Di era modern ini, banyak guru menghadapi dilema besar dalam mendisiplinkan siswa. Seperti kasus guru honorer Bu Supriyani di Konawe Selatan ditetapkan tersangka penganiayaan anak polisi. Di satu sisi, mereka memiliki tanggung jawab moral untuk membentuk karakter anak melalui pendidikan dan disiplin. Di sisi lain, mereka kerap kali merasa terkekang karena takut dilaporkan atau menghadapi konsekuensi hukum saat berusaha menegakkan disiplin di sekolah. Situasi ini memengaruhi perilaku anak-anak, yang sering kali menjadi kurang respek atau bahkan melunjak dalam menghadapi otoritas.
Ketakutan Guru dalam Mendisiplinkan Siswa
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kasus telah muncul di Indonesia di mana guru dilaporkan karena upaya mereka untuk mendisiplinkan siswa. Banyak dari kasus ini mencerminkan ketidakjelasan batasan antara tindakan disiplin yang wajar dan perlakuan yang dianggap tidak pantas oleh beberapa pihak. Akibatnya, banyak guru merasa enggan untuk menegakkan aturan, karena khawatir akan dilaporkan oleh orang tua atau bahkan dihadapkan pada tuntutan hukum.
Kurangnya dukungan dan perlindungan hukum bagi guru menambah kompleksitas dalam menjalankan peran mereka. Walaupun disiplin yang adil dan tegas adalah bagian integral dari pendidikan, sistem hukum di Indonesia belum secara jelas memberikan payung hukum yang memadai bagi guru dalam menegakkan disiplin. Sebaliknya, tindakan disiplin yang seharusnya mendidik kerap kali disalahartikan oleh orang tua sebagai hukuman yang berlebihan.
Implikasi bagi Perilaku Siswa
Ketakutan ini memengaruhi cara guru mendekati siswa. Dalam banyak kasus, guru terpaksa bersikap lebih lunak, yang pada akhirnya mengurangi efektivitas disiplin di sekolah. Ketika aturan yang diterapkan terlalu longgar, siswa cenderung tidak memiliki batasan yang jelas mengenai perilaku yang dapat diterima. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya rasa hormat terhadap otoritas, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.
Selain itu, kurangnya disiplin di sekolah juga bisa menjadi salah satu alasan mengapa anak-anak menjadi lebih melunjak dan kurang respek terhadap guru maupun orang tua. Ketika tidak ada konsekuensi yang nyata untuk perilaku yang tidak pantas, anak-anak dapat merasa bahwa mereka bebas melakukan apa saja tanpa harus mempertanggungjawabkannya.
Pengaruh Lingkungan Keluarga
Namun, dilema guru dalam mendisiplinkan siswa bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi moral anak. Lingkungan keluarga tetap menjadi fondasi utama dalam perkembangan karakter anak. Dalam keluarga, anak-anak pertama kali belajar tentang nilai-nilai etika dan moral. Ketika keluarga tidak menanamkan disiplin yang baik atau ketika komunikasi antara orang tua dan anak terputus, anak-anak cenderung kurang memahami pentingnya perilaku yang sopan dan menghormati otoritas.
Meskipun keluarga merupakan tempat awal di mana anak belajar tentang nilai-nilai etika, sekolah memainkan peran penting dalam memperkuat pembelajaran tersebut. Namun, jika kedua lingkungan ini gagal berfungsi dengan baik, perkembangan moral anak-anak bisa terganggu. Di sinilah kesulitan yang dihadapi guru dalam menegakkan disiplin menjadi lebih krusial.