Isu kenaikan cukai rokok tahun ini sudah mampu mengusik para pengusaha dan petani tembakau. Pengen bilang sih masak kalah sama nenek penjual sego pecel yang premi kesehatannya naik jadi 100% dan tetap kalem?
Salah satu cara yang efisien untuk membatasi seseorang dengan hal yang dia sukai adalah membuat dia tak mampu memilikinya dan cukai memang diyakini bisa mengurangi seseorang terhadap sesuatu.Â
Karena itu kenaikan cukai rokok diharapkan pemerintah dapat menurunkan jumlah perokok, ehm kok aku pesimis ya ges. Soalnya rokok itu candu yang akan diakali sipemakainya untuk mendapatkannya apapun caranya.Â
Tapi paling tidak ini sudah merupakan salah satu langkah positif menurutku, sejak tahun 2017 sudah ada wacana untuk membuat harga rokok mahal, bahkan tahun 2018 dan 2019 faktanya kenaikan tak kunjung tiba. Lalu kemarin aku mendengar talkshow di KBR.id (Kantor Berita Radio) dalam program talkshow #putusinaja dengan salah satu temanya "Cukai Rokok Naik, Lalu Apa?"
Dalam dialog interaktif tersebut hadir Bapak Vid Adrison selaku Peneliti Ekonomi UI dan Bapak Abdillah Hasan selaku Wakil Ketua Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI. Keduanya mengakui bahwa tak bisa dipungkiri adanya angka penelitian yang menunjukkan kenaikan perokok pada perempuan dan anak-anak setiap tahunnya.Â
Fakta ini harus membuat pemerintah segera mengambil tindakan politik dan pilihannya per 1 Januari tahun depan kenaikan cukai rokok akan direalisasikan pada kisaran 18% s/d 35%.
Kenaikan cukai otomatis mencuatkan isu akan terjadi kemiskinan bagi para petani tembakau, lesunya industri rokok yang berdampak pada PHK masal. Belum apa-apa yang teriak adalah mereka yang selama ini mendapatkan rupiah darinya.Â
Apakah pengusaha enggak memikirkan nasib aku dan perokok pasif lainnya? Apakah para pengusaha enggak melihat berapa banyak angka kematian yang disebabkan oleh rokok?
Namun disisi lain apakah kenaikan cukai roakok merupakan solusi terbaik untuk mencapai target pemerintah yaitu terkait kesehatan masyarakat dan meningkatnya pendapatan negara? Aku pikir cukai rokok hanya salah satu cara namun kalau tak ada kebijakan lain yang mendampinginya maka kenaikan cukai rokok akan sia-sia saja, apalagi kalau penerapan kenaikan salah sasaran.
Dalam dialog tersebut Bapak Abdillah menyatakan ada fakta unik yang terjadi di Indonesia, dimana rokok yang paling laku adalah rokok yang paling mahal. Kalau logikanya untuk barang lain tentu terjadi sebaliknya dimana barang paling murahlah yang seharusnya paling laku, tapi untuk industri rokok yang terjadi adalah sebaliknya, makanya beliau berharap kenaikan cukai tertinggi harus mengacu kepada rokok yang paling laku.
Pak Abdillah juga menjelaskan bahwa pengusaha itu enggak beralasan ngambek duluan, wong pengaturan kenaikan cukai belum diterapkan kok. Dan pemerintah pasti memberikan kenaikan cukai terendah pada industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) hal ini tentu saja untuk mengurangi dampak PHK karyawan.