Mohon tunggu...
Ulfa Mufyda Luthfiani
Ulfa Mufyda Luthfiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

S1 Manajemen Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problematika Covid-19 dan Kebijakan Vaksinasi yang Disalahgunakan

27 Oktober 2021   01:25 Diperbarui: 27 Oktober 2021   22:13 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selanjutnya yaitu dampak Covid-19 terhadap sektor pendidikan. Pandemi Covid-19 menyebabkan ditutupnya sekolah secara nasional demi mencegah penyebaran Covid-19. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa penutupan sekolah tersebut telah mengubah sistem pendidikan dari pendidikan luring menjadi daring. 

Pembelajaran yang dilakukan secara daring dilakukan mengingat tetap harus dilaksanakannya kegiatan pembelajaran meskipun masih dalam masa pandemi. Hal tersebut tentunya menimbulkan culture shock pada sebagian besar masyarakat yang belum mengenal teknologi. Pada siswa sekolah dasar misalnya, mereka yang belum mengenal teknologi secara intens akan kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Kesulitan pembelajaran juga dialami oleh masyarakat pedalaman yang belum secara masif dalam mengenal adanya teknologi. Dibutuhkan pelatihan khusus untuk masyarakat pedalaman dalam kegiatan pembelajaran daring. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan pendekatan mengenai hal tersebut. 

Mencari alternatif lain maupun mengadakan pengenalan teknologi kepada mereka merupakan kebijakan yang bisa digalakkan. Mungkin berat dilakukan mengingat masih tertutupnya masyarakat, namun kita tidak akan tau jika tidak dicoba. 

Dengan adanya dampak pandemi yang sangat luas, pemerintah selain menggalakkan kebijakan 3M juga menggalakkan adanya vaksinasi Covid-19. Vaksinasi tersebut dianggap oleh pemerintah sebagai salah satu strategi yang kuat dalam penanganan masalah Covid-19. Strategi tersebut digalakkan guna mencegah terpaparnya Covid-19 secara efektif dan efisien. Sasaran vaksinasi merupakan 67 persen penduduk Indonesia yang berada dalam rentang usia 18 sampai 57 tahun.

Disamping hal tersebut,  terdapat beberapa golongan sasaran vaksinasi. Sasaran golongan pertama yaitu tokoh atau aparat yang diprioritaskan, seperti tenaga medis dan paramedis, anggota aparatur sipil negara, TNI dan Polri, dll. Sasaran golongan yang kedua yaitu tokoh masyarakat, seperti tokoh adat, pemuka agama, kepala aparatur daerah, dan kepala desa. 

Sasaran golongan yang ketiga yaitu seluruh elemen tenaga pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Sasaran golongan yang keempat yaitu aparatur pemerintahan, dan sasaran golongan terakhir yaitu tokoh penerima bantuan pemerintah, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), dll.

Dari sasaran yang telah dirumuskan, sampai hari ini (22/10/2021) terdapat  sejumlah 111.496.041 orang yang telah menerima vaksin dosis pertama dan 66.316.667 orang telah menerima vaksin dosis lengkap. Hal tersebut membuktikan masih kurangnya persentase penerima vaksin dengan target atau sasaran yang diharapkan, yakni 53,54 persen penerima vasin dosis pertama dan 31,84 persen penerima vaksin dosis kedua.

Dengan adanya kebijakan vaksinasi tersebut, ternyata masih ditemukan adanya penyalahgunaan kekuasaan. Penyuntikan vaksin kosong, misalnya. Kasus penyuntikan vaksin kosong tersebut dilaporkan oleh seseorang melalui sebuah video yang diunggah di twitter dan ramai diperbincangkan. Kasus tersebut terjadi di Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa kasus tersebut sebagai akibat dari sebuah kelalaian petugas. 

Setelah adanya kasus tersebut, diadakan konferensi pers untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Saat itu petugas berinisial EO ditetapkan sebagai tersangka penyuntik vaksin kosong. Pada hari itu, EO mengaku bahwa ia telah menyuntikkan vaksin sebanyak 599 kali. EO dijerat Pasal 14 UU RI nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. EO mendapat ancaman satu tahun penjara.

Ketua DPD PPNI Kota Jakarta Utara, Maryanto menilai bahwa aparat memang harus mengedepankan Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun