Nama pengarang: Ahmad Fuadi
Judul buku: Negeri 5 Menara
Penerbit Novel: Gramedia Pustaka Utama
Tebal buku: 440 halaman
Tahun terbit: 2009 (cetakan pertama)
Link buku: Klik disini
"Negeri 5 Menara" merupakan buku pertama dari sebuah trilogi karya yang ditulis oleh Ahmad Fuadi. Buku ini menceritakan tentang kisah inspiratif dari perjalanan tokoh utama, yaitu Alif dalam menempuh Pendidikan di pondok pesantren. Seumur hidupnya Alif tidak pernah menginjak tanah di luar ranang Minangkabau. Namun, tiba-tiba dia harus pergi dan melintasi punggung Sumatera untuk memenuhi permintaan ibunya belajar di pondok pesantren di Jawa Timur.
Dihari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada (siapa yang bersunggung-sungguh pasti dia akan mendapatkannya). Mantera yang digaungkan dikelas pertamanya oleh Ustadz yang mengajar. Alif tidak pergi sendirian dalam perjalanannya. Ia ditemani oleh teman-temannya yang dipersatukan oleh hukuman jewer berantai. Alif berteman dengan Raja Lubis pemuda asal Medan, Said Jufri pemuda dari Surabaya, Dulmajid yang berasal dari Sumenep, Atang merupakan pemuda asal Bandung dan Baso Salahudding yang berasal dari Gowa.
Mereka berlima datang ke pesantren dengan tujuan dan impian yang berbeda-beda, tetapi di bawah bimbingan dan bantuan pemimpin pesantren, Kyai Rais, mereka belajar banyak tentang kehidupan, agama, persahabatan, dan tekad. Mereka berenam selalu berkumpul dan berdiskusi tentang apapun di bawah menara masjid pondok pesantren saat waktu luang. Hal itu membuat mereka berenam dijuluki sahibul menara. Sejak tahun pertama, mereka bercita-cita pergi merantau ke negara-negara yang memiliki bangunan dan menara yang terkenal di dunia saat dewasa kelak.
Enam bersahabat ini menjalani kehidupan pesantren dengan berbagai tantangan. Mulai dari tunduk pada peraturan asrama yang ketat, bermain kucing-kucingan dengan senior yang selalu siap menghukum setiap ada pelanggaran yang dibuat, hingga akhirnya mereka berhasil beradaptasi dengan kehidupan asrama dan tantang akademik di pondok. Mereka ikut berbagai perlombaan dan berkompetisi untuk memenangkan setiap perlombaan agar mereka tetap bisa eksis di lingkungan pesantren. Keberuntungan mereka terletak pada bimbingan ustad-ustad yang baik dan dibawah kepemimpinan Kyai Rais. Selain itu, metode pengajaran para ustadz di pondok pesantren mereka kadang berbeda dengan sekolah menengah atas pada umumnya. Hal itu membuat pembelajaran menjadi makin menarik dan menyenangkan.
Sangat disayangkan, pada tahun berikutnya mereka harus kehilangan salah satu sahabat mereka, yaitu Baso. Baso memutuskan untuk keluar dari pondok karena adanya permasalahan ekonomi keluarga. Hal ini membuat Alif dan teman-temannya merasakan kesedihan karena harus berpisah dari sahabat mereka Baso. Namun, hal tersebut tidak membuat para sahibul menara menyerah akan impian dan tujuannya. Dibawah bayang-bayang menara Pondok Madani, mereka bersumpah dan bertekad untuk meraih kesuksesan, menjadi orang besar yang dapat memberikan manfaat bagi banyak orang sekitar.