Mohon tunggu...
Ratih Amalia
Ratih Amalia Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga, Guru, Pendidik

Seorang Ibu Rumah Tangga yang berprofesi sebagai guru, terutama guru bagi kedua buah hatinya, Kakak Al dan Adik Gi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Refleksi dari Peristiwa Naas Rombongan Study Tour SMK Lingga Kencana

21 Mei 2024   09:27 Diperbarui: 21 Mei 2024   09:36 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Study Tour atau kunjungan edukatif telah lama menjadi bagian integral dari sistem pendidikan kita. Namun, insiden tragis yang baru-baru ini melanda siswa-siswa dari SMK Lingga Kencana di Subang telah memicu perdebatan publik tentang pelaksanaan dan manajemen Study Tour.

Pertama, kita harus mengakui bahwa Study Tour memiliki nilai edukatif yang signifikan. Mereka memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar lingkungan kelas, memperluas wawasan mereka, dan mendapatkan pengalaman praktis. Namun, insiden tragis seperti yang terjadi di Subang menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk evaluasi dan perbaikan dalam cara Study Tour diorganisir dan dikelola.

Seperti yang kita ketahui bersama, baru-baru ini telah terjadi Kecelakaan Maut Bus Rombongan Study Tour SMK Lingga Kencana di Subang, Jawa Barat, yang menewaskan 11 korban jiwa dan 17 orang lainnya mengalami luka berat, pada Sabtu (11/5/2024). Akibat peristiwa naas tersebut, kini profesi guru tengah menjadi sorotan publik. Banyak guru telah disalahkan, di-bully, dihina oleh masyarakat karena insiden ini. Publik menilai pelaksanaan Study Tour bagi siswa kelas akhir hanya ceremonial yang dimanfaatkan guru untuk mendapatkan "plesiran" gratis.

Meskipun penting untuk memastikan bahwa ada pertanggungjawaban atas apa yang terjadi, menyalahkan guru sepenuhnya mungkin bukan pendekatan yang paling konstruktif. Guru memang memiliki peran penting dalam menjaga keselamatan siswa selama Study Tour, tetapi tanggung jawab ini juga harus dibagi dengan lembaga pendidikan, orang tua, dan siswa itu sendiri.

Lembaga pendidikan harus memastikan bahwa mereka memiliki protokol keselamatan yang tepat dan efektif untuk Study Tour. Ini termasuk perencanaan yang cermat, penilaian risiko yang komprehensif, dan pelatihan keselamatan yang memadai untuk staf dan siswa. Orang tua juga harus dilibatkan dalam proses ini dan diberi informasi yang cukup tentang rencana dan protokol keselamatan.

Akhirnya, siswa sendiri juga harus memahami pentingnya keselamatan dan mereka harus diajarkan bagaimana bertindak dengan cara yang aman dan bertanggung jawab selama Study Tour. Edukasi ini bisa menjadi bagian dari kurikulum sekolah dan bisa diperkuat melalui sesi orientasi sebelum Study Tour.

Insiden tragis seperti yang terjadi di Subang adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Mereka mengingatkan kita bahwa sementara Study Tour memiliki banyak manfaat, keselamatan siswa harus tetap menjadi prioritas utama. Dengan pendekatan yang berimbang dan komprehensif terhadap manajemen dan pelaksanaan Study Tour, kita dapat memastikan bahwa mereka tetap menjadi pengalaman belajar yang berharga dan aman bagi siswa kita.

Ratih Amalia, Seorang Guru Biasa

Bukan Siapa-Siapa

Bukan Apa-Apa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun