Mohon tunggu...
Uli Hartati
Uli Hartati Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

A wife, mommy of 2 boys, working mom also as a blogger Contact me : WA 089627103287 Email uli.hartati@yahoo.com Blog http://ulihape.com IG dan Twitter @ulihape

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

101. Suami yang Merelakan Istrinya Bekerja | Lebih Layak Disebut Suami ataukah Majikan ?

11 Januari 2016   08:32 Diperbarui: 11 Januari 2016   09:45 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

101 jawabannya ...

Judul ini bukan menyindir suami-suami yang ridha atas istrinya untuk mencari nafkah, toh akupun sama atas ridha suami juga, alah jangan islami kalilah bahasanya atas ijin suami udah gitu aja! Atas kesepakatan bersama akhirnya kami bahu membahu membangun rumah tangga kami. Sebaliknya tugasku sebagai ibu pun dibantu suami juga, membantu menyapu rumah, mencuci piring, dan memandikan anak, lantas terhinakan kah suamiku? TIDAK justru aku jauh lebih menghargainya, dikala aku kesal paling tidak ada hal yang membuat aku tidak menlanjutkan kekesalanku ke level berikutnya "oh iya suamiku sudah membantuku tadi pagi memandikan anak" akhirnya kesal berujung damai. Sebaliknya bisa juga suamiku bete karena kecuekanku, tetapi seringkali dalam lelahnya terkadang suamiku masih memijat lembut telapak kakiku, bisa jadi itu juga bentuk terima kasihnya padaku karena sudah rela membagi sebagian tenaga untuk bersamanya menghidupi rumah tangga kami #mungkin.

[caption caption="Menemani anak imunisasi, setelahnya berangkat ngantor"][/caption]

Tulisan ini sebenarnya tak ingin ditayangkan karena bisa jadi ini menjadi ide lain untuk bahasan lainnya dan tentunya bahasan memojokkan wanita bekerja jauh lebih seksih dibanding tentang judul tulisan ini. 

Cuitan no 22 dari seorang ustadz itu sungguh sudah tak mengusikku lagi, yup coz im a working mom..dan sudah banyak pembelaan dari sana sini untuk keadaan miris ini, anehnya entah kenapa banyak kepala yang mengartikan ibu bekerja itu ngotot dikarirnya, well mungkin memang ada beberapa tapi kenapa sosok ibu pekerja itu lebih ke kondisi wanita berkantor?mungkinkah karena semua para pakar, para tokoh cuman tahu jenis perempuan berkantor?

The problem is... wanita bekerja itu hanya disorot yang berangkat pagi pulang malam dan ngetem dikantor 8 jam which is like me, yes i am an employee...

Beberapa kali sudah menulis tentang ibu pekerja, namun tiap kali pula ada tulisan yang masih mempertanyakan posisi kami, mengusik batinku, karena diriku kah? No..no.. kalau hanya aku, maka aku akan memilih diam toh hanya aku!

Sejatinya dalil-dalil tersebut bisa membawa kesejukan, namun ketika dalil tersebut hanya dimanfaakan untuk menyindir sebuah golongan maka hanya ada emosi disana, akupun percaya bahwa tumbuh kembang terbaik itu terletak didalam kedekatan ikatan bathin antara ibu dan anak. Kedekatan ikatan bathin ini bisa didapat dari banyak hal dan tidak ada jaminan yang 24 jam bersama ibu akan memiliki kedekatan bathin. Aku tumbuh bersama ibu yang aku panggil mamak, benar-benar ibu rumah tangga 24 jam dirumah dan karenanya dulu akupun berpikir ingin seperti mamak supaya bisa dekat dengan anak-anak tapi ketika kenyataan hidup tak seperti yang kita inginkan, lantas hidup ini selesai? TIDAK the life must go on braiii cari cara meski bekerja aku bisa dekat dengan anakku. Pernah aku khawatir, ihh gimana ya kalo aku gak bisa lihat tumbuh gigi anakku, langkah pertamanya, apesnya itu terucap ketika sedang bersama temanku yang kristen! Tetiba dia jawab "lu punya tuhankan? Jangan takut, minta kepadaNYA untuk semua hal yang kau maksud bahwa kaulah orang pertama yang menyaksikannya". Ah iya segitu gamangnya aku karena membaca teori-teori sampai lupa ada yang maha baik. Alhamdulillah sampai hari ini semua informasi pertama aku yang sampaikan ke mama didaycare yang menjaga anak-anak " ma kayama giginya mau nembus yang depan", ma kanda sudah bisa melangkah kemarin, "ma kayama lagi mencret" apapun itu Allah ijinkan akulah ibunya yang tahu.

Betul memang, anak-anak akan tumbuh baik bila didampingi oleh ibu begitu hasil analisa penelitian makhluk sempurna dimuka bumi ini. Hati ini menangis karena sepanjang perjalanan ku, banyak aku temui ibu pekerja lainnya yang justru membuat aku bangga dan mampu bersyukur.. aku menangis karena betapa kajian ini hanya membahas kami yang berkantor? Tersinggung? No..no.,no sudah biasalah, hanya saja tetap aku ingin menuliskannya, entah untuk alasan apa yang aku sendiri tak paham...
Mengapa yang dibahas perempuannya? Coba ajak suami para perempuan pekerja ini, tanyakan, apabila suaminya menjawab semua tjd atas ridhanya lantas apa hak mu ? Ahh tapi cuitan itu memang lebih seksih dibanding "disebut apa para suami yang membiarkan istrinya bekerja?

Gimana mau bahas perempuan pekerja lainya? Lah yang ditahu cuman perempuan rapih yang ngantor yg hadir di kajiaannya, ya inilah yang dibahas kan ya? 

Lalu ada berapa ibu yang tidak bekerja, tidak berangkat pagi, tidak pulang malam dan 8 jam ngetem di acara sosialitanya? Tak ada yang bahas ? Karena apa? Karena tak ada derita disana!. Anak-anak bahagia karena semua kebutuhannya terpenuhi, mau sekolah ada yang antar bukan hanya supir tapi asisten mungkin? Bahkan yang mendampingi belajarpun dipastikan sarjana dengan embel-embel punya keahlian menangani psikologis anak.
Lalu ibu pekerja mana yang dihinakan? Eh bukan dihina lah ya, hanya dikritik, eh hanya diberi pilihan terbaik?menurut siapa? Menurut yang jualan buku? Menurut orang yang lebih baik? Pastinya menurut orang yang tak pernah bisa tahu situasi kami ibu pekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun