Hampir dua tahun Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Pandemi tersebut mengakibatkan perubahan pada semua sektor kehidupan, mulai dari sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, tak terkecuali pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan menyebutkan SE Mendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Dalam SE tersebut disebutkan salah satunya mengenai pembelajaran dari rumah menggukankan metode pembelajaran dalam jaringan (daring) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).
PJJ atau pembelajaran daring merupakan suatu metode pembelajaran yang mana pendidik dan peserta didik berada pada tempat yang terpisah. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran tidak dilakukan dengan tatap muka secara langsung, namun memanfaatkan kecanggihan teknologi yang ada. Pembelajaran juga dilakukan melalui berbagai platform pendidikan, seperti Google Classroom, Quipper School, Google Meet, dan lain-lain. Dengan pembelajaran daring, peserta didik memiliki waktu yang leluasa untuk belajar dan dapat belajar di mana pun dan kapan pun. Pembelajaran daring merupakan inovasi pembelajaran yang menjawab tantangan pemanfaatan teknologi digital sehingga pembelajaran lebih variatif. Keberhasilan pembelajaran daring ditentukan oleh karakter pendidik dan peserta didik dalam menghadapi hal tersebut. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Nakayama et al. (2007) yang menyebutkan bahwa tidak semua peserta didik dapat sukses dalam pembelajaran daring. Menurutnya, keberhasilan tersebut tergantung dari faktor lingkungan dan karakteristik peserta didik.
Penerapan kebijakan pembelajaran daring tersebut dapat menimbulkan permasalahan bagi sekolah yang belum pernah menjalani kegiatan pembelajaran yang serupa. Nasib yang baik akan dialami sekolah yang sudah terbiasa menggunakan media berbasis online, mereka tidak akan mengalami masalah yang serius. Contohnya yaitu SMA Negeri 1 Muntilan yang menganggap bahwa pembelajaran daring ini tidak asing dan merupakan hal yang biasa. Hal tersebut disebabkan karena jauh sebelum Indonesia mengalami pandemi Covid-19, SMA Negeri 1 Muntilan tersebut sudah mempersiapkan bahkan melakukan berbagai pelatihan penyusunan dan pengelolaan pembelajaran jarak jauh. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai platform digital, seperti Quipper School, Prime Mobile, School Media maupun pengembangan media berbasis LMS Schoology yang dikombinasi dan diintegrasikan dengan aplikasi lain, seperti Office 365 (team, sway, spreadsheet, powerpoint), Google Form (google slide, form), Zoom, Google Meet, video youtube, website, dll. Berbagai uji coba telah dilakukan oleh tenaga pendidik dan peserta didik, baik dalam kegiatan belajar mengajar maupun ujian. Keiatan pembelajaran dari di SMA Negeri 1 Muntilan diikuti oleh seluruh peserta didik kelas X, XI, dan XII dengan total berjumlah 1058 peserta didik. (Info@sman1-muntilan.sch.id, 2020)
Markun (2021) mengatakan bahwa SMA Negeri 1 Muntilan menggunakan LMS Schoology sebagai media utama dalam kegiatan pembelajaran daring untuk memfasilitasi komunikasi antara pendidik dan peserta didik. Ellis (2009) menyebutkan bahwa LMS merupakan suatu perangkat lunak (software) untuk keperluan administrasi, dokumentasi, laporan kegiatan, kegiatan belajar mengajar dan kegiatan secara online, e-learning dan materi-materi pelatihan, yang semua itu dilakukan dengan online. Wakhidah & Maftuh (2018) mengatakan bahwa schoology memiliki berbagai keunggulan, dari segi kecepatan pengumpulan tugas dan pengorganisasian mata pelajaran yang memacu kedisiplinan peserta didik. Oleh karena itu, sekolah tersebut memilih LMS Schoology sebagai bahan uji coba media pembelajaran utama yang dikombinasikan dengan aplikasi lain.
Dengan adanya pengalaman tersebut, ketika pemerintah mengumumkan bahwa akan dilakukan pembelajaran daring SMA Negeri 1 Muntilan dapat beradaptasi dengan cepat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sekolah sudah siap melaksanakan kegiatan pembelajaran daring dari segi penilaian, kegiatan pelayanan akademik, maupun pembinaan kesiswaan. Pada awal pembelajaran daring, SMA Negeri 1 Muntilan menerapkan kurikulum reguler, namun seiring berjalannya waktu sekolah tersebut menyelenggarakan pembelajaran dengan Kurikulum Darurat Covid-19. Kurikulum tersebut diluncurkan untuk menanggapi dampak pandemi Covid-19 pada bidang pendidikan. Kurikulum Darurat Covid-19 mulai digunakan pada 10 Agustus 2020. Pada kurikulum tersebut terdapat pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. Tujuan kurikulum tersebut yaitu untuk memfokuskan kegiatan pembelajaran pada subjek yang esensial.
Terdapat beberapa kelebihan dari Kurikulum Darurat Covid-19, diantaranya yaitu berkurangnya beban peserta didik dalam menuntaskan kurikulum dan berkurangnya beban pendidik dalam memenuhi target kerja tatap muka. Dengan adanya penerapan kurikulum darurat, yang mana kompetensi dasar tiap mata pelajaran berkurang, maka peserta didik tidak diwajibkan untuk menuntaskan semua capaian kurikulum saat kenaikan kelas. Dengan adanya penerapan kurikulum tersebut juga menguntungkan bagi pendidik agar fokus memberikan pembelajaran yang interaktif kepada peserta didik tanpa terbebani pemenuhan jam kerja yang semula 24 jam perminggu.Â
Manajemen kurikulum reguler dan kurikulum darurat Covid-19 memiliki beberapa perbedaan dari segi proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Dilihat dari proses perencanaannya, Kurikulum Darurat Covid-19 lebih bisa menyesuaikan konten yang esensial agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik. Perbedaan proses pengorganisasian kurikulum reguler dengan Kurikulum Darurat Covid-19 dapat dilihat dari persiapan fasilitas, penyesuaian alokasi waktu dan kurikulum agar proses pendidikan berjalan secara efektif. Pada tahap pelaksanaan, proses pendidikan mengharuskan pendidik dan peserta didik untuk bertindak adaptif, selektif, dan inovatif agar proses pembelajaran berjalan secara efektif dan menyenangkan. Selain itu, pada tahap ini pemanfaatan teknologi juga sangat penting untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Pada tahap terakhir, saat mengimplementasikan Kurikulum Darurat Covid-19 seorang pendidik akan mengalami kesulitan dalam memantau peserta didiknya, sehingga evaluasi sulit untuk dilakukan (Syaputra & Hasanah, 2021).
Pada penerapan kurikulum tersebut, terdapat kendala yang dialami oleh sekolah. Beberapa kendala yang umum dialami antara lain keterbatasan pengajar dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), penyampaian materi pelajaran dengan metode yang menarik dan menyenangkan, pengawasan yang masih kurang, dan terbatasnya kemampuan pengajar dalam memberikan bimbingan secara intens bagi peserta didik. Selain itu terdapat juga beberapa kendala yang dialami oleh peserta didik, diantaranya koneksi internet yang tidak stabil, distribusi bantuan kuota internet yang belum merata, serta adanya keterbatasan dalam kepemilikan gadget.
Hal tersebut tentu mempengaruhi motivasi belajar peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran daring. Sebelumnya penulis telah melakukan wawancara dengan enam responden, yang mana keenamnya merupakan peserta didik SMA Negeri 1 Muntilan yang melaksanakan pembelajaran secara daring. Hal pertama yang penulis tanyakan yaitu terkait kendala yang dialami ketika pembelajaran daring. Semua responden menyatakan bahwa kendala terberat adalah jaringan atau koneksi internet yang tidak stabil. Hal tersebut tentunya membuat mood peserta didik berubah-ubah. Selain itu, empat responden menyatakan bahwa mereka mengalami kendala dalam pemahaman instruksi yang diberikan oleh pengajar. Sedangkan dua responden lain mengatakan belum menemukan kendala lain selain koneksi internet yang buruk seperti yang penulis sebutkan di atas karena mereka telah mengetahui teknis pelaksanaan pembelajaran seperti yang sudah dipersiapkan jauh hari.
Hal kedua yang penulis tanyakan yaitu terkait seberapa efektif pembelajaran daring diselenggarakan oleh sekolah. Responden pertama mengatakan bahwa pembelajaran daring yang diselenggarakan di sekolah sudah efektif karena adanya pemanfaatan media komunikasi yang baik. Responden kedua mengatakan bahwa pembelajaran daring belum berjalan secara efektif karena banyaknya kendala yang dialami olehnya. Responden ketiga, keempat, dan kelima mengatakan bahwa dengan berbekal pengalaman uji coba yang sudah dilalui oleh sekolahnya jauh sebelum pandemi, pembelajaran daring sudah berjalan dengan efektif karena adanya pemahaman sistem atau media. Sedangkan responden keenam, atau responden terakhir mengatakan meskipun sudah mempunyai pengalaman, namun pembelajaran dinilai belum efektif karena materi pembelajaran yang disampaikan belum dapat diterima dengan baik. Responden terakhir ini juga mengaku bahwa banyak dari temannya yang bercerita dan berkeluh kesah mengenai kurang efektifnya pembelajaran yang dilakukan secara daring.
Hal ketiga yang penulis tanyakan yaitu terkait metode belajar dari masing-masing responden. Saat ditanya, terdapat tiga responden dengan metode belajar mengikuti jadwal yang ditentukan sekolah. Sedangkan responden lainnya mengaku bahwa mereka masih melakukan kegiatan belajar dengan sistem kebut semalam. Sistem belajar tersebut mereka lakukan karena rendahnya kesadaran untuk bertindak disiplin dalam belajar. Hal tersebut tentunya juga berkaitan dengan motivasi yang dimiliki setiap peserta didik dalam pembelajaran.