Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa dengan berbagai perubahan signifikan yang terjadi pada beberapa domain, termasuk bagaimana remaja memproses pengalaman emosional (Bailen, Green, & Renee, 2018), Perubahan perkembangan yang dialami remaja juga berdampak pada kehidupan sosial. Dengan adanya transisi ke lingkungan sekolah yang lebih luas, harapan dari lingkungan yang emakin tinggi, dan peningkatan kemandirian dengan mulai berkurangnya interaksi dengan orangtua dan intensitas interaksi dengan teman, sebaya yang meningkat.Â
Oleh karenanya, peran kemampuan melakukan regulasi emosi pada remaja menjadi suatu keterampilan yang akan berdampak kepada kualitas hidup. Pada saat yang bersamaan, datangnya pandemi membuat pola interaksi dan lingkungan yang dihadapi remaja semakin kompleks. Perubahan yang hadir dari konsekuensi pandemi membuat permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya remaja pun semakin berkembang dan beragam. Tantangan yang dihadapi oleh setiap keluarga memiliki kekhasannya masing-masing, namun yang sama pada setiap keluarga adalah adanya perubahan kebiasaan di dalam keluarga sehingga perlu penataan dan penyesuaian kembali agar siap menghadapi ketidakpastian dan tetap menjalankan protokol kesehatan. Hal tersebut tidak luput berdampak pada remaja. Beberapa indikasi terganggunya kesehatan mental dan permasalahan emosi yang berdampak pada remaja seperti terjadinyap peningkatan angka perceraian keluarga dan kasus kekerasan fisik pada anak. Selain itu, kondisi pandemi juga berdampak pada aspek ekonomi, sehingga penghasilan keluarga menurun bahkan ada yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Remaja sebagai anggota keluarga dihadapkan dengan beberapa situasi sulit sekaligus dan membutuhkan dukungan agar kesehatan mentalnya dapat terjaga baik dan tangguh di segala situasi sulit yang dihadapinya. Kegiatan ini juga menekankan peran orangtua serta interaksi antar anggota keluarga untuk saling menguatkan secara psikologis.Â
Peran orangtua terutama dibutuhkan untuk mengembanggakan pola pikir positif pada anakanak, terutama remaja sehingga orangtua menjadi tauladan bagi anak dalam menyikapi segala situasi dan kondisi dengan jiwa yang tenang dan pikiran yang lapang. Ketenangan hati menjadi awal yang baik untuk berpikir solusi lebih lanjut. Berdasarkan hasil-hasil studi di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi psikologis remaja rentan terhadap isu-isu kesehatan mental, seperti stres, cemas, belum stabilnya emosi, serta. namun di sisi lain, kesadaran dan kemampuan remaja untuk mencari bantuan profesional belum berkembang secara optimal. Masa pandemi yang sudah berjalan lebih dari dua tahun juga menambah permasalahan psikologis yang dihadapi remaja. Oleh karenanya diperlukan intervensi komprehensif, yang melibatkan banyak pihak untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mencari pertolongan psikologis, serta keterampilan dalam meningkatkan ketahanan psikologis. Harapannya, remaja dapat memiliki keterampilan untuk melakukan regulasi emosi yang sehat, serta menjadi salah satu sumber dukungan ketahanan diri yang tidak hanya menyasar teman sebaya, tetapi juga menyasar masyarakat serta khususnya keluarga di masa transisi pandemi. Para remaja akan didorong untuk menjadi agen perubahan yang potensial di masyarakat untuk membantu mengembalikan kestabilan psikologis yang terdampak pandemi, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah.
Dukungan Psikososial Teman Sebaya Program dukungan psikososial untuk teman sebaya merupakan modifikasi dari pertolongan psikologis awal atau Psychological First Aid (PFA). Pertolongan Pertama Psikologis (PFA) adalah pendekatan untuk meningkatkan resiliensi karena adapat mengurangi gejala stres dan membantu pemulihan yang sehat setelah peristiwa traumatis, bencana alam, darurat kesehatan masyarakat, atau bahkan krisis pribadi yang dialami dalam keseharian (Department of Health Minnesota, 2022), PFA telah diadaptasi dan dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Dukungan Psikologis Awal yang berfokus kepada upaya pemberian dukungan secara psikologis agar dapat membantu mencegah dampak yang lebih buruk dan memberikan peluang bagi individu untuk mengembangkan kemampuan menghadapi situasi sulit (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020). Secara historis, program Dukungan psikologis Awal berangkat dari latar belakang kondisi di Indonesia yang sering dilanda bencana secara terus menerus dan dalam skala besar. Tidak hanya bencana alam, namun juga bencana "buatan manusia", yang merujuk kepada konflik antar suku, radikalisasi, yerorisme, dan rentannya kelompok minoritas (Hidayati, 2017), dari paparan bencana tersebut, ditemukan bahwa dampak psikologis dan sosial yang dihadapi sangat luas dan kompleks.
Kemampuan seorang penyintas bertahan mmenjadi sangat bergantung pada daya juang atau resiliensi yang dimilikinya. Oleh karenanya, penyembuhan secara psikologis menjadi prioritas sejalan dengan penyembuhan fisik agar penyintas dapat menjadi pribadi tangguh dalam menjalani hidup. Konsep Dukungan Psikologis Awal semakin berkembang dan tidak hanya mengarah pada terjadinya bencana saja, namun juga situasi sulit dalam kehidupan sehari hari. Situasi sulit dapat nerupa konflik dengan anggota keluarga, perilaku negatif dari lingkungan, serta berbagai masalah lain yang berdampak secara psikologis. Model Dukungan Psikologis Awal ini juga berkembang menjadi sebuah upaya preventif untuk menangani perilaku beresiko yang terjadi karena masalah atau situasi sulit yang dihadapi anak dan remaja (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2018), remaja yang memiliki keterampilan memberikan dukungan psikologis tidak hanya mampu mengelola diri sendiri lebih baik ketika menghadapi situasi sulit, namun turut menjadi faktor pendukung terciptanya lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang lebih baik. Mengingat pentingnya keterampilan pemberian Dukungan Psikologis Awal, tim pelaksana melakukan survei awal terhadap mitra, yaitu SMPN 247 Jakarta yang berlokasi di daerah Mampang, Jakarta Selatan. Hasil wawancara awal kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan tim guru BK, menunjukkan bahwa para siswa di SMPN 247 Jakarta rentan menghadapi situasi sulit, baik terkait akademik maupun non akademik, seperti hubungan dengan teman, orang tua, dan ekonomi. Profils sekolah yang terletak di lokasi yang padat penduduk dan didominasi oleh masyarakat tingkat menengah ke bawah, menjadikan profil peserta didik menjadi semakin rawan.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik remaja di SMPN 247 Jakarta adalah tawuran, perceraian orangtua, membolos, tidak pulang ke rumah, mencuri, dan lain-lain. Hal ini berdampak pada nilai akademik yang cenderung rendah dan regulasi diri yang buruk. Di sisi lain, kurangnya partisipasi orangtua dengan pihak, sekolah dalam penanganan masalah siswa semakin menambah kompleksitas penambahan. Dampak pandemi juga sangat terasa pada profil peserta didik di SMPN 247 Jakarta. Beberapa kepala keluarga harus berhadapan dengan kehilangan sumber pencahariaan, yang tentunya berdampak pada kestabilan psikologis remaja di keluarga tersebut. Berdasarkan profil yang diperoleh, mitra membutuhkan dukungan teman sebaya untuk membantu menyelesaikan permasalahannya. Hal ini sejalan dengan karakteristik remaja yang membutuhkan peran teman sebaya dalam mengatasi berbagai permasalahan (Santrock, 2007). Pelaksana program, mengemas kebutuhan mitra tersebut dalam bentuk pengabdian masyarakat.
Pada teknis pelaksanaannya, kegiatan ini didukung oleh mahasiswa dari program studi Psikologi dan Bimbingan Konseling yang juga berada pada masa remaja sehingga mitra merasa lebih nyaman untuk berinteraksi dan mengikuti program. Program pengabdian masyarakat ini disinergikan layanan psikologis dan kesehatan mental yang sudah dilakukan oleh guru-guru Bimbingan Konseling (BK) dan guru-guru agama. Adapun waktu pelaksanaan kegiatan, disesuaikan dengan alokasi waktu mata pelajaran BK.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI