Pagi itu, Di sudut pojok ruang kantor terlihat Cepi (37) sedang serius dengan handphone ditangannya. Matanya tak lepas dari layar gawai pintar di genggaman tangannya, ia seperti tak terpengaruh dengan aktivitas sekitar yang mulai ramai berdatangan satu persatu pegawai kantor. Tampak dipangkuannya tergeletak tumpukan koran hari ini yang masih terlipat rapi.
Cepi adalah loper koran langganan di kantor kami. Saya sering membeli koran kompas secara eceran padanya. Kata teman-teman karyawan senior di kantor ini, ia telah berjualan koran di kantor kami sekitar sepuluh tahun lamanya. "Saya lagi baca-baca berita terkini, pak!" begitu jawabnya saat saya tanya apa yang sedang dilakukannya pagi itu.
Cepi segera menyodorkan koran hari itu pada saya. Katanya sudah lumayan lama ia menunggu saya, jadi daripada iseng ia memanfaatkanya dengan membaca-baca berita di handphonenya. Lumayan gratisan dapat wifi dari kantor ini, katanya sambil terkekeh.
"Memangnya baca berita apa? Kan bisa atuh buka-buka dari koran cetak yang kamu jual?" iseng saya bertanya buat membuka percakapan lebih lanjut. Dari penuturannya, setidaknya ada beberapa alasan mengapa ia lebih memilih membaca berita dari handphonenya.
Pertama, jelas dia tidak bisa membuka-buka koran cetak yang dijualnya karena itu kan barang dagangan. Meskipun terkadang ia sering dijengkelkan dengan ulah karyawan yang sering membuka-buka koran tapi tidak membeli, ia memegang prinsip kalau penjual tidak boleh membuka-buka koran yang dijualnya biarpun tidak disegel.Â
Kedua, koran cetak terkadang tidak menyajikan berita atau informasi yang terjadi di sekitar tempat kita tinggal, kalau pun ada beritanya tak akan selengkap berita online yang seringkali berantai.Â
Ketiga, ia tak perlu keluar uang untuk membaca berita, cukup bermodal handphone dan menyambungkan ke wifi kantor yang super kenceng, dengan mudah ia bisa memperoleh berita apapun.
"Sekarang kan lagi rame soal pilkada Purwakarta dan Jawa Barat, jadi saya perlu update beritanya biar gak ketinggalan obrolan sama Bapak-bapak di kantor atau tetangga di rumah," begitu alasannya mengapa dia senang membaca-baca berita online seputar daerah.
Sambil bercanda saya merebut hape dari genggamannya. Ah, rupanya ia sedang membuka aplikasi kurio.
--
Aktivitas Cepi di pagi hari itu seperti menunjukkan paradox kondisi media massa saat ini. Cepi bagian dari mata rantai bisnis media cetak, sementara disisi lain ia lebih menikmati berita media online. Apakah ini menjadi gambaran senjakala media cetak sebagaimana dilemparkan pertama kali oleh wartawan senior Bre Redana dalam artikelnya "Inilah Senjakala Kami..." di kompas edisi 28 Desember 2015 lalu? Bisa jadi. Kini, Media online adalah sebuah keniscayaan.