Sementara itu, "Ranah 3 Warna" menampilkan dinamika kota besar, menggambarkan tantangan hidup di ibu kota, termasuk tekanan ekonomi, persaingan karier, dan kompleksitas hubungan antarmanusia. Tema cinta yang rumit dan penuh konflik juga menjadi fokus utama, menyoroti berbagai aspek dari rasa cinta, pengorbanan, hingga kekecewaan. Latar tempat dan tema dalam kedua novel mencerminkan kedalaman dan keragaman pengalaman manusia di berbagai fase dan konteks kehidupan.
A. Fuadi berhasil mengembangkan karakter Alif dengan mendalam dalam "Negeri 5 Menara", membawa pembaca melalui perjalanan panjang Alif dari seorang santri pemula hingga menjadi pribadi yang matang dan penuh kearifan. Karakter Alif juga tumbuh seiring dengan hubungan persahabatan yang kuat dengan teman-temannya di pesantren, memberikan dimensi emosional yang kaya. Di sisi lain, "Ranah 3 Warna" menampilkan Elang sebagai tokoh utama yang mengalami perjalanan hidupnya di tengah hiruk-pikuk Jakarta. Karakter Elang cenderung lebih modern dan menghadapi tantangan-tantangan kota besar.
Fuadi menggunakan bahasa yang mengalir dan deskriptif, khususnya dalam menggambarkan kehidupan pesantren dan proses pendidikan di dalamnya. Gaya penulisannya memberikan nuansa spiritual yang kuat, terutama dalam menghadirkan nilai-nilai keislaman dan perjuangan mencapai kesempurnaan pribadi. Di sisi lain, "Ranah 3 Warna" menampilkan gaya penulisan yang lebih terkait dengan dinamika kehidupan perkotaan. Elang disajikan sebagai individu yang berusaha menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan dalam kehidupan modern. Gaya penulisan A. Fuadi dalam buku ini mencerminkan realitas keseharian, dengan fokus pada konflik identitas dalam era globalisasi.
Pengembangan tokoh dalam "Negeri 5 Menara" lebih menekankan pada nilai-nilai spiritual dan persahabatan dalam konteks pesantren. Karakter-karakter dalam novel ini dikembangkan dengan cermat, dari awal sebagai remaja yang penuh impian hingga menjadi individu yang matang dengan pemahaman yang mendalam tentang hidup dan agama. Sementara "Ranah 3 Warna" lebih menyoroti tantangan kehidupan modern dan perubahan nilai-nilai budaya di kota besar. Fuadi berhasil menciptakan karakter-karakter yang kompleks, masing-masing dengan latar belakang dan konflik pribadi yang menarik. Hubungan antar karakternya menggambarkan dinamika persahabatan dan cinta yang penuh warna.
Gaya penulisan Fuadi dalam kedua buku tersebut tetap memukau, walaupun menyesuaikan diri dengan konteks dan tema yang berbeda. Pemilihan gaya penulisan yang sesuai dengan setting dan karakter menunjukkan kepiawaian Fuadi dalam menghadirkan pengalaman membaca yang mendalam dan menggugah dalam kedua novelnya.
Kesimpulannya, kritik yang disampaikan dalam resensi ini merupakan pandangan pribadi sebagai pembaca, namun hal tersebut tidak mengurangi nilai kedua novel. "Negeri 5 Menara" terutama, layak dibaca karena mampu memberikan motivasi bagi pelajar yang tengah menghadapi lingkungan belajar dan pertemanan baru. Novel ini memberikan pesan untuk tetap bertahan dan tidak takut bermimpi, karena selalu ada jalan untuk mencapai impian. Dengan mengajarkan makna perjuangan dalam dunia pendidikan, novel ini menjadi sumber inspirasi bagi pembaca untuk terus berjuang dan tidak pernah menyerah dalam meraih tujuan hidupnya.
Sedangkan untuk novel ranah 3 warna, dia memberikan pengetahuan dan membuka mata kita akan perjuangan dikota besar, persaiangan karier dan tekanan ekonomi di kota besar. persaiangan karier bagi orang yang beru merintis memang sangat sakit untuk dirasakan, namun lagi lagi novel tulisan a fuadi yang satu ini juga memberikan motivasi akan perjuangan hidup, dimana secara tidak langsung ingin mengatakan jika ada keinginan pasti akan ada jalan untuk mencapai mimpi tersebut. Dinamika kota besar yang sangat kompleks dengan gambaran fiksi yang sangat jelas serta bagaimana dinamika suatu hubungan yang juga begitu tumit. semua hal itu dikemas dengan indah secara penyampaian dan bisa untuk dinikmati remaja seperti saya ini.
Kedua novel ini sama-sama membuat saya terkesima saat membacanya, membangun alur cerita, dan dinamika yang dibangun di dalamnya. Selain itu, kedua novel ini juga memberikan pengetahuan baru bagi saya akan budaya serta watak orang indonesia yang cukup banyak ini. Setelah saya membaca kedua novel ini, saya merasa mempunyai energi yang positif yang memberikan saya semangat baru untuk melanjutkan kehidupan. Kedua novel ini juga menyadarkan saya bahwa tidak ada mimpi yang terlalu tinggi, jika kita sudah berani memimpikannya, kita juga mampu untuk mencapainya. Selagi masih ada usaha yang kita lakukan untuk mencapai mimpi itu, maka mimpi itu pantas untuk kita miliki. Saya sangat menyarakan untuk para remaja yang mungkin sedang merasa kurang pantas untuk bermimpi atau merasa mimpi kalian terlalu tidak mungkin untuk dicapai, menurut saya kalian harus menikmati perjalanan dengan membaca kedua novel ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H