Mohon tunggu...
Ofi Sofyan Gumelar
Ofi Sofyan Gumelar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Warga Kota | Penikmat dan rangkai Kata

Today Reader Tomorrow Leader

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Diorama Bale Panyawangan: Menyulap Arsip Menjadi Lebih Atraktif

5 November 2015   09:13 Diperbarui: 5 November 2015   09:39 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada satu pertanyaan yang selalu membuat saya penasaran sejak zaman masih memakai seragam sekolah dulu. Kenapa dalam pelajaran sejarah tidak pernah ada kisah sejarah tentang Purwakarta, kota dimana saya tinggal? Entah itu jaman kerajaan, jaman perjuangan atau era pasca kemerdekaan. Sebagai seorang pelajar yang lebih tertarik sejarah dibanding matematika, saya juga ingin tahu dong soal sejarah kota ini. Masa sih tak ada cerita sejarah seputar kota ini yang bisa ditulis?

Tentang kegelisahan ini, saya sempat tanyakan kepada guru saya di sekolah dulu. Beliau hanya menggelengkan kepala, karena tak ada cerita tersebut di kurikulum buku sejarah yang dipegangnya.

Cerita sejarah yang selama ini saya dapatkan dari buku pelajaran pun hanya berkisar pada kisah sama yang terus diulang sejak saya SD, SMP dan SMA. Hanya bobot ceritanya saja yang terus diperbanyak. Tak ada kisah yang menyebut soal kota saya. Masih mending kota tetangga, Karawang dengan Rengasdengkloknya, sempat tercatat dalam kisah sejarah kemerdekaan yang menjadi saksi perjuangan para pemuda perumus proklamasi kemerdekaan saat ‘mengamankan’ Soekarno-Hatta menjelang detik-detik proklamasi kemerdekaan.

Saya yakin, sebenarnya ada lembaran sejarah kota ini yang bisa ditulis untuk diceritakan pada masyarakat umum. Hanya saja mungkin layaknya kepingan puzzle, kisah di kota ini bagai satu keping puzzle yang sangat kecil dibanding kisah lain sehingga menjadi kurang penting untuk diekspos. Setidaknya minimal potongan kecil ini bisa diceritakan bagi warga kotanya saja, supaya mereka bisa lebih mengenal kotanya lebih jauh dan menjadi bangga akan kotanya. Iya kan?

***

Rupanya saya tak perlu menanti sebuah jawaban (kayak judul lagu band Padi ajah…) lebih lama lagi. Cerita sejarah kota Purwakarta ini kini telah disajikan secara lengkap di Diorama Bale Panyawangan. Beberapa hari lalu saya mengunjungi tempat ini.

Sejatinya, Bale Panyawangan adalah museum arsip. Beragam arsip dari jaman baheula yang tersimpan rapi di Kantor Arsip Purwakarta kemudian digelar di Diorama Bale Panyawangan ini. Asyiknya, dengan bantuan kecanggihan teknologi beragam arsip ini kemudian ditransformasi dalam beragam bentuk, baik secara audio maupun visual. lembaran-lembaran arsip yang dulunya hanya berupa berkas-berkas kertas, potongan berita Koran dan sebagaikan kemudian ditulis ulang dalam bentuk digital dan diorama yang disajikan secara menarik. Disini, dijamin pengunjung tak akan bosan menikmati sajian edukasi dari museum arsip ini. Banyak hal yang bisa diulik.

Dari segi pemilihan tempatnya saja, Diorama Bale Panyawangan ini sudah menarik. Museum arsip ini menempati salah satu gedung kembar peninggalan jaman belanda yang bergaya art deco yang direnovasi sedemikian rupa sehingga menjadi lebih cantik. Letaknya yang berdekatan dengan stasiun kereta kota Purwakarta menjadikannya menjadi mudah diakses warga luar kota yang mau berkunjung ke sini. Kabarnya dibutuhkan dana tak kurang dari Rp. 1,2 Milyar untuk merehab gedung ini. Tahap perencanaannya saja membutuhkan anggaran senilai lebih dari Rp. 3,5 Milyar untuk membiayai konten dan desain museum arsip ini. Untuk membuat sebuah galeri arsip yang atraktif memang dibutuhkan kebutuhan dana yang cukup besar.

Tak heran dengan perencanaan desain grafis, desain interior, tata lampu, dan lainnya yang matang menjadikan tempat ini menjadi begitu atraktif. Kalau tidak salah, museum arsip ini diresmikan sejak bulan Juni 2015. Dan saya baru mengunjungi tempat ini sekarang? Hadeeehh, kemana saja si aku ini euy?

Di pintu gerbang museum arsip, kita akan disambut oleh sepasang pemandu yang berpakaian adat khas sunda. Pemandu pria memakai baju kampret serba hitam dengan ikat kepala, sementara mojangnya memakai pakaian kebaya putih. Dengan ramah mereka akan menawarkan untuk memandu kita menyusuri isi museum arsip tersebut. Jadilah salah satu dari mereka kemudian menemani saya berkeliling.

Memasuki diorama Bale Panyawangan ini kita serasa menelusuri lorong waktu dari masa lalu hingga masa kini. Disini, rangkaian cerita sejarah Purwakarta disajikan mulai dari jaman kerajaan Padjajaran hingga ke jaman Bupati saat ini secara berurutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun