Cerita ini merupakan sekuel dari 'Aku dan Cerita Dari Kamar Ke Kamar' yang Dipublikasikan di www.oliverial.com
Â
-o0o-
Â
"Coba hitung dulu sisa tabunganmu, Va. Bukannya aku meremehkan kamu, tapi kan kamu memang sudah mulai miskin sejak bimbingan dengan Pak J," saran Amel sambil terkekeh ketika kami membahas soal banyaknya dana yang dikeluarkan untuk skripsi. Dia memang mengatakan tidak meremehkan, tapi terdengar jelas nada mengejek di nada bicaranya.
Aku diam saja. Membahas masalah uang memang soal sensitif. Kupikir manusia jenis Amel tidak perlu ditanggapi serius. Apalagi kalau tertawa matanya sampai menghilang.
Nyatanya aku tidak bisa diam saja. Malamnya aku tidak tenang. Langsung saja kubuka buku rekening, mengecek print out terakhir yang tertera di sana. Kemudian menyesuaikan dengan setiap struk pengambilan ATM. Matematikaku buruk, tapi soal meghitung uang kemampuanku lebih cepat dari teller bank.
Aku boleh lega karena sisa uangku lebih dari cukup untuk sekedar memperpanjang kos. Aku sudah menyiapkan juga kenaikan uang setiap tahun kos kami. Bapak kos menaikkan 15 persen tiap tahun, ini bukan jumlah yang kecil. Apalagi untuk ukuran kamar yang kecil ini. Sangat tidak sesuai.
Aku sudah berencana besar. Aku akan tinggal di sini sekitar satu dua tahun lagi, kemudian mencari rumah. Kalau perlu aku harus ikat pinggang untuk membeli rumah mungil dua kamar tipe 36 untuk hidup lebih nyaman. Jadi kalau ada keluargaku datang berkunjung, mereka tidak perlu berhadapan dengan muka masam bapak kos lagi.
Perhitunganku malam ini sudah cukup detil. Aku sudah memasukkan anggaran makan-makan saat wisuda nanti. Make up wisuda juga, serta biaya foto studio dengan teman-teman seangkatan yang wisuda bareng. Termasuk di dalamnya dana revisi skripsi dan percetakan.
Eit, jangan pikir skripsiku dibuat oleh calo. Aku menulis sendiri skripsiku, tapi untuk bergadang juga butuh modal. Cemilan yang super untuk kinerja otak yang duper. Minimal aku harus menyetok cappucino sachet dan susu kental manis untuk menemani ketukan keyboard.Â