Mohon tunggu...
Ula Hana Alya
Ula Hana Alya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Hukum Pencatatan Perkawinan

20 Februari 2024   21:22 Diperbarui: 20 Februari 2024   21:26 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

📌SEJARAH HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN SEBELUM LAHIRNYA UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
Untuk sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Adriaan Bedner dan Stijn van Huis menjelaskan: “Sebelum tahun 1974 penduduk Indonesia adalah tunduk pada berbagai peraturan perkawinan yang diwarisi dari pemerintah kolonial. Dengan cara yang biasanya bersifat pragmatis, Pemerintah kolonial tidak pernah berusaha untuk membawa semua warga negara di bawah satu undang-undang, melainkan hanya ikut campur dalam perihal keluarga jika dibutuhkan oleh tekanan eksternal, semisal dari gereja di Belanda yang ingin peraturan khusus untuk seluruh umat Kristen mereka di Hindia Belanda.”
Detail dari pluralisme hukum perkawinan tersebut juga terdapat dalam Penjelasan Umum dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Nomor 2, sebagai berikut:
a) bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku hukum yang
b) telah diresipiir dalam Hukum Adat;
c) bagi orang-orang Indonesia Asli lainnya berlaku Hukum Adat;
d) bagi orang-orang Indonesia Asli yamg beragama Kristen berlaku Huwelijks
e) Ordonatie Christen Indonesia (StbI. 1933 Nomor 74);
f) bagi orang Timur Asing Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina
g) berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan
h) sedikit perubahan;
i) bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warganegara Indonesia
j) keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku Hukum Adat mereka;
k) bagi orang-orang Eropa dan warga Negara Indonesia keturunan Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

📌SEJARAH HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
Pada tanggal 2 Januari 1974 diundangkan sebagai Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini merupakan RUU tentang perkawinan yang diajukan oleh pemerintah pada 22 Desember 1973, yang selanjutnya diteruskan dalam Sidang Paripurna DPR-RI. Sebagai pelaksananya diundangkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Juga dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Yang melatar belakangi lahirnya Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu ide unifikasi hukum dan pembaharuan hukum. Ide unifikasi hukum merupakan upaya memberlakukan satu ketentuan hukum yang bersifat nasional dan berlaku untuk semua warga Negara. Sedangkan ide pembaharuan hukum pada dasarnya berusaha menampung aspirasi emansipasi tuntutan masa kini dan menempatkan kedudukan suami dan istri dalam perkawinan dalam derajat yang sama, baik terhadap hak maupun kewajiban.
Ketentuan pencatatan perkawinan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdapat dalam Pasal 1 ayat (2), yaitu: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Sedangkan ketentuan instansi pelaksana pencatatan perkawinan terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yaitu:
(1) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
(2) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Sedangkan alat bukti dari adanya peristiwa perkawinan yang sah adalah Akta Perkawinan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11, yaitu:
(1) Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku.
(2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
(3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi.

📌PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN
Perkawinan yang tidak dicatatkan memberikan gambaran bahwa tidak ada bukti menjelaskan adanya  perkawinan dalam bentuk akta nikah, sehingga juga tidak ada  kepastian  hukum mengenai perkawinan tersebut. Dengan demikian, seorang suami yang menikah tanpa pencatatan tidak dapat mengenali anak istrinya. Hal ini tentu mempengaruhi psikologi dan minat anak. Hak atas perlindungan hukum, pendidikan, atau bantuan sosial. Perkawinan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari- hari setiap manusia. Sesuatu yang penting biasanya akan dilaporkan melalui teks atau ilustrasi sebagai pendahuluan dari kajian tersebut di atas. Salah satu cara sederhana untuk memastikan selalu ada perkawinan adalah dengan pencatatan.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sahnya  perkawinan didasarkan pada hukum agama masing-masing (pasal 2 ayat (1)). Ketentuan dalam Pasal  ini mempunyai arti, bila perkawinan itu dirayakan menurut tata cara, kaidah, dan adat istiadat agama seseorang, maka perkawinan itu sah menurut hukum. Pasal 2(2) UU Perkawinan menyatakan: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Artinya sahnya suatu perkawinan berdasarkan hukum agama masing-masing, namun  perkawinan itu tidak dapat diakui menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia, apabila perkawinan itu tidak dicatatkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencatatan perkawinan memiliki kepentingan yang sangat penting, diantaranya yaitu
1. Perlindungan hukum pencatatan perkawinan memberikan perlindungan hukum bagi pasangan suami istri hal ini untuk memperoleh hak-hak lehak seperti hak waris asuransi dan hak lainnya.
2. Kepastian status yang mana hal ini untuk menghindari kemungkinan sengketa terkait status pernikahan di masa depan.
3. Akses ke layanan publik pencatatan perkawinan sangat diperlukan untuk akses ke berbagai layanan publik seperti pelayanan kesehatan pendidikan dan lainnya.

📌ANALISI MAKNA FILOSOFI, SOSIOLOGIS, RELIGEOUS, dan YURIDIS PENCATATAN PERKAWINAN
Makna Filosofi
Penelitian perkawinan terkait mengikat janji dan komitmen antara dua individu dalam ikatan pernikahan. Pencatatan perkawinan secara simbolis saling mencintai, menghormati, dan mendukung satu sama sepanjang hidup. Hal ini melemahkan nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan persatuan dalam mencapai kehidupan yang baik bersama.
Makna Sosiologis
Menurut bagi sosiolog, sosiolog Pencatatan perkawinan mempunyai peranan penting dalam membentuk struktur sosial dan memperlemah hubungan antar pribadi dan memperlemah hubungan antar pribadi dalam masyarakat dalam komunitas. Pangakuan dan pengesahan resmi dari hubungan suami istri oleh masyarakat dan pemerintah segera berguna untuk mencatat perkawinan. Hal ini memberikan norma-norma sosial norma dan pedoman hukum yang menjunjung tinggi hak, kewajiban, dan martabat anggota masyarakat yang terkena dampak dan pedoman hukum yang menjunjung tinggi hak, kewajiban, dan martabat anggota masyarakat yang terkena dampak .
Makna Religius
Dalam konteks Dalam konteks agama , pencatatan perkawinan mempunyai peran penting dalam menegakkan keyakinan dan praktik keagamaan saat ini dan praktik keagamaan yang. Banyak agama mempunyai kepastianritual dan kepercayaan ritual dan kepercayaanyang harus dipatuhi untuk mengenali dan memahami kawinan yang harus dicermati agar dapat mengenal dan memahami kawinan. Pemimpin agama atau otoritas keagamaan yang relevan juga melibatkan pengakuan dan persetujuan dari pengetahuan perkawinan dalam konteks keagamaan.
Makna Yuridis
Dari sudut perspektif hukum ,pandang Pencatatan perkawinan mempunyai arti penting dalam bidang perlindungan hukum perlindungan hukum dan administrasi pengelolaan utang dan administrasi pengelolaan utang. Kedudukannya sehubungan dengan status paten dan paten-paten yang terkait, seperti paten, klaim asuransi, dan paten-paten lain yang diubah demi undang - undang. Selain itu, pengetahuan perkawinan juga penting untuk mengelola pendudukan guna memperoleh data akurat tentang perkawinan di suatu negara.
Secara umum pencatatan perkawinan mempunyai keunggulan sebagai keunggulan berikut : filosofi dalam ikatan janjidan komitmen Dansosiologi dalam membentuk struktur sosial; agama dalam menjunjung tinggi keyakinan agama; dan yuridis dalam menjaga ketertiban hukum dan mengatur kependudukan.komitmen; sosiologi dalam membentuk struktur sosial; agama dalam menjunjung tinggi keyakinan agama; dan yuridis dalam menjaga ketertiban hukum dan mengatur kependudukan. Peran penting dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara dalam berbagai aspek kehidupan.
 
📌PENDAPAT KELOMPOK TENTANG PENTINGNYA PERKAWINAN DAN DAMPAK YANG TERJADI BILA PERNIKAHAN TIDAK DICATATAKAN
Menurut kelompok kami, pencatatan perkawinan sangatlah penting karena memberikan jaminan hukum mengenai hak suami, istri dan anak. Pencatatan pernikahan juga diperlukan untuk memulai sebuah keluarga dan meninggalkan keturunan. Kegagalan mencatatkan perkawinan dapat menimbulkan dampak negatif secara sosiologis, agama, dan hukum. Secara sosiologis, anak yang lahir dari perkawinan di luar nikah dapat mengalami diskriminasi dalam pelaksanaan hak-haknya, termasuk hak asasi manusia atas pelayanan sosial, pendidikan, dan pencatatan kelahiran. Dari sudut pandang agama, perkawinan siri dapat dianggap tidak sah menurut hukum agama masing-masing. Secara hukum, perkawinan yang tidak dicatatkan tidak memberikan kepastian hukum atau perlindungan  bagi suami, istri, atau anak dan  tidak dapat sah kecuali jika dicatatkan menurut undang-undang. Oleh sebab itu, pengajuan pencatatan perkawinan sangat penting untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi suami, istri, dan anak.
 
📌Kelompok 3
1. Ula Hana Alya (222121169)
2. Erik Nugroho (222121175)
3. Muhammad Fathul Arhan (222121186)
4. Diva Novitasari (222121192)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun