Pendidikan merupakan salah satu urgensi penentu tingkat kemajuan suatu negara. Semakin baik tingkat pendidikan suatu negara maka semakin cepat pula  tingkat kemajuannya, begitu pun sebaliknya. Setiap negara berlomba-lomba, terus berupaya meningkatkan kesejahteraan pendidikan negaranya demi mencetak generasi muda berkualitas penerus bangsa. Berbagai kebijakan pun dilakukan, seperti halnya Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mencetuskan kebijakan "Merdeka Belajar" untuk sistem pembelajaran di Indonesia. Kebijakan merdeka belajar ini mencakup seluruh jenjang pendidikan, mulai dari tingkat PAUD sampai dengan tingkat universitas.
Pencetusan kebijakan ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal, diantaranya banyaknya keluhan siswa dan orang tua di sistem pendidikan, terutama dalam penentuan nilai. Selain itu, skor PISA Indonesia yang dicapai rendah serta daya saing kerja yang semakin tinggi dan kompleks, menjadi pemicu munculnya wajah baru pada sistem pendidikan Indonesia saat ini.
Fakta tersebut dikutip dari salah satu media massa bahwasannya "Berdasarkan laporan PISA yang baru rilis, Selasa 3 Desember 2019, skor membaca Indonesia ada di peringkat 72 dari 77 negara, lalu skor matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara"(liputan6.com).
Lantas, apa esensi dari merdeka belajar dalam kebijakan tersebut? Esensi merdeka belajar yang dimaksud ialah memberi kemerdekaan kepada unit pendidikan untuk menentukan pembelajarannya sendiri agar tercipta suasana pembelajaran yang nyaman, santai, tenang, dan gembira.
Bagi siswa, merdeka belajar diartikan dengan bagaimana para siswa memiliki keleluasaan untuk belajar, tidak harus selalu terpacu atas apa yang diinginkan gurunya atau tidak berdasarkan pada satu segmen pembelajaran.
Hal ini karena setiap anak memiliki multikecerdasan, dilahirkan memiliki keistimewaan yang berbeda-beda, sehingga dengan memberikan kemerdekaan belajar diharapkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan kemampuan masing-masing.
Akan tetapi, terwujudnya merdeka belajar pada siswa tidak terlepas dari peran seorang guru, guru harus mampu menjadi pemimpin  serta fasilitator pembelajaran sebaik mungkin.
Akan tetapi, kebijakan yang telah dicanangkan seolah-olah terhenti setelah munculnya pandemi covid-19 di Indonesia sejak awal Maret lalu. Pemerintah mengeluarkan kebijakan sementara, baik siswa maupun guru diharuskan mengikuti serta melaksanakan pembelajaran dari rumah melalui sistem daring (online), bahkan sampai hari ini. Kebijakan sementara ini diharapkan bisa mengoptimalkan pembelajaran dengan mengintegrasikan kecanggihan teknologi.Â
Namun faktanya, dalam pengimplementasian kegiatan pembelajaran daring telah melenceng dari makna "Merdeka Belajar" itu sendiri yang seharusnya menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, bahagia, nyaman, serta santai, justru sistem pembelajaran ini malah menambah beban tersendiri bagi siswa maupun guru.
Kebanyakan siswa stres akibat kendala jaringan serta tumpukan tugas yang terus bertambah. Hal tersebut diperparah lagi dengan tekanan dari guru dan orang tua yang mengharuskan penuntasan tugas tepat waktu. Bukan hanya siswa, para guru pun mengeluhkan sulitnya penyampaian materi akibat keterbatasan media.