Mohon tunggu...
Catatan

Utang Luar Negeri Tidak Selalu Sebagai Jalan Keluar

25 Mei 2015   09:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:38 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh

Uksin Mutia Ratih

Mahasiswa Konesentrasi Moneter Prodi Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Jember

Posisi utang luar negeri tahun 2015 sesuai dengan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Nasional Perubahan (APBN-P) yang dirilis bulan februari lalu meningkat menjadi 3.800 triliun. Posisi utang tersebut meskipun memiliki risiko turun 0,4 tetapi jumlahnya meningkat cukup tinggi dari yang dianggarkan tahun 2014 yaitu 2.800 triliun. Berdasarkan data posisi utang luar negeri Bank Indonesia sektor swasta menyumbang porsi terbesar yaitu 55,7 persen sedangkan sektor publik 44,3 persen. Utang swasta ini didominasi oleh lembaga non bank milik swaswa nasional pada akhir februari tercatat 47.614 juta US dollar.sedangkan BUMN jauh lebih rendah yaitu 26.417 juta US dollar. jumlah utang swasta tersebut terus mengalami pengingkatan dari bulan-bulan sebelumnya kurun waktu 2014-2015 ini.

Berdasarkan hasil analisa Badan Kebijakan Fiskal (BKF) utang luar negeri dilakukan untuk memenuhi kebutuhan investasi, modal kerja dan trade financing perusahaan. Selain itu kenaikan utang luar negeri swasta juga didorong dengan adanya supply dana dari luar negeri. Oleh karena itu perusahaan dalam negeri lebih memilih meminjam dari luar negeri dengan biaya yang lebih rendah daripada utang dalam negeri yang rata-rata memiliki bunga yang tinggi. Selain itu menurut direktur bank dunia Hekinus Manao (2012) utang dalam negeri harus simbang dengan utang luar negeri. pendapat ini disampaikan karena menurutnya utang dalam negeri berisiko, biayanya mahal dan ada peluang gagal bayar yang cukup tinggi. Selain itu pemerintah juga lebih sulit dalam mengawasi pinjaman karena bersumber dari masyarakat berbeda dengan pinjaman dari lembaga internasional yang terus mengawasi penggunaan pinjaman.

Sekarang jumlah utang luar negeri benar-benar meningkat dari tiga tahun lalu. Jumlah uatang luar negeri yang didominasi swasta ini memiliki risiko yang lebih tinggi. Kemampuan gagal bayar oleh perusahaan dapat menjadi beban negara pada akhrinya. Kejadian ini pernah terjadi sebelumnya pada tahun awal-awal tahun 2000.

Utang Dalam Negeri Bukan Langkah Buruk

Berbeda dengan pendapat yang disampaikan direktur eksekutif bank dunia Hekinus Manao, utang dalam negeri bukan suatu langkah buruk. Utang dalam negeri bisa dikatakan lebih baik daripada utang luar negeri. utang luar negeri ini sangat rentan terhadap perubahan kurs. Apabila mata uang rupiah tiba-tiba bergerak mengikuti gerakan pasar yang terdepresiasi seperti beberapa bulan sebelumnya akan merugi. Apalagi menuru data BKF baru sebagian kecil perusahaan yang melakukan pinjaman dengan hedging tercatat baru 22 persen dan 88 persen lainnya belum menggunakan hedging. Padahal hedging penting untuk melindungi nilai pinjaman agar tidak tergerus dari terdepresiasinya rupiah.

Perusahaan swasta atau pemerintah sendiri lebih hingga saat ini lebih tertari dengan utang luar negeri. Pertimbangan kecukupan modal dan bunga yang rendah mungkin menjadi salah satu pertimbangannya. Padahal jika utang dalam negeri lebih mendominasi maka bisa bedampak positif untuk pertumbuhan pendapatan dalam negeri. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa bunga pinjaman lebih mahal dibandingkan utang luat negeri. Tetapi pada akhirnya yang menikmati tersebut adalah masyarakat dalam negeri sendiri. Secara langsung ini akan berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan konsumsi masyarakat. Secara tidak langsung akan menguntungkan negara yaitu peningkatan pendapatan nasional.

Utang dalam negeri dapat berupa penerbitan surat berharga negara atau obligasi dapat dikembangkan dan dipromosikan pada masyarakat. Mengingattidak semua masyarakat yang memiliki dana ikut andil dalam menyumbang dana investasi membiayai pembangunan. Kekurangan dana lebih dipilih untuk dipenuhi dengan bantuan utang luar negeri. sudah saatnya Indonesia memiliki pandangan yang berbeda dan tidak cepat mnegambil keputusan yang hanya menguntungkan sesaat. Tetapi masyarakat yang menjadi sasaran dari hasil kebijakan juga perlu andilnya untuk ikut berperan dalam permodalan dalam negeri tidak melulu harus asing.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun