Audit syariah memiliki peran yang penting dalam menumbuhkan kesadaran di semua lembaga-lembaga Islam yang terus dituntut harus berkontribusi terhadap kemashlahatan manusia yang menjadi tujuan dari hukum Islam atau yang biasa disebut maqashid syariah menurut Shahul dan Yaya. Perkembangan IFI di beberapa negara-negara Islam yang pesat memunculkan konsep audit syariah sebagai upaya membentuk tata kelola perusahaan yang baik dan teratur.Menurut Syed Alwi, konsep audit syariah ini pengertian dan ruang lingkup kerjanya perlu diperluas agar kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sistem, produk, karyawan, lingkungan dan masyarakat semakin menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Kebutuhan untuk mengembangkan kerangka audit syariah dapat berguna untuk meningkatkan efektivitas tujuan kepatuhan syariah di IFI yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi positif terhadap umat (masyarakat) pada umumnya. Audit dalam kerangka Islam akan memiliki ruang lingkup yang lebih luas dari audit konvensional. Dalam praktek kontemporer, auditor secara langsung bertanggung jawab hanya untuk kliennya, yaitu pemilik usaha yang diaudit. Dia tidak dipandu oleh prinsip-prinsip agama, kualitas keputusan manajerial juga, tidak menjadi perhatiannya. Islam mengajarkan dengan jelas praktik atau kinerja audit bagi masyarakat Islam, yaitu auditor harus bertanggung jawab juga kepada pemodal, harus dapat menilai praktek manajemen, dan melaporkan kepatuhan syariah (misalnya, pemenuhan kontrak, kejujuran, menghindari monopoli dan pemborosan). Oleh karena itu auditor harus memiliki pengetahuan yang efektif dalam bidang hukum Islam. Tulisan ini akan membantu peserta didik dan praktisi untuk memiliki pengetahuan tentang audit syariah dan berlatih di lembaga keuangan Islam.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh auditor Islam adalah belum adanya standar yang baku dan terpadu mengenai cara kerja auditor syariah, juga kurangnya independensi auditor Islam dalam menjalankan tugasnya. Seorang auditor syariah dituntut untuk mengungkapkan kebenaran terhadap suatu organisasi atau perusahaan yang memberikan mereka gaji atau upah, dan terlebih lagi mereka akan mempertanggungjawabkan tugas mereka dihadapan Allah. Auditor harus memiliki integritas yang tinggi dan tidak terpengaruh (bersikap independen), jika tidak, maka integritas auditor dipertanyakan. Kehadiran auditor syariah pada lembaga keuangan Islam pada saat ini harus dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada.
Tantangan tersebut haruslah dapat dihadapi oleh para pakar (ulama dan ahli ekonomi Islam) diantaranya untuk dapat merumuskan satu pedoman dan standar baku mengenai audit syariah yang dapat diaplikasikan pada seluruh lembaga keuangan Islam yang ada. Merupakan tugas seorang auditor juga untuk dapat terus menjaga nama baiknya dengan meningkatkan integritas dan tanggung jawab agar audit syariah mendapat tempat di hati masyarakat dunia baik msyarakat Islam sendiri khususnya, maupun masyarakat ekonomi konvensional.
Sebagai contoh banyaknya perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa yang gagal dan jatuh bangkrut ternyata disebabkan karena kualitas dan integritas sumber daya manusia yang tercermin dari ketidakbenaran laporan keuangan yang disajikan. Menjawab persoalan tersebut, belajar dari praktik masyarakat awal Islam yang menggunakan lembaga pengawas sekaligus badan pemeriksa al-Hisbah yang merupakan lembaga ekonomi Islam pertama pada masa itu yang melandasai perannya pada konsep amar ma’ruf nahi munkar. Banyak rekomendasi dari para sarjana Islam untuk dapat mengarahkan konsep dan peran auditor syariah sebagaimana peran seorang muhtasib yang telah dipraktikkan pada masa awal Islam, yang memiliki integritas dan tanggungjawab.
Audit syariah berdasarkan standar tata kelola AAOIFI untuk lembaga Keuangan Islam No.3 yang ditulis oleh Hisham Yaacob dan Nor Khadijah Donglah dalam bukunya Shari’ah Audit didefinisikan sebagai: “Tujuan utama dari pemeriksaan internal syariah (yang dilakukan oleh divisi independen atau departemen bagian internal audit) adalah untuk memastikan bahwa pengelolaan pada suatu lembaga keuangan Islam melaksanakan tanggung jawab mereka yang terkait dengan pelaksanaan aturan dan prinsip-prinsip syari'at yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas Syariah IFI”.
Oleh karena itu, audit lembaga keuangan Islam dapat didefinisikan sebagai "Sebuah proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan asersi-asersi tentang tindakan dan peristiwa keagamaan dan sosial ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut termasuk kriteria yang ditentukan berdasarkan prinsip syari'at seperti yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah dan mengkomunikasikan hasilnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk menggunakan informasi tersebut”. Yang perlu diketahui adalah bahwa khususnya pada negara kita Indonesia masih sangat besar peluang dari audit syariah ini, baik dari segi aspek material maupun aspek spiritualitasnya. Lembaga keuangan syariah (IFIs) juga kurang dalam mempromosikan audit syariah kepada masyarakat.
Audit Islami memiliki beberapa karakteristik atau keistimewaan audit perspektif syariah bila dibandingkan dengan audit konvensional, yaitu:
Berdasarkan pada keyakinan bahwa hanya Allah pemilik segala sesuatu, percaya terhadap hari pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak.
Berdasarkan pada moral: yaitu; takut (takwa) kepada Allah, kejujuran, kepercayaan, menepati janji, kerjasama, dan pemberian maaf. Dalam konteks ini, Allah berfirman: "Allah memerintahkan keadilan, berbuat baik dan memberi kepada kerabat dan Dia melarang semua perbuatan tercela dan ketidakadilan dan memerintahkan untuk menerima nasihat”. (An-Nahl; 90).
Prinsip-prinsip Audit dalam Islam yang dilakukan berasal dari sumber-sumber hukum Islam yaitu al-Quran dan Sunnah. Prinsip-prinsip ini merupakan prinsip yang sempurna, permanen dan komprehensif.