Mohon tunggu...
Ulfi Rahmatikasari
Ulfi Rahmatikasari Mohon Tunggu... -

mahasiswi PGSD UNS kampus VI .....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akankah Teori Belajar Lekang Oleh Waktu

4 November 2010   05:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:51 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum melakukan praktik, biasanya didahului dengan teori. Dalam belajar pun diperlukan teori- teori. Teori dirasa perlu guna kesuksesan praktik. Begitu juga dengan teori belajar. Teori belajar selalu mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Teori tersebut terus berkembang berkat pemikiran- pemikiran para ahli. Setiap teori belajar tentunya memiliki persoalan. Persoalan yang mendasar antara lain persoalan mengenai hakikat pembelajaran dan proses pembentukan teori (Hilner 1978). Suatu pembelajaranharus dianalisis, selanjutnyateori tersebut disajikan secara formal atau informal. Luas cakupan teori dan penekanan diberikan pada aspek perilaku dan pada pengaruh batasan-batasan biologis (biological constraints) terhadap pembelajaran, dan persoalan yang terakhir yaitu mengenai kepraktisan teori tersebut.

Teori ideal mengandung variable-variabel jauh lebih kognitif dibandingkan pada teori-teori terdahulu. Variabel tersebut terkait dengan perolehan, penyimpanan, dan penggunaan informasi, keyakinan dan bukti-bukti yang mendasarinya, pikiran yang logis dan tidak logis.Selain itujuga bersifat koneksionisme. Teori bukan hanya menjelaskan pengetahuan dan pemahaman melainkan juga respon-respon yang dibuat secara otomatis.

Ada dua aspek pembelajaran yang perlu diketahui, pertama adalah hakikat memori, yaitu pemanggilan kembali informasi simpanan sebagai persaingan diantara respon-respon.Aspekkedua yaitu persepsi. Kebanyakan teoritis pembelajaran memandanag persepsi sebagai hal yang tidak perlu dipersoalkan.

Arti penting teori pembelajaran masa kini

Pada psikologi pembelajaran terapan memiliki arti penting bukan hanya sebagai cara menempatkan teori-teori dalam penggunaannya yang praktis melainkan juga sebagai cara untuk memperbaiki teori-teori. Pada umumnya teori-teori pembelajaran memiliki dua arti penting. Pertama, teori pembelajaran menyediakan kosa kata dan kerangka konseptual yang bisa digunakan untuk menginterpretasi contoh-contoh pembelajaran yang diamati. Kedua,teori pembelajaran menuntunkemana harus mencari solusi atas persoalan-persoalan praktis.

Semua usulan para ahli memang membutuhkan kreativitas tertentu bila hendak diterapkan dalam penggunaan praktis. Masing-masing juga menekankan aspek tertentu dalam proses pembelajaran yang perlu dipertimbangkan. Dengan demikian, semuanya berfungsi memperkaya pemahaman terhadap pembelajaran dan membantu menemukan solusi atas problem pembelajaran. Meski banyak teoritis yang ingin memberikan konstribusi yang lebih besar dan sampai kadar tertentu, kontribusi seperti ini saja sudah cukup menjadikan teori-teori mereka sebagai hal yang tidak ternilai harganya bagi studi mengenai pembelajaran.

Pembelajaran menurut aliran Behavioristik

Menurut Teori Behavioristik, proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam pandangan behavioristik terletak pada Stimulus- Respon (S- R). Menurut teori behavioristik, yang terpenting adalah masukan (input) yang berupa stimulus dan keluaran (output) yang berupa respon. Dalam pembelajaran, stimulus dapat diberikan oleh guru dalam berbagai bentuk, sedangkan respon merupakan reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Apabila seseorang telah dapat menunjukkan perubahan perilaku/ tingkah lakunya, maka seseorang tersebut dianggap telah belajar sesuatu.

Teori Behavioristik memiliki asumsi dasar terhadap hakekat manusia. Pada hakekatnya manusia memiliki empat macam karakter (Engkoswara): Kebebasan- Ketidakbebasan; yang menganggap bebas manusia, dilakukan oleh kelompok aliran filsafat eksistensialis dan behavioristik (Abraham Maslow dan Roger), sedangkan yang mengasumsikan manusia tidak bebas, dilakukan oleh aliran filsafat psikoanalisa (Skinner dan Sigmund Freud). Rasionalitas- Irrasionalitas; aliran kepribadian behavioristik mengatakan bahwa eksistensi manusia sangat ditentukan oleh seberapa besar manusia itu mampu mengembangkan aspek rasional, sedangkan aliran kepribadian psikoanalisa menyatakan bahwa perkembangan atau kesuksesan manusia ditentukan oleh potensi irrasional (naluriah). Holisme- Elementalism; Holisme adalah memahami manusia harus dilakukan secara keseluruhan (deduktif), sedangkan elementalism adalah memahami manusia harus dimulai dari potensi yang ada dalam diri manusia (induktif). Konstitusional- enviromentalism; konstitusional berasumsi bahwa keberhasilan manusia ditentukan oleh potensi bawaan (fitrah), sedangkan enviromentalism berasumsi bahwa hakekat manusia disebabkan oleh pengaruh dari pengalaman dan lingkungannya.

Menurut aliran behaviorisme, proses pendidikan juga harus ada penguatan (reinforcement), yaitu suatu proses yang dilakukan untuk mengaktifkan siswa sehingga aktivitas dapat memperkuat munculnya respon.

Tokoh- tokoh aliran behaviorisme, antara lain Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Teori Thorndike disebut juga teori koneksionisme. Salah satu indikasi keberhasilan belajar terletak pada kualitas respon yang dilakukan siswa terhadap stimulus yang diterima dari guru. Perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar dapat berwujud konkrit atau pun tidak konkrit. Kelemahan teori Thorndike adalah masih mengakui stimulus dan respon yang tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur (an observabel). Menurut Watson, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, tetapi stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Teori Clark Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis. Menurutnya, semakin terpenuhinya kebutuhan material akan memiliki peluang besar keberhasilan proses pendidikan. Demikian juga dengan Edwin Guthrie, hubungan antara stimulus dan respon juga digunakan dalam menjelaskan terjadinya proses belajar. Ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis. Menurutnya, hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara. Keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya dari kualitas stimulus dan respon, tetapi juga pemberian hukuman (punishment). Hukuman yang diberikan dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan asumsi dan ideologi yang ada dalam diri siswa. Contoh jenis hukuman di pondok pesantren tidak sesuai jika diterapkan di sekolah formal yang jauh dari budaya pondok pesantren. Sedangkan Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus- respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Bentuk- bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan), perilaku (senyum, menganggukan kepala tanda menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, juara 1). Bentuk- bentuk penguatan negatif antara lain; menunda/ tidak memberi penghargaan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, muka berkerut, muka kecewa). Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti kata- kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran, justru berakibat buruk pada siswa.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran adalah menentukan tujuan pembelajaran, mengelola kelas secara efektif, merumuskan materi, menyampaikan materi, memberikan stimulus, mengamati dan menganalisis respon yang diberikan, memberi penguatan, memberikan stimulus baru berdasarkan respon terhadap stimulus yang pertama, mengamati dan menganalisis respon kedua, dan menyimpulkan kemampuan belajar siswa. Pembelajaran yang berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur rapi, sehingga belajar adalah memindahkan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada siswa.

Pembelajaran menurut teori Kognitivisme

Menurut teori kognitif, belajar atau pembelajaran adalah suatu proses yang menitikberatkan proses membangun ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek- aspek yang bersifat intelektualitas lainnya. Dengan kata lain, belajar merupakan bagian dari kegiatan yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks dan komprehensif.

Tokoh aliaran kognitivisme adalah Jean Piaget dan Jerome S. Brunner. Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang adalah suatu proses yang bersifat genetik. Artinya proses belajar itu didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Makin bertambahnya umur seseorang, mengakibatkan kompleksnya susunan sel- sel saraf dan juga meningkatnya kemampuan khusus dalam bidang kualitas intelektual (kognitif). Konsep belajar menurut teori Piaget adalah intelegensi (kemampuan melakukan adaptasi), organisasi (kemampuan memberdayakan potensi untuk mencapai tujuan), skema (format dalam realitas miniatur), asimilasi (proses pengintegrasian konsep ke dalam pengalaman nyata), dan akomodasi (penyempurnaan konsep). Dalam pelaksanaannya, guru harus benar- benar memahami perkembangan kognitif yang dimiliki siswanya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tahap- tahap perkembangan dan karakteristik siswa. Menurut Bruner, pembelajaran adalah proses untuk membangun kemampuan mengembangkan potensi kognitif yang ada dalam diri siswa. Perkembangan kualitas kognitif ditandai dengan kualitas intelektual (kemampuan menanggapi rangsang), peningkatan pengetahuan, perkembangan dan kualitas kognitif, kemampuan mendeskripsikan bahasa, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Bruner menjelaskan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tahap enaktif (memahami lingkungan), ikonik (memahami objek- objek), dan simbolik (gagasan abstrak). Perkembangan kognitif seseorang dapat dilakukan dengan cara gaya mengajar menggunakan cara kerja dari yang sederhana ke arah yang lebih kompleks.

Aspek positif teori kognitif adalah kecerdasan peserta didik perlu dimulai dari adanya pembentukan kualitas intelektual (kognitif). Dalam pengaplikasian teori kognitif dalam pembelajaran dibutuhkan pengembangan materi secara kontekstual dan relevan, metode pembelajaran yang tidak monoton, keterlibatan siswa secara aktif, belajar memahami (bukan menghafal), dan memperhatikan perbedaan individu.

Pembelajaran menurut teori Konstruktivisme

Menurut cara pandang teori konstruktivisme, belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Model pembelajarannya dilakukan secara natural. Penekanan teori konstruktivisme bukan pada membangun kualitas kognitif, tetapi lebih ke proses menemukan teori yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah sebagai fasilitator. Pembelajaran akan efektif jika didasarkan pada empat komponen dasar; yaitu pengetahuan, keterampilan, sifat alamiah, dan perasaan. Menurut pandangan konstruktivistik, dalam proses pembelajaran siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal- hal yang sedang dipelajari. Guru berperan sebagai seorang yang berperan memberdayakan seluruh potensi siswa. Guru harus mampu menumbuhkan semangat dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa dalam memahami pengetahuan, mampu membimbing siswa dalam memahami pengetahuan, dan mewujudkan sistem pembelajaran yang mendukung kemudahan belajar bagi siswa. Selain itu, sarana pembelajaran baik perangkat keras maupun perangkat lunak harus dikelola guru guna memperlancar proses pembelajaran. Pemanfaatan lingkungan luar sekolah juga harus efektif, tidak hanya dalam kelas saja. Evaluasi pembelajaran juga sangat penting untuk mengetahui kualitas siswa dalam memahami materi dari guru. Bentuk- bentuk evaluasi pembelajaran dalam teori konstruktivistik dapat diwujudkan melalui pemberian tugas- tugas autentik, menyusun pengetahuan yang dapat menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi.

Pembelajaran menurut teori Humanistik

Selain teori- teori di atas, ada juga teori humanistik yang menjelaskan bahwa proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk memanusiakan manusia (proses humanisasi). Teori belajar humanistik sifatnya lebih menekankan bagaimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi yang dimiliki, baik dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun, sarana dan prasarana apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai kesempurnaan hidup bagi manusia dengan indikasi kemampuan aktualisasi diri, kualitas pemahaman diri, serta kemampuan merealisasikan diri dalam kehidupan yang nyata. Dalam konteks teori humanistik, guru harus mampu memiliki sifat, karakter, dan tampilan yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

Tokoh- tokoh aliran pembelajaran Humanistik antara lain Kolb, Honey dan Mumford, Habermas, serta Bloom dan Krathwohl. Menurut pandangan Kolb, belajar terbagi atas empat tahap, yaitu tahap pengalaman konkret (melihat dan merasakan pengalaman sendiri), tahap pengamatan aktif dan reflektif (pengamatan/ praktek), tahap konseptualisasi (merumuskan terhadap hasil pengamatan), dan tahap eksperimentasi aktif (pengapliasian teori). Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar kedalam empat kelompok; yaitu kelompok aktivis/ penggerak (senang terhadap penemuan atau pemikiran baru), kelompok perenung (penuh pertimbangan, tidak mudah dipengaruhi, dan mandiri), kelompok pengganggu (kritis, analitis, rasional, skeptis, tegas), dan kelompok pragmatis/ realistis ( praktis, sesuatu akan berguna bila dipraktekkan). Sedangkan Habermas berpandangan bahwa belajar akan efektif jika ada proses interaksi antara individu dengan realitas sosial yang ada di sekitar dirinya. Jadi, belajar merupakan internalisasi siswa dengan masyarakat, sehingga keberhasilan pembelajaran jika guru mampu mengaitkan materi pelajaran dengan fenomena kehidupan siswa. Habermas juga menjelaskan tiga tipe belajar; yaitu belajar teknis (berinteraksi dengan lingkungan alam), belajar praktis (berinteraksi dengan lingkungan sosial), dan belajar emansipatoris (pemahaman dan kesadaran akan terjadinya perubahan budaya dalam lingkungan sosial). Selain tokoh- tokoh di atas, Bloom dan Krathwohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang harus dikuasai oleh individu setelah melalui peristiwa- peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum kedalam tiga ranah yang disebut Taksonomi Bloom, yang meliputi domain kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi), domain psikomotor (peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, dan naturalisasi), serta domain afektif (pengenalan, merespon, penghargaan, pengorganisasian, dan pengamalan).

Keberhasilan implementasi teori Humanistik dalam belajar harus dilakukan dengan cara menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menggairahkan, memberi kebebasan siswa dalam memahami dan menganalisis pengalaman yang dialami dalam kehidupan. Dalam prakteknya teori Humanistik cenderuung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

Pergeseran Teori Pembelajaran

Seiring pergeseran zaman, teori pembelajaran pun mengalami pergeseran. Peralihan para teoritis dalam tradisi koneksionis ke arah yang lebih kognitif yaitu mencakup pembahasan mengenai hal-hal yang dipelajari orang dari orang lain. Pada masa awal teori koneksionis, orang berfokus pada pembelajaran dengan tindakan. Banyak stimuli yang mempengaruhi perilaku individu yang berasal dari orang lain dan salah astu cara individu merespon stimuli adalah dengan menyamakan perilaku kita menurut perilaku orang lain.

Pergeseran koneksionis ke kognitif mendapat persoalan dari para teoritis mengenai stimuli. Respon-respon yang terutama berlaku sebagai penghasil stimuli ini dikenalsebagai respon perantara (mediating responses).

Pola dasar pembelajaran ialah memposisikan diri untuk mendeteksi masalah dengan jalan tertentu.Secara umum pendidikan bisa dipandang sebagai pembentukan pola dasar pembelajaran. Dalam mengajar murid-murid, guru tidak hanya memberikankoneksi stimulus-respon secara spesifik, melainkan juga memberikan pijakan yang diperlukan agar mereka bisa belajar secara berkelanjutan setelah meninggalkan sekolah.

Gagasan mengenai pengetahuan, keahlian, dan pemahaman, tersusunsecara bertahap berkembang sepanjang hidup. PenelitianPiaget mengenai kognisi anak-anak, Gagne mengenai pendidikan dan pelatihan, dan penerapan ide-ide melalui komputer, beserta pendekatan-pendekatan terkini lainnya, semua bertemu dengan dalam gagasan kognitif, karena kalangan koneksionis berasumsi bahwa kebiasaan-kebiasaan sederhana akan tertata menjadi keahlian yang kompleks. Namun demikian, gagasan tersebut lebih dikaitkan dengan pemikiran kognitif. Entah bersifat koneksionis, kognitif, atau perpaduan dari keduanya, gagasan mengenai susunan hierarkhis penting artinya bagi studi mengenai pembelajaran, pikiran dan perkembangan manusia.

Jadi, teori belajar terdahulu tidak akan lekang oleh waktu. Semakin lama semakin berkembang menurut pemikiran- pemikiran para teoritis. Teori belajar terdahulu dijadikan landasan untuk mengembangkan teori- teori belajar masa kini maupun masa yang akan datang. Mungkin teori- teori belajar pada masa yang akan datang lebih berbasis ke teknologi, mengingat teknologi semakin hari semakin canggih saja. Setiap teori belajar memiliki kelebihan dan kekurangan. Antara teori yang satu dengan yang lain saling melengkapi, sehingga dengan saling melengkapi antara teori yang satu dengan yang lain diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun