Mohon tunggu...
UKM GEMPITA UM
UKM GEMPITA UM Mohon Tunggu... Mahasiswa - Divisi Riset dan Pengembangan Keilmuan

GEMPITA (Gerakan Mahasiswa Peduli Inklusi dan Disabilitas) merupakan UKM di Universitas Negeri Malang yang berdiri pada tanggal 26 Februari 2018. UKM GEMPITA bergerak menyuarakan isu-isu terkait disabilitas dan inklusivitas di lingkungan kampus.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ungkap Tantangan Inklusi: Teman Disabilitas Berbagi Pengalaman Diskriminasi

9 Mei 2024   17:23 Diperbarui: 9 Mei 2024   18:09 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Arsip pribadi [Dari kiri: Oswaldus (narasumber penyandang tunanetra), Verdiany (narasumber HMD PLB UM), dan Burhanudin (moderator)]

Minggu, 28 April 2024 - UKM Gerakan Mahasiswa Peduli Inklusi dan Disabilitas (GEMPITA) Universitas Negeri Malang (UM) melakukan sharing session bersama para narasumber hebat. Kedua narasumber tersebut yakni Pak Oswaldus Linus Parut, mahasiswa S2 Pendidikan Khusus di UM dan juga penyandang disabilitas tunanetra, serta Verdiany Nurheriska Viany  yang merupakan perwakilan dari Himpunan Mahasiswa Departemen Pendidikan Luar Biasa UM. 

Dimoderatori oleh Burhanudin yang merupakan anggota Divisi Riset dan Pengembangan Keilmuan (RPK) UKM GEMPITA, topik yang diusung dalam diskusi kali ini adalah "Tumbangkan Batas: Membangun Lingkungan Kampus yang Inklusif dan Ramah Disabilitas". Topik ini diangkat karena berangkat dari permasalahan yang seringkali dialami oleh mahasiswa disabilitas di kampus yang seringkali mengalami diskriminasi. Oleh karena itu, diadakannya sharing session ini diharapkan dapat memberikan pendapat, harapan serta solusi dari permasalahan tersebut dan menciptakan lingkungan yang inklusi dan setara.

Selama sesi berlangsung, mereka berbagi sudut pandang dan tanggapan mengenai diskriminasi pada disabilitas yang terjadi di lingkungan kampus. Diskriminasi adalah suatu bentuk perbedaan sikap dan perlakuan yang seringkali dilakukan oleh golongan mayoritas kepada golongan minoritas, termasuk disabilitas. Diskusi tentang diskriminasi, khususnya terhadap individu dengan disabilitas, menggambarkan tantangan yang dihadapi untuk mewujudkan lingkungan yang inklusif. Dalam sharing session ini, Pak Oswaldus dan Verdiany juga membagikan pengalaman pribadi mereka terkait topik tersebut.

Menurut Pak Oswaldus, "Diskriminasi terhadap individu dengan disabilitas di lingkungan kampus seringkali terjadi dalam hal pelayanan dan fasilitas. Penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi individu dengan disabilitas dan menekankan bahwa penyapaan yang inklusif dapat membuat mereka merasa lebih diterima. Misalnya, ketika menjumpai teman yang tunanetra, maka sapa mereka terlebih dahulu untuk memulai jalannya interaksi. Hal ini karena teman-teman disabilitas sebenarnya secara peka dapat merasakan lingkungan yang kondusif, apabila diterima dan diperlakukan dengan baik oleh sekitarnya."

Verdiany menambahkan, "Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas membuat mereka sering dipandang negatif, padahal mereka memiliki potensi dan kemampuan seperti individu lainnya." Pengalaman pribadinya menunjukkan bahwa dalam situasi pembelajaran di PLB, interaksi dengan teman sekelas sangat penting untuk mengatasi perasaan terisolasi. Ia juga menyoroti bagaimana dirinya merasa terdiskriminasi saat pertama kali kuliah di lingkungan yang tidak akrab. Namun, Verdiany menemukan dukungan dan kesan yang positif di lingkungan Pendidikan Luar Biasa (PLB), yang membantunya merasa lebih diterima dan termotivasi untuk berkembang.

 

Sumber: Arsip Pribadi [sesi diskusi bersama narasumber]
Sumber: Arsip Pribadi [sesi diskusi bersama narasumber]

Selain itu, Pak Oswaldus menyoroti perlunya rasa percaya diri dan mental yang kuat bagi teman-teman penyandang disabilitas, sementara Verdiany menekankan pentingnya memanfaatkan kemampuan yang dimiliki agar tidak bergantung pada pandangan negatif orang lain. "Yang pertama, percaya diri. Kedua, mental yang kuat. Ketiga, jangan menganggap diri lemah. Keempat, jangan merasa malu, dan yang kelima harus punya prinsip," ucapnya. Meskipun masih terdapat pemikiran yang cenderung sempit dari orang lain terhadap teman disabilitas, diharapkan hal ini dapat menjadi motivasi dan pembelajaran tersendiri. 

Kedua narasumber juga menekankan untuk berani melaporkan jika terjadi adanya diskriminasi. Diskriminasi sangat besar pengaruhnya, terlebih terhadap proses belajar penyandang disabilitas yang menjadikannya kurang maksimal dalam pembelajaran. Oleh karena itu, Verdiany menambahkan bahwa melaporkan kejadian diskriminasi merupakan tindakan yang tepat. "Untuk tempat melapor terhadap diskriminasi, di UM sendiri bisa datang ke PLPBK (Pusat Layanan Penyandang Berkebutuhan Khusus) apabila merasa takut untuk lapor bisa melalui HMD terlebih dahulu atau GEMPITA untuk kemudiannya bisa dilaporkan ke pusat layanan," imbuhnya.

Di akhir sesi, kedua narasumber sepakat jika lingkungan sekitar seharusnya memberikan wadah bagi teman-teman disabilitas untuk bebas mengekspresikan bakat dan kemampuannya. Dan untuk mengatasi diskriminasi terhadap penyandang disabilitas, diperlukan perubahan dalam pola pikir lingkungan sekitar serta dukungan yang lebih besar dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, pengetahuan terkait inklusivitas sangat diperlukan guna menciptakan kesetaraan dan keterbukaan antara teman-teman disabilitas dan non disabilitas.

Diskusi ini dapat diakses secara lengkap pada laman Spotify UKM GEMPITA UM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun