak seram. Aku jadi buzzer Jokowipun adanya di area aman, hanya menulis apa yang aku yakini, apa yang aku paham kalau untuk menyerang dan black campaign aku nggak masuk. Tak apa dibayar receh tapi apa yang aku tulis semua bisa dipertanggungjawabkan sampai ke hadapan tuhan.

Akupun bertemu dengan ketua-ketua buzzer bahkan sedikit kaget kalau ada beberapa yang kenal sebagai orang hebat, bahkan pernah ngumpul di rumah salah satu menteri "wah begini ya politik itu" batinku saat itu. Lalu Periode kedua Pak Jokowi maju kami semua buzzer masih kompak, dan beberapa diantaranya malah mendapat jabatan karena aktif berkampanye untuk Pak Jokowi. Tanda terima kasih itu nggak cukup dalam rupiah tapi seiring dengan naluri manusia ingin berkuasa.

Buzzernya aja haus kuasa, mungkin itu pula yang melanda Pakde sehingga ingin maju menuju 3 periode. Di aplikasi Tiktok banyak ku temui campaign menginginkan Pak Jokowi 3 periode, ketika campaign itu muncul beberapa buzzer Pakde aku lihat mulai terpecah. Wah ternyata nggak semua Jokowi Lovers menginginkan Pakde maju 3 periode, termasuk aku, BIG NO!

Lah katanya suka? kok nggak mau Pak Jokowi 3 periode? Bukan sok idealis, tapi kalau itu terjadi maka pengkhianatan sama isi kepalaku sudah terjadi and i am feeling lucky masih bisa waras. Buzzer Jokowi pecah kongsi, demikian aku memaknainya. Mereka yang diberi jabatan rerata masih berada di pihak Jokowi sampai hari ini, mereka yang sepanjang dua periode Pakde memimpin terkadang mengajukan kritikan kini berada di barisan Bu Mega.

Jokowi lovers udah nggak satu hati, nggak satu suara lagi. 

Bukan pekara siapa yang benar dan salah, siapa yang khianat dan mengkhianati tapi ini demi Bangsa Indonesia, rasanya malu bila Pakde harus memaksakan diri maju 3 periode, kalau Bu Mega mau dan haus kekuasaan toh mudah mewujudkan keinginan tersebut. Tapi yang dipikirkan bukan hanya PDIP dan Jokowi tapi nasib bangsa ini kedepannya.

Kini para buzzer yang dulu sekubu sudah berada pada perahu yang berbeda, dan aku melihat yang ada disisi keluarga Pak Jokowi masih menggunakan trik lama, sementara yang setia di PDI tak mau tahu, mereka bergerak terus memperkuat suara, mencari kantong-kantong suara yang harus diraih. Aku sendiri memilih tidak terlibat menjadi buzzer pada pilpres kali ini. Nggak enak aja harus membenci orang yang dulu ku sanjung, tak elok juga tampak seperti menjilat ludah sendiri meski mungkin nggak masalah toh ludah sendiri ya kan? haha

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun