"Allah menciptakan kita untuk bahagia. Kita pun jangan mencari-cari alasan untuk tidak bahagia. Mari berbahagia, sekarang, disini, seperti ini" Tulis Pak Faiz
Segala yang dilakukan manusia ujung-ujungnya untuk memiliki kebahagiaan. Mungkin kita bisa menemukan orang yang tidak mau kaya atau orang yang tidak mau menikah, tapi untuk bahagia semua orang sepakat ingin bahagia. Bahkan untuk koruptor sekalipun dia mencuri uang rakyat dengan beranggapan dengan banyak uang dia bisa bahagia namun nyatanya malah membuat merugikan orang lain, diri sendiri dan keluarganya.
Pertanyaan yang dasar bagi kita, "Apa sih kebahagiaan itu?" Sering kali kita terlalu ingin menggapai sesuai tapi tidak tahu dan mengerti apa yang kita capai itu. Melalui buku ini kita bisa tahu dan paham arti kebahagiaan dari Plato, via Al-Farabi dan Al-Ghazali, sampai Ki Ageng Suryomentara. Empat tokoh yang berjaya pada masanya. Bahkan tidak hanya menjelaskan tapi berikut cara-cara mencapainya.
Pertama dari tradisi Yunani kuno, yaitu Plato. Plato berpandangan bahwa manusia punya esensi, yaitu jiwa. Jadi kata Plato, hakikat manusia adalah jiwanya. Misalnya Anda sedang badmood, lalu setiap ketemu orang wajahmu cemberut, itu ekspresi dari jiwamu yang sedang badmood. Menurut Plato kita harus bisa membedakan antara kenikmatan dan kebahagiaan. Hidup bahagia pasti nikmat, tapi nikmat tidak selalu bahagia. Pak Faiz mencontohkan ketika kita sedang stres seketika haus, nah lalu kita minum, lewat minum itu kita merasa nikmat, namun kita tidak bahagia karena masih kondisi stres.
Selanjutnya dari Al-Farabi yaitu salah satu dari tokoh tradisi filsafat Islam. Pemikiran Al-Farabi tentang kebahagiaan hampir mirip dengan Plato yang berfokus pada jiwa. Menurutnya Jiwa memiliki daya gerak, daya mengetahui dan daya berpikir. Kalau daya-daya ini optimal, kita akan bahagia. Hal menarik dari Al-Farabi adalah konsep kebahagiaan sosial. Baginya tidak mungkin orang bahagia secara sosial tanpa bantuan orang lain. Bagaimana kita bisa bahagia ketika kondisi lingkungan kita tidak bahagia. Maka kita harus kerjasama untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Masih dari tradisi Islam yaitu Imam Al-Ghazali. Menurut Imam Al-Ghazali kunci kebahagiaan adalah mengenal diri. Mungkin selama ini kita tidak bahagia karena kita tidak kenal siapa diri kita. Misalnya kita suka pakai baju tipis, tapi karena kita tidak benar mengenal diri, ketika melihat orang lain pakai baju tebal, kita ikut-ikutan. Akhirnya tidak nyaman dengan apa yang dipakai. Maka, kenali diri terlebih dahulu. Kata Imam Al-Ghazali, supaya kita bahagia waspadai dua hal dan penuhi satu hal. Yakni, waspadailah syahwat dan amarahmu dan penuhi satu hal yaitu ilmu.
Setelah kita menyelami pemikiran tradisi Yunani dan Islam, mari kita menelaah pemikiran tradisi Jawa yaitu Ki Ageng Suryomentaram. Menurut Ki Ageng intinya untuk mencapai kebahagiaan yaitu hidup jangan kelebihan dan jangan kekurangan. Rumusnya 6S (sakbutuhe, sakperlune, sakcukupe, sakbenere, sakmesthine, sakpenake). Jadi harus tahu ilmunya dan tahu takarannya, kalau ada tidak tahu hidup bisa blunder. Akibatnya bisa kekurangan dan kelebihan.
Pemikiran keempat tokoh yang berasal dari tradisi berbeda tersebut masing-masing mengambil pendekatan yang berbeda. Meskipun ada titik temu dari keempatnya yaitu bahwa orang mesti mengenal diri sendiri sebagai titik berangkat dan orang menemukan diri sendiri sebagai titik tujuan. Mustahil orang mencapai kebahagiaan kalau tidak tahu siapa dirinya dan apa makna bahagia bagi dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H