[caption id="attachment_335969" align="aligncenter" width="584" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]
Bagi-bagi es krim gratis baru saja digelar serentak di beberapa kota besar di Indonesia. Produsen es krim yang menggelar acara ini pun mengklaim bahwa momen tersebut merupakan “Hari Ice Cream” pertama di Indonesia. Pada acara tersebut, ada pembagian es krim terbanyak di Indonesia yang akan dicatat dalam rekor MURI. Ditambah lagi informasi tentang adanya penampilan seru dari komunitas-komunitas yang mengikuti parade es krim terpanjang di Indonesia, serta dimeriahkan oleh band, artist performance dan juga ada photobooth... sungguh menarik bukan?! Sayang, lokasi tempat tinggal saya saat ini tidak masuk dalam daftar kota tempat diselenggarakannya momen yang bisa dibayangkan peminatnya pasti membludak.
Kala mengetahui informasi tentang moment tersebut, ingatan saya melayang, kembali ke masa sekitar setahun silam. Berburu es krim gratis merk ternama saat masih menyandang predikat sebagai mahasiswa lanjutan di Paris. Kegiatan bagi-bagi es krim semacam itu merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh salah satu produsen es krim setiap tahun di musim panas.
Namun ada perbedaan mendasar yang saya rasakan tentang semangat “berbagi” di dalamnya. Di Prancis, si ice cream company ini melakukan tour-nya di beberapa kota, termasuk di Paris tentunya, dengan jadwal yang berbeda. Jadwalnya pun terbatas, hanya satu jam di tiap titik lokasi. Terlihat bahwa kegiatan ini bukan untuk dicatatkan dalam bentuk rekor apapun. Pembagian es krim gratis ini juga dibarengi dengan kegiatan sosial berupa pengumpulan baju layak pakai untuk disumbangkan kepada tuna wisma. Thats the point!
[caption id="attachment_306826" align="aligncenter" width="300" caption="Mobil Tempat Pengumpulan Baju Bekas Layak Pakai"]
Nah.. di Indonesia, apalagi kalau bukan hura-hura dan seru-seruan belaka.
Disisi lain, berita hangat yang masih terkait dengan kegiatan bagi-bagi es krim gratis ini adalah rusaknya Taman Bungkul, salah satu taman kota Surabaya, yang membuat Risma sang Walikota marah. Bagaimana tidak, taman yang meraih penghargaan internasional itu rusak akibat gelaran acara es krim gratisan di lokasi tersebut dihadiri ribuan orang tanpa antisipasi dari pihak penyelenggara. Sungguh sangat tidak peduli terhadap lingkungan.
[caption id="attachment_306825" align="aligncenter" width="570" caption="Antri dengan tertib"]
Sementara itu, saat di Paris, sebelum membuka lapak yang hanya berupa mobil keliling, pihak penyelenggara menyiapkan beberapa tempat sampah yang diletakkan di beberapa titik. Ada juga petugas pemandu yang memberikan arahan agar partisipan antri dengan tertib dan tidak mengotori lingkungan. Tak terlihat satu polisi pun berjaga kala itu.
Dari sepenggal cerita di atas, mungkin dapat dilihat bagaimana perbedaan kultur, perilaku antara les indonesiens dan les francais baik perihal “mental gratisan”, kepedulian sosial, dan kepedulian lingkungan.
Sungguh....kegiatan serupa, namun dengan ruh yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H