Menjelang selesai tahun pelajaran, biasanya dilakukan beragam evaluasi. Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar organisasi tidak melakukan kesalahan yang sama. Minimal, apabila ditemukan beberapa bagian yang dianggap tepat, bisa diteruskan dan ditingkatkan kualitasnya.
Keberhasilan pendidikan di sekolah terjadi karena teroptimalisasinya semua unsur utama pendukung sekolah, yakni unsur pendidik, peserta didik, dan orangtua peserta didik. Tidak dapat dipungkiri, lemahnya salah satu unsur berakibat melemahnya pula kinerja sekolah. Dengan demikian, setiap unsur layak dievaluasi, sehingga tercapai cita-cita bersama.
Mengingat pendidik adalah garda depan, maka yang utama dilakukan evaluasi adalah pendidik atau guru. Terkait dengan beragam kebijakan sekolah yang berujung pada aplikasi layanan sekolah, sikap guru atau pendidik biasanya terkategorikan atas tiga strata, yakni:
1.Cosmopolitan. Ini adalah strata tertinggi dari sikap seseorang atau sekelompok orang yang modern dan siap dengan heterogenitas. Sikap ini merupakan sikap yang diekspresikan dari kemampuan menanggapi kebijakan yang ada dengan berpikir positif. Dasar berpikir positif itu menyebabkan guru atau sekelompok guru dimaksud mampu berkomunikasi secara mudah dengan teman atau pimpinan yang menurutnya telah bersikap egaliter. Dengan demikian, secara cepat dirinya bisa berbaur dan mengambil peran dalam beragam kegiatan atau layanan sekolah.
2.Absconder. Sesuai dengan akar katanya, abscond yang artinya menghindar, adalah orang atau sekelompok orang absconder adalah kelompok yang memilih menolak beragam kebijakan yang telah ditetapkan pimpinan sekolah. Sikap menghindar yang dilakukan pada dasarnya merupakan ekspresi penolakan terhadap beberapa yang yang telah ditetapkan, maupun atas situasi dan kondisi yang diciptakan pimpinan tetapi tidak disukainya. Perilaku absconder merupakan perilaku yang berasal dari sikap ego dirinya. Mengingat segala kebijakan, kondisi, dan situasi yang ada harus selalu sesuai dengan keinginannya, maka orang absconder cenderung berkualitas kurang baik dalam berkomunikasi.
3.Encapsulater. Kelompok strata ini merupakan orang atau sekelompok orang yang paling tidak kentara dalam menanggapi kebijakan yang ada. Orang yang encapsulate bersikap seperti kapsul tertutup. Ia memilih bersikap acuh (tidak peduli) dengan kebijakan, kondisi, dan situasi yang ada. Ia atau sekelompok orang seperti ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang ada karena dirinya tidak punya pilihan sebagai dampak dari ketidakpeduliannya terhadap lingkungannya (asosial)
Sebuah organisasi yang ideal apabila ditemukan sejumlah besar orang-orang cosmopolitan, dengan sebagian kecil absconder, dan escapsulater. Tentu saja, kita harus berpikir realistis bahwa di dalam organisasi yang secanggih apapun akan ditemukan segelintir orang yang kategori strata kedua atau ketiga.
Namun demikian, hendaknya diwaspadai apabila organisasi tempat kita bernaung ditempati oleh sejumlah absonder dan escapsulater. Orang-orang absconder mudah ditenggarai keberadaannya karena mudah dikenali dari sikapnya. Yang sangat dikhawatirkan adalah hadir dan menjamurnya orang-orang epcapsulater. Mereka bersikap seolah-olah turut pada kebijakan yang ada, padahal hanya sebatas ikut arus. Pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang tidak mau tahu sebagai ekspresi sikapnya yang menutup diri. Mereka adalah sejumlah orang-orang yang tak peduli dengan maju atau mundurnya kualitas organisasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI