Perannya sebagai keperluan naratif karena logika latar tempat di sebuah lereng pegunungan. Sementara sebagai keperluan sinematik, kabut menjadi latar dalam setiap shot yang berada di luar ruangan.Â
Sehingga bahasa visual memunculkan sebuah kesan dalam benak saya. Betapa 'berkabut' kejelasan wabah ini untuk dilihat oleh mata yang kosong baik bagi karakter di dalam cerita pun bagi  penonton. Dengan penggunaan elemen alam tersebut, tentu penonton setia Akira Kurosawa akan begitu mudah mengenang pengalaman menonton film-filmnya beliau.
Salah satu hal lain yang kentara juga baik dalam film Akira Kurosawa pun Pagebluk ini adalah bagaimana plot bergerak dalam tempo yang sabar atau bergaya slow-burn cinema. Laju perpindahan gambar selalu memotong ketika karakter bergerak. Jangan lupakan wipe transition yang juga dipakai.
Tidak hanya lokalitas, Pagebluk berusaha meramu kekuatannya dengan tambahan racikan khas Hollywood. Ini terlihat dari bagaimana Mbah Surip dan Pak Bayan bekerja menuntaskan misteri wabah. Ibarat seorang detektif yang bekerja, dibantu sheriff setempat.Â
Hubungan dua karakter ini sepanjang film, bagi saya pribadi yang kebetulan juga menonton beberapa film dan membaca komik superhero, terasa bak hubungan superhero dengan sidekick-nya.Â
Khusus cerita Pagebluk, maka rasa-rasanya ini masih cocok berada dalam DC Vertigo. Namun, Pagebluk jauh lebih Indonesiais dengan adegan pertarungan tanpa sentuh alias tenaga dalam. Ini sering saya lihat di cerita-cerita komik silat dan tradisi ilmu bela diri khas nusantara.Â
Antara anak manusia dan ibu bumi
Hari ini industri film kita tengah dihadang tsunami film horor. Masukkanlah kata-kata semisal setan, iblis, darah, merah, nama sosok hantu, dan apa saja berbau mistis pada sebuah judul film. Satu juta penonton dalam konteks raihan penonton minimal adalah sebuah keniscayaan. Lalu, dalam sapuan ini, apa daya tawar Pagebluk sebagai film horor?
Pagebluk berusaha memberikan teror tanpa hadirnya sosok setan yang tiba-tiba muncul lewat cut to memuakkan. Melainkan kebuntuan pada diri setiap karakter di dalamnya dan penonton di luarnya tentang apa penyebab wabah. Belum lagi teka-teki bagaimana cara mengatasinya. Penyakit mematikan yang tampak begitu menyiksa raut para korban.Â
Secara umum, Pagebluk menghadirkan narasi melalui elemen lokalitas. Dan sebetulnya, lokalitas dalam sebuah film horor bukanlah barang baru. Namun, adakah film horor yang sukses mengusung lokalitas seotentik mungkin?Â