Faktanya, seringkali ada kontras antara pendidikan dan game. Biasanya stigma yang ada dalam masyarakat adalah anak-anak yang keseringan bermain game, maka mereka cenderung lupa atau mengabaikan pendidikan mereka sebagai prioritas. Banyak orang tua yang sering memarahi anak mereka saat bermain game, sehingga anak-anak kerap sembunyi-sembunyi untuk sekedar menghibur diri dengan game. Â Tidak sedikit pula kejadian tindak kriminal anak karena bermain game online. Contoh, banyak kasus anak yang rela mencuri (uang, helm untuk dijual, benda berharga) hanya untuk membeli voucher game online.
Semua hal tersebut dapat dihindari apabila ada pendidikan khusus tentang e-sport. Selain pengawasan orang tua, akan lebih baik apabila ada profesional (guru) yang juga turut membantu memberikan arah yang tepat untuk anak-anak dalam bermain game. Terutama game e-sport bergenre multiplayer.
Pendidikan e-sport yang baik dan yang utama adalah memberikan motivasi kepada para player (pemain) untuk apa mereka bermain game. Tujuan apa yang hendak mereka raih dan bagaimana meraihnya. Bila sekedar hiburan semata, maka kalah menang tidak akan menjadi masalah. Namun bila tujuannya menjadi profesional, maka sudah selayaknya bermain dan bekerja seperti profesional. Artinya, player yang serius dengan e-sport harus bermain layaknya atlet olahragawan sesungguhnya. Berlatih dengan aturan, sistem, dan pola tertentu. Menerapkan strategi, latihan dan kompetisi secara teratur. Meningkatkan level, kerja sama tim, mengikuti aturan internasional, serta etika-etika dalam permainan seperti fair play, no racism dan sebagainya.
Lebih jauh lagi, pendidikan e-sport tidak hanya sekedar bermain game. Akan lebih baik dan berguna bila mempelajari seluk beluk proses pembuatan game, pengembangan atau menciptakan game, pemasaran bisnis game e-sport, penelitian, seminar serta bentuk edukasi lain yang dapat dielaborasikan dengan e-sport. Dengan begitu, anak-anak generasi milenial tidak hanya gemar bermain game saja. Bahkan, praktik mempelajari bahasa asing pun akan lebih mudah diserap dengan bermain game (bahasa Inggris sebagai contoh).
Saat ini, pendidikan e-sport memang belum bisa masuk begitu saja dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Butuh proses panjang. Perlu kajian mendalam dan berbagai penelitian agar terwujud. Paling banter, pendidikan e-sport bisa dimasukkan dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Tentu saja dengan pembina yang berpengalaman dan mampu mengajarkan ilmu e-sport dengan baik dan profesional. Kompetisi antar pelajar dan turnamen antar daerah pun dapat diwujudkan dalam bidang ini. Terutama game yang bergenre multiplayer, atau dimainkan oleh orang banyak. Sisi kerjasama tim, menghargai lawan atau kawan sendiri adalah nilai moral yang cukup tinggi dalam permainan e-sport.Â
Bila sekolah-sekolah dan pemerintah jeli, ini adalah salah satu alat untuk mengurangi kegiatan negatif anak-anak muda seperti tawuran, nongkrong tidak jelas, balapan liar, dan sebagainya. Apalagi akses untuk bermain game saat ini sangat mudah sekali. Tentu saja, dukungan orang tua yang paling utama. Bukankah lebih baik anak menjadi gamer profesional daripada tidak menjadi apa-apa? Lebih bagus lagi, karir di pendidikan dan pekerjaan berimbang dengan status gamer profesionalnya. Karena bila sudah pro maka sponsor, gaji tinggi, serta bonus akan datang dengan sendirinya. Â Â
Ulan Hernawan
Referensi:
Jokowi Ingin Ada Pendidikan Jurusan E-Sport Di Indonesia (nasional.tempo)
Rekor Baru Hadiah Kompetisi Dota 2 Capai Rp. 277 miliar (kompas.com)
Garena Helat Turnamen Arena Of Valor Berhadiah Rp 7 miliar (liputan 6.com)