Mohon tunggu...
ulfa sasya
ulfa sasya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Harapan yang Kandas

28 Mei 2017   09:40 Diperbarui: 28 Mei 2017   10:01 5147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

HARAPAN YANG KANDAS
Aku berjalan menyusuri jalan setapak,
pada sebuah pemukiman
tempat sejumlah anak bangsa
berteduh dari rintikan air hujan
mencoba menghindar dari terik panasnya matahari
tempat yang sering mereka sebut 'Rumah'

Saat aku berjalan,
ku lihat anak bangsa
dengan seragam kumuh yang dikena
tanpa alas kaki yang melindungi
membuat kakinya tak jarang terkotori cipratan lumpur di sisi jalan
tapi semangatnya menuntut ilmu,
seperti api yang menyala-nyala
dan takkan pernah padam

Aku kembali berjalan,
sesaat ku dengar rintihan anak bangsa
"Ibu, Bapa, Aku ingin sekolah seperti mereka. Aku juga punya impian, harapan dan masa depan," rintihnya.
tapi apa daya, kedua orangtuanya hanya mampu diam seribu bahasa

Pemimpinku, Pemerintahku,
apa kalian tak melihat?
kesusahan menyelimuti anak bangsa
apa kalian juga tak mendengar?
rintihan anak bangsa yang haus akan pendidikan
apa mungkin kalian terlalu sibuk?
terlalu sibuk memanjakan harta
dan terlalu sibuk bermain dengan uang-uang kalian

Atau mungkin kalian lupa?
tiap kali janji manis kau ucapkan
di depan ribuan pasang mata yang menyaksikan

Tak ingatkah kalian, wahai para petinggi negara?
anak bangsa bagian dari rakyat
karena rakyat kalian memimpin
karena rakyat kalian jadi pemimpin
walau hanya satu suara dan satu kepercayaan dari tiap rakyat
tak sadarkah kalian, 'satu' pun bermakna
karena takkan ada 'seribu' tanpa 'satu'

Pemimpinku, Pemerintahku,
tak sadarkah?
rakyat telah pertaruhkan segalanya
dari impian, harapan, hingga masa depan
tapi apa balasan dari tiap 'satu' suara dan 'satu' kepercayaan yang rakyat pertaruhkan?
hanya sebatas tipuan dan angan-angan yang nampak 'mustahil, jadi kenyataan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun