"Mana bisa olahraga saat berpuasa, yang ada badan lemas bawaannya ingin rebahan terus!"
Begitu kurang lebih jawaban saya setiap kali ada teman yang mengajak berolahraga ringan di bulan ramadan. Saya pikir keengganan berolahraga jamak berlaku bagi kebanyakan orang di bulan puasa ini. tapi itu dulu, perlahan sekarang saya mulai sedikit demi sedikit mengajak tubuh berkeringat di bulan puasa ini. Kok bisa?
Pasalnya saya sudah sedikit mendapat motivasi untuk memaksakan diri berolahraga meskipun di bulan Ramadhan. Kebetulan juga ramadan kali ini ada dalam suasana pandemi corona, yang memaksa kita untuk lebih banyak di rumah. kebanyakan rebahan juga kan gak baik. Iya gak sih?
Baru-baru ini saya berbincang dengan seorang teman yang berprofesi sebagai fitness coach di salah satu gym di kota saya. Darinya saya seperti mendapat insight untuk rutin berolahraga. Hebatnya lagi untuk membujuk saya berolahraga, pendekatannya bukan soal buat kesehatan atau soal kebugaran. Tapi dia bercerita dari sisi sejarah islam. Maksudnya Gimana ya?
Katanya, sejarah mencatat bahwa kemenangan-kemenangan umat Islam dalam perang kebanyakan terjadi di bulan Ramadan. Sebut saja, perang badar, perang khandak, perang ain jalut, pembebasan Andalusia dan banyak lagi. Ini mengindikasikan kalau bulan ramadan bukan alasan buat berdiam diri, mengurangi aktivitas dan hanya rebahan saja.
Bisa dibayangkan, rasul dan sahabat berada pada kondisi lingkungan yang berat mampu melalui bulan puasa ini dengan tetap berperang. Masa kita gak bisa buat sekedar sedikit berkeringat? Begitu katanya.
Lagipula, kondisi iklim di Indonesia relatif ringan. Wilayah khatulistiwa tuh terhitung punya cuaca yang nyaman, gak terlalu panas dan gak terlalu dingin pula. Terus waktu puasanya juga termasuk pendek. Paling berkisar 12-13 jam. Bandingkan dengan Murmansk di Rusia yang bisa mencapai 20 jam waktu puasanya.
Dipikir-pikir, benar juga apa yang teman saya bilang. Sedikit menyentil dia juga berseloroh, "Kamu gak mau olahraga karena lemas atau malas?"
Kalau dipikir lebih jauh, rasanya lemas bukan alasan. Ramadan sebelumnya ketika masih belum ada kebijakan social distancing, kita bela-belain pergi ngabuburit biarpun haus dan lapar. Apa bedanya dengan kondisi sekarang juga kalau waktu ngabuburitnya dipakai buat berolahraga? Iya gak?
Pertanyaannya, olahraga apa dan kapan waktunya? Jawabannya sih, ya apa saja dan bisa kapan saja. Tapi buat yang tak terbiasa berolahraga di bulan puasa, ada baiknya olahraganya dilakukan pada waktu menjelang berbuka atau pas ngabuburit saja, biar kalau haus kan gak terlalu jauh dari waktu berbuka. Terus, berhubung sekarang harus banyak di rumah, baiknya jenis olahraga yang memang bisa dilaksanakan di dalam rumah saja.
Selain jenis dan waktu, beberapa hal juga perlu diperhatikan dalam berolahraga saat berpuasa. Pertama, Intensitas. Intensitas adalah berat atau ringannya usaha latihan yang kita lakukan. Soal ini, bisa dilakukan dari yang intensitas rendah hingga sedang, sesuai kebiasaan kita. Buat saya yang sebelumnya jarang berolahraga, tentu saja intensitasnya harus dimulai dari kondisi rendah dulu. Rating intensitas bakal berpengaruh pada frekuensi. Untuk ukuran saya yang jarang berolahraga, teman saya menyarankan dimulai dari 2 kali seminggu, kemudian dirapatkan menjadi tiga kali hingga nanti bisa setiap hari. Minggu ini saya mulai menambah frekuensi olahraga menjadi tiga kali seminggu. Lumayan laah. Ukuran intensitas ini juga bakalan berpengaruh pada durasi latihan.Â