Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggagas Permukiman Sehat Berbasis Inovasi Balitbang PUPR

19 Desember 2015   02:40 Diperbarui: 19 Desember 2015   02:40 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia bukan hanya dikenal sebagai negara dengan wilayah yang sangat luas, tapi juga dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak.  Menurut data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa. Dengan menggunakan asumsi Bank Dunia bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.21% per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia saat ini telah menembus angka 250 juta lebih. Bayangkan, seperempat milyar penduduk dunia ada di Indonesia! Tak bisa dipungkiri, jumlah penduduk yang dahsyat tersebut membawa implikasi banyak persoalan didalamnya.

Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi tanpa ditopang oleh ekonomi yang kuat menyebabkan jumlah penduduk miskin Indonesia relatif tinggi. Prediksi terkini, sekitar 28 juta lebih rakyat Indonesia masih berada pada garis kemiskinan.

Godaan untuk meraih kesempatan kerja dan penghidupan lebih baik di kota mendorong terjadinya arus urbanisasi yang tinggi. Kota-kota di Indonesia kemudian dibajiri warga yang banyak diantaranya justru tanpa dibekali dengan skill yang memadai.  Hal ini memicu timbulnya kawasan kumuh di perkotaan akibat jumlah penduduk yang tidak memiliki daya beli cukup untuk memperoleh perumahan yang layak huni. Bappenas mencatat total luas kawasan kumuh wilayah perkotaan di Indonesia telah mencapai 38. 431 Hektar dengan jumlah rumah tangga perkotaan yang menempatinya sebanyak 9,6 juta Kepala Keluarga.

[caption caption="Permukiman Kumuh di Ibu Kota (Sumber: kompas.com)"][/caption]

Dari kawasan kumuh ini kemudian membawa implikasi pada masalah klasik perkotaan lainnya; banjir dan sampah. Setiap tahun kita kerap disodori berita banjir di kota Jakarta yang seolah-olah menjadi agenda tahunan. Beberapa bulan yang lalu, media ramai memberitakan perseteruan DPRD Bekasi dengan Ahok perihal pengelolaan sampah Jakarta di TPS Bantargebang. Bagaimana soal macet? Jangan ditanya, itu mah sudah menjadi makanan sehari-hari. kondisi serupa juga dialami kota-kota besar lain di Indonesia.

Soal kawasan kumuh, banjir dan sampah ini seperti satu paket komplit yang saling terkoneksi satu sama lain. Kawasan kumuh biasanya mengokupasi bantaran sungai yang menyebabkan daerah sungai menyempit. Dari kawasan ini pula diproduksi berton-ton sampah yang tak terolah dan lagi-lagi pembuangannya bermuara ke sungai. Boleh dibilang akar permasalahan banjir dan sampah salah satunya adalah kawasan kumuh.

Dalam rangka penanganan masalah kawasan kumuh ini, Pemerintah Jokowi memasang target Indonesia bebas kawasan kumuh pada tahun 2019. Strategi yang dilakukan adalah dengan penataan kawasan kumuh perkotaan serta mencegah timbulnya kawasan kumuh baru. Sebagai kementerian teknis yang bergerak dalam penyediaan infrastruktur dan sarana prasarana publik, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kemudian menerjemahkan target bebas kawasan kumuh ini kedalam program mereka yang dikenal dengan program 100-0-100, yaitu 100% akses air minum, 0% luas kawasan kumuh perkotaan dan 100% akses sanitasi sehat bagi semua penduduk Indonesia.

Untuk mendukung program diatas, Kementerian PUPR mempunyai Badan Penelitian dan Pengembangan (balitbang PUPR) yang mengemban tugas untuk menciptakan produk-produk inovatif secara optimal dan berkelanjutan. Dari institusi ini kemudian lahir beragam produk unggulan yang bisa diaplikasikan dalam upaya pemecahan masalah-masalah tersebut diatas. Sebut saja, ada RISHA sebagai solusi rumah murah, ada komposter sebagai solusi penanganan masalah sampah, sumur resapan untuk solusi resapan air permukaan, ada bendung knock down untuk solusi penanganan banjir akibat luapan air sungai, juga ada IPAL biofilter untuk mengolah limbah cair rumah tangga. Komplit bukan? Rasanya dengan berbagai produk inovatif ini masalah banjir dan sampah bisa terpecahkan.

Dalam hal kebijakan penanganan kawasan kumuh, kita boleh optimis pemerintahan Jokowi bisa mewujudkan target Indonesia bebas kawasan kumuh di tahun 2019. Pasalnya, presiden Jokowi sudah terbukti berpengalaman dalam hal ini. Sambil flashback ke dua tahun lalu saat beliau menjabat sebagai Gubernur Jakarta, salah satu success story beliau adalah cerita relokasi warga dari bantaran sungai serta merevitalisasi kawasan kumuh disana. Sesuatu yang tidak bisa (susah?) dilakukan gubernur sebelumnya.

Kampung deret Petogogan merupakan contoh bagaimana skema Jokowi sebagai gubernur Jakarta saat itu dalam penataan kawasan kumuh di Jakarta. Asal tahu saja, kampung deret Petogogan ini mengaplikasikan salah satu produk inovasi Balitbang PUPR, yaitu RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat). Dengan konsep Risha, Rumah Deret Petogogan dibangun dengan cara menyusun panel-panel struktur beton secara sambung menyambung serupa permainan lego. Selain secara harga jauh lebih murah, rumah deret petogogan terlihat lebih unik dan menarik. Secara kualitas pun rumah konsep RISHA ini kokoh dan mudah perawatannya. 

[caption caption="Aplikasi Risha pada Kampung Deret Petogogan (Sumber: portalpu)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun