New Media Critics dan New Media Editing merupakan dua mata kuliah dalam silabus Jurnalistik secara umum dan jurusan New Media secara khusus. Kedua mata kuliah ini wajib dipilih oleh mahasiswa yang kuliah di Communicaton University of China, Beijing. CUC atau Chuanmei terkenal sebagai perguruan tinggi media yang menjadi impian mahasiswa lokal di China. Salah satu jurusan baru yang paling digandrungi oleh mahasiswa asing adalah New Media.
Di beberapa negara maju, new media diterapkan sebagai mata kuliah wajib. Tiga  dosen yang mengajar mata kuliah ini di kelas internasional adalah Fu Guang Xi, Gu Jie dan Wu Wei Hua. Ketiganya memiliki keahlian di bidang media baru. Fu lulusan Eropa, Gu lulusan Australia dan Wu lulusan Amerika.
Ilmu-ilmu yang mereka banyak sekali menjelaskan bagaimana perkembangan dunia jurnalisme sekarang dipengaruhi oleh media baru sebagai wadah jurnalisme dalam genggaman. Di antaranya termasuk aktivits blogging. Melakukan aktivitas nge-blog memang menyenangkan. Apalagi bisa berbagi informasi kepada masyarakat tanpa harus mematuhi syarat-syarat seperti yang dipolakan oleh model jurnalisme lama. Menjadi wartawan, tentu saja tidak semua orang mampu menjabaninya. Apalagi jika terikat dengan deadline. Menjadi blogger, setiap orang bisa menjadi wartawan tanpa harus terikat dengan deadline harian atau mingguan yang menyiksa.
Blogging di Indonesia sudah dikenal sejak lama. Sejak beberapa tahun lalu sebelum platform sosial media memudahkan penggunanya untuk melakukan aktivitas di ponsel pintar dan bertualang kemanapun. Sebut saja Multiply, Blogspot, Worpress dan beberapa platform sosial media yang menawarkan wadah untuk nge-blog seperti Friendster, Facebook dan aplikasi lainnya.
Perkembangan media baru di Indonesia juga membawa topik diskusi menjadi lahan yang potensial baik di kalangan para pegiat jurnalisme atau perbincangan akademisi. Inilah menariknya. Tiap negara memiliki beragam topik, sudut pandang ilmu dalam mengkaji kaitan antara jurnalisme dan aktivitas blogging.
Di Indonesia, berita di blog kerap kali dianggap hoax. Tidak demikian dengan negara-negara lain yang menerapkan sistem jurnalisme warga dengan cara nge-blog tetapi tetap melewati proses verifikasi dengan adanya media jurnalisme resmi. Setiap blogger memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya sebagai warga. Â Memberitakan apa saja dan terdokumentasikan di media besar negara tersebut. Seperti di Britania Raya, Amerika, China dan beberapa negara lainnya. Bahkan dalam hal memberikan kebebesan berkarya melalui blog dengan katagori berita juga mulai diterapkan di Indonesia.
Dari pernyataan Gu di depan kelas, banyak pertayaan yang memposisikan saya sebagai pembicara. Sebagai Kompasianer, saya mendapatkan berbagai macam pertanyaan. Sebagai kompasianer juga, saya membagi pengalaman saya menjadi bagian dari keluarga kompasiana dengan berbagai sudut pandang. Banyak yang tidak percaya bahwa kompasiana yang memiliki motto beyond blogging ini tidak sekedar nge-blog ala-ala.
Di Kompasiana, penulisnya bisa memposisikan dirinya sebagai ahli. Meskipun tidak ada pengakuan secara sah dengan sertifikat, tapi tulisan yang muncul di Kompasiana selalu menjadi modal untuk setiap orang yang ingin menjadi ahli atau paham sekali terhadap suatu bidag untuk menulis. Sebut saja saya penggemar fashion, pariwisata dan sosial. Saya tidak mendapat tempat di media komersil karena beberapa hal. Di Kompasiana, saya bisa menulis seperti apapun yang saya mau.
Tentu saja, akan ada beberapa penilaian lain yang akan dilakukan oleh tim redaksi untuk membawa ke jenis artikel pilihan editor, headline atau lainnya. Dari berbagai penilaian ini, Kompasiana sebagai sosial media  jurnalisme mampu menduduki posisi penting dalam perkembangan media baru di dunia.
Ada  beberapa kelebihan Kompasiana yang berbeda dengan kelebihan sosial media atau portal untuk para blogger lainnya. Saya sendiri baru menyadari kelebihan tersebut saat menulis artikel ini.