Mohon tunggu...
Amin Tr
Amin Tr Mohon Tunggu... -

Pengelola www.ujungaspal.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perlawanan Kaum Berpunya

3 November 2013   14:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:39 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perlawanan ada dimana-mana. Salah satu perlawanan yang legendaris dalam dunia politik Indonesia era Orde Baru adalah lahirnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. PDI Surjadi yang dianggap boneka pemerintah mendapat antitesis dari kubu Megawati yang mendirikan PDIP meskipun tidak diakui oleh pemerintah saat itu. Represi terhadap gerakan ini dilakukan mulai dari gaya konvensional ala militer sampai pemberangusan citra dengan pelarangan penggunaan nama Sukarno Putri dibelakang namanya.

Perlawanan Aung San Suu Kyii juga Nelson Mandela adalah kisah perlawanan luarbiasa manusia terhadap perlakukan sewenang-wenang penguasa yang memiliki semuanya: uang, kekuasaan dan senjata.

Akar perlawanan yang kuat karena ingin mengangkat harkat kemanusiaan tanpa pamrih, selalu memiliki kekuatan yang nyaris tak pernah pupus. Namun potret perlawanan akhir-akhir ini yang tampak di depan mata kita sungguhmemiliki dimensi yang luar biasa. Keluar dari kebiasaan yaitu si fakir aset yang melawan penindas yang memiliki segalanya.

Perlawanan di era Demokrasi dengan sistem penegakan hukum yang lemah saat ini terlihat seperti sebuah arus balik. Keberadaan KPK, pejabat yang bersih, media yang gencar memberitakan kisah anti korupsi dan kesederhanaan hidup serta gelombang opini pribadi lewat media sosial dan forum-forum maya, menghadapi gelombang anti tesis dari pemilik kuasa dengan beragam polanya.

Perlawanan politik kaum berkuaa dengan mengaburkan data dan fakta dengan silat retorika adalah modus klasik dan terus menerus dihembuskan sebagai upaya saling tolong menolong bagi sesama pihak yang merasa tersentil atau bahkan tersudut oleh gerakan anti-korupsi. Gerakan ini mirip dua raksasa Rupakenca dan Kencakarupa dalam dunia pewayangan yang saling menghidupkan jika salah satunya terbunuh.

Rekayasa opini menggunakan survei dan monopoli media juga menjadi modus yang tak tersentuh oleh hukum manapun di negara ini.

Yang paling telanjang cenderung absurd (bagi sebagian orang) adalah gerakan menunjukkan kekayaan dengan berbagai cara. Narasi kesederhanaan yang merupakan inti dari penghentian korupsi seperti dikerdilkan dan dicemooh dengan aksi memamerkan koleksi mobil mewah mereka. Bisa jadi opini yang akan dibangun adalah bahwa memiliki mobil mewah tidak selalu korupsi, tetapi kesan yang muncul justru sebuah pesan kepemilikan yang berlebihan sebagai produk kebebasan yang nyaris tak terbatas di negeri ini dengan mengabaikan keadilan sosial.

Tak heran kalau dalam versi mini, kepemilikan motor 250 cc para pekerja juga menjadi tren dan penanda kesuksesan mereka.

Narasi kesederhanaan. kerja keras, anti korupsi dan politisasi semakin mendapatkan tantangan. Bangsa ini terpecah antara yang menginginkan korupsi dihentikan dan yang berharap tidak ada yang berubah dari kondisi saat ini. Menghentikan kebiasaan lama berarti pengakuan kesalahan, pengakuan kesalahan berarti siap dihukum, jadi buat apa berhenti korupsi lebih baik teruskan saja. Mungkin begitu ideologi para pelaku korupsi.

Apakah kita akan kecil hati dan menyerah ditelan gelombang pengkerdilan perjuangan membudayakan kesederhanaan, kerja keras dan anti korupsi? Pilihan ada di tangan kita untuk mewujudkan masyarakat yang bersih atau kembali jatuh ke dalam jurang kegelapan hukum rimba yang berbulu demokrasi karena tanpa kekuatan penegakan hukum.

Mari terus dukung para pejuang kesederhanaan, kerja keras dan anti korupsi dan anti politisasi yang semakin lama semakin banyak muncul. Sebut saja sebagai contoh kecil Anis Baswedan, Jokowi Ahok, Dahlan Iskan, Tim U19, Indra Syafri, Rismaharini, Teras Narang, dan jutaan lain yang masih tertimbun di bawah hingar-bingar berita di panggung tanpa sutradara ini.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun