Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mas Agus, Al-Maidah dan Rumah Tanpa DP

16 Februari 2017   10:04 Diperbarui: 16 Februari 2017   15:30 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Poto : pixabay.com/id

Well ! meski aku bukan warga DKI , tapi aku ingin membuat sebuah catatan dari Pilkada DKI kali ini, mengenai selisih nol sekian persen suara Bang Doel biar diselesaikan oleh KPUD Banten hehe. Catatan ini tak berarti menunjukkan sikap cinta dan benci ku kepada salah satu paslon, murni ini hanya sebuah renungan sebagai seorang warga, sebagai seorang muslimah, seorang anak dan seorang ibu. 

Di kantor aku adalah satu-satunya karyawan yang memilih Jokowi untuk menjadi Presiden, sampai sekarang aku kerap mendapat “ejekan” hanya karena perbedaan ini. Ada yang minta aku tanggung jawablah terhadap kenaikan harga cabe dan telur dan ada yang ngotot menanyakan dasar aku memilih Jokowi. Jawabanku itu menurut mereka aneh, memang aku tak memiliki alasan lain kecuali nurani ku bilang bahwa Jokowi itu orang yang jujur ! Dan selalu ada tapi..tapikan partainya itu loh li , tapikan teman-temannya itu loh li...

Entahlah sampai sehari sebelum mencoblos di Banten aku terhenyak membaca WA grup ibu-ibu muslimah, ku pikir masalah kafir gak berlaku buat paslon di Banten, sama-sama muslim. Rupanya salah karena ada seruan yang mengkafirkan paslon satunya. Aku mencoba mengingatkan bahwa beliaupun muslim, dan keimanan di saat ini ternyata bukan hanya agama, pilih yang seiman ya bu ? Lihat partainya juga, satukan suara ...Ohhh...beda partai nya rupanya.

Seingatku aku adalah orang yang selalu berhubungan baik dengan para mantan hehe,  kalau salah mohon di koreksi karena seiingat ku nggak pernah juga ngebully Pak Mantan Presiden, dimataku semua keriuhan di sosial media hanyalah sebuah kegalauan seorang Ayah tentang apa yang sedang direncanakannya untuk anak nya.

Semalam semua orang memuji cara Mas Agus memberi pidato kekalahan, ksatria! Begitu semua haters dan lovers mengagungkannya. Bahkan aku pun terhenyak, pidato kekalahan Mas Agus justru membuat aku melihat sosok kepemimpinannya, sorot matanya memang sejuk “ah benarlah dia ini calon pemimpin yang penuh kasih sayang”, maka tak heran di banyak kampanye Mas Agus selalu ingin memberikan cinta kepada warganya.

Sebagai orang tua dengan anak yang masih balita, aku pun merasakan betapa susahnya menjadi orang tua. Segala sesuatu yang kita harapkan atau yang ingin kita berikan adalah hal terbaik menurut versi kepala kita selaku orang tua. Aku menitipkan anak di day care dengan penuh kebahagian, sementara tak sedikit yang memberikan penilaian salah terhadap pilihan ku. Mamak ku dulu pernah sampai di panggil ke kantor polisi gara-gara menghina seorang PNS hanya karena urusan mainan anaknya dan sejak itu mamak selalu berpesan jangan pernah menghina PNS karena memang mereka di lindungi undang-undang negara. Jadi apa yang dicuitkan Ayahnya Mas Agus, apa yang di caption kan Mamanya Mas Agus hanyalah bentuk perhatian mereka untuk anaknya, tak lebih!

Lalu ketika kita dibuat kagum oleh Mas Agus, please jangan lupa ya karena dibalik itu sedikit banyaknya pasti ada hasil didikan orang tuanya, atau katakanlah dia bisa seperti itu karena sebuah kelegaan sebagai anak. Ada toh anak yang selalu ingin menjalankan apa keinginan orang tuanya, meski si anak tahu bahwa dia tak akan bisa sesuai tuntutan orang tuanya. Aku begitu, kalau mamak ingin aku mengenakan sebuah gaun panjang dimana hati ku tak menyukai nya karena aku yakin mengenakannya menjadi jelek, tapi..tapii demi kebahagian mamak aku tetap mengenakannya meski aku tahu tanggapan teman akan sama dengan keenggananku tadi. 

Namun melihat kebahagian orang tua semua jadi tak berarti. Mungkin itulah yang sedang dialami Mas Agus,ketika dia sudah mencoba dan tak berhasil maka dia LEGA “mam,pap aku sudah melaksanakan ingin kalian, namun belum berhasil” Tentu sebagai orang tua aku akan membuka tangan lebar dan memeluk anakku dengan sebuah tepukan, terima kasih nak, gak apa kamu kalah tapi kamu sudah mencoba. Dan bisa jadi kebaikan si anak akan menyinari hati kedua orang tuanya. Itu catatan yang bisa aku toreh kan dari Mas Agus, dan one day bila Mas Agus mencoba menjadi pemimpin negri ini mungkin aku akan ada di pihaknya, tetap dengan catatan jangan Jokowi saingan nya ya hehehe.

Lalu Al-Maidah ? Aku pun sering bertanya mungkinkah keimanan ku ini tak ada untuk agama ku ? Kenapa aku lebih gemes melihat teman seiman yang tak sesuai syariat dari pada hanya pidato Ahok yang sudah di edit itu ? Berkali-kali aku mendengarkan isi pidato nya, tetap aku tak menemukan sebuah niatan untuk mencela agama ku ? Dan kemarin setelah dilakukan quick count, selain DKI juga di tampilkan pilkada di sejumlah daerah, jelas-jelas disana para calon ada yang kafir namun diusung partai islam? Yah kan disana memang jarang muslimnya li? Lah katanya akidah kok bisa belok sana sini ? Mungkin karena hal beginilah sebagai muslimah aku hanya melihatnya sebagai urusan politik di dunia, jadi al-maidah itu memang hanya urusan Pilkada DKI kan ? Wong di grup WA aja pak Rano yang sudah muslim aja di katain kafir toh?

Rumah tanpa DP, aku bukan pakar ekonomi, tapi menurutku ini konyol meski buat yang lain ini adalah visioner ? Kalau kata orang bank yang bisa kasih cicilan nol persen, mana ada sih bank yang mau rugi ? Sangat disayangkan program ini terlalu di ngaungkan, padahal tanpa mengada-ngada jelaslah mereka punya penggemar. Susah memang untuk bisa menerima janji pahit, tapi kalau aku sih memilih suami saja dengan modal siap diajak susah, jadi memang nggak pernah suka dengan orang yang janjinya ngaco, nah mumpung masih akan ada rebutan suara aku sih berharap nih paslon ini bisa memberikan detail bank apa, dibangun dimana, type rumah apa sehingga program ini lebih realistis. Ini bicara rumah di Jakarta loh ya, yang untuk menyewa kamar ber AC saja, ukuran 2x3 m sudah 2 juta per bulan apalagi bicara beli tanah dan bangunan ? Beda lah dengan di kampung kami tanah se hektar aja masih 10 juta, lengkap sama pohon sawit yang udah panen se hektar nya masih 100 juta hehehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun