Mohon tunggu...
Ulfa Hidayati
Ulfa Hidayati Mohon Tunggu... -

Sesegar Nailofar, begitu juga dalam ingatanku.. Akan tetap segar...!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

P4 (Pertolongan Pertama Pada Penganiayaan)

23 Agustus 2012   01:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:26 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345684042553892558

“Yyyaaa…!!! Errr..ini sudah kesekian kalinya kau menolak tanpa alasan yang tidak jelas. Jelaskan, apa sekarang kamu sudah berani mengeluarkan alasan?”

“Maaf, tapi benar-benar kali ini saya tidak bisa hadir. Saya diare”

“hahaha.. alasan muu konyol Fadil. Kau di keluarkan dari organisasi ini”

“hah,ya ya ya.. Tolong jang..” tut tut tut tut

Hmmm..kali ini benar-benar tamat.. Saya di keluarkan hanya karena saya tidak pernah datang rapat. Saya hanya tidak bisa datang tapi kenapa kalian tidak bisa memahamiku? Ahh, siang ini benar-benar sial.

Saya hanya tidak mengerti kenapa harus rapat,rapat,dan rapat? Apakah organisasi mesti ada rapatnya? Wajib kah? Untuk apa? Apakah organisasi itu bisa langsung melejit popularitasnya dengan rapat? Atau keanggotaannya semakin melonjak dengan rapat? Kas juga semakin membengkas dengan rapat? Berikan aku alasan. Beruntung itu hanya ronggokan hatiku saja. Semakin lesu hari ini, apalagi ketika melihat wajah-wajah teman kelasku yang benar-benar tidak bersahabat hari ini. Sebelum ke sekolah sudah ada pesan di inboxku pagi-pagi buta. “Ingat, Rp.70.000 hari ini. Ketemu di gang pasar. Mengerti? INGAT,pukul 15.00”.

Tookkkk…!!!

“Ahhh.. yyaahh,sapa berani melemparku?” “Saya, kenapa?” Suara Pak Raqib di depan kelas menandakan kapur ini berasal dari tangannya.

“Oohh.. Bapak, hehehe. Bapak ternyata tahu kalau saya suka dengan lemparan Bapak. Seperti lemparan para atlet melempar jarak jauh Pak.. Hehe,keren keren” Kata-kata pamungkas terakhir ini sembari memamerkan jempol tangan dua-duanya dan semoga bisa meluluhkan hati Guru yang tak pernah ada sejarahnya aku menyukainya sepenuh hati.

“jangan banyak omong kosong. Apa yang kamu lakukan dari tadi? Melamun?”

“Ahh.. Itu Pak, hmm.. Anuu.. Ooh,saya kebelet Pak tapi saya takut izin jadinya saya nahan sambil ngelamun” Tak ayal, teman-teman menertawanku hari ini dan selamat juga untukku yang kini sudah di keluarkan dari kelas. Tuhan, sial bener nasibku? Saya lebih memilih berjalan mengelilingi sekolah yang tempatku menimbang baik buruknya bersekolah sekarang. Sepertinya saya hanya membuang-buang waktu. Bagaimana beruntungnya menjadi si Fatir, anak konglomerat yang mobilnya segudang bawah tanah. Alangkah damainya si Titin, cewek udik tapi nilainya 9 semua kecuali Bahasa Indonesia karena dia lemah di pengucapan baku karena mendog bugisnya terlalu Indah. Terlalu banyak pengandaian di sekolah ini. Tapi, saya lebih memilih menghampiri Guru BK guna memeriksakan kejiwaan saya. Sempat kali ini benar-benar saya sudah tidak waras. Tapi, alhasil saya di ejek ibu Guru karena saya tak ingin di tanyai banyak hal malahan hanya menghabiskan cemilan Ibu Raodah. Badan bongsornya benar-benar asli. Astagfirullah, Dil. Dosa tau nak, dosa. Menegur diri sendiri itu adalah rutinitasku loh.

Sms dari Prita, katanya semua anggota harus berkumpul di UKS pukul 15.00 lepas sekolah bubar. Astaggaa,padahal saya ada janji sama Ibu Berno. Apa yang harus saya lakukan? Tak bisa, saya harus memajukannya. Saya menelpon Kak Bur agar dia mau memajukan rapatnya. Ini anak-anak PMR pada rempong-rempong semua saya bilang. Sial.

Alhamdulillah, rapatnya di majukan jadi jam 2 siang. Setelah semua hal-hal penting yang mau di rapatkan telah menemui solusinya sendiri. Kini tiba saatnya eksekusi.

“Bagaimana Fadil, masih ada yang perlu Anda (penekanan intonasi suara) bicarakan? Hmm”

“Maaf, mungkin sudah terlalu banyak alasan yang saya keluarkan tapi..”

“Kamu ini laki-laki, bagaimana mungkin kamu bahkan tidak bisa hadir di setiap rapat melebihi keterbatasan para orang tua kita yang perempuan” Bentakan Nadia kali ini benar-benar memerahkan wajahku. Kata-kata ini yang paling tidak ku suka karena bersirat saya anak Mami dan anak Papi. Rempong.

“Sekali lagi saya minta maaf, tapi..”

“Labih baik lue juju raja daahh.. Kenapa lue gak pernah hadir?” Lagi dan lagi saya di potong.

“Oke, lue mau tahu semua kenapa gue jarang hadir rapat? Gue bukannya di larang sama bonyok, bukan sama sekali. Tapi Jujur, dengan sangat terpaksa gue JUJUR dan dengan sangat terpaksa gue malu di depan kalian. Gue bukan bencong ya lu harus pada tahu. Gue gak bisa datang, karena gue lagi Gak punya Duit. Ngerti lue?”

“Uang?” Ya, kata-kata yang nyaris sama keluar dari bibir mereka semua. Mencoba menjelaskan dengan sedikit tenang dan bijak.

“Iyya Guys, gue gak punya duit. Bonyok gue bangkrut. Kalau gue gak hemat, gue gak bisa lagi lanjutin sekolah. Ntar jam 3, gue harus balik. Penagih utang nungguin gue di gang pasar. Gue gak mau mereka gangguin keluarga gue lagi”

Ekspresi berubah dari teman-temanku yang Lebay. Semua bersorak kalau mereka mau bantuin bayarin utang. Katanya ini bagian dari pertolongan pertama pada orang yang teraniaya apalagi katanya saya juga relawan yang harus di bantu. Hahaha, ini nihh teman-temanku. Kasar memang. Lebay memang. Tapi, gak peduli. Setidaknya bebanku RINGAN SEKARANG. :D

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun