Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Realitas itu berlapis sebab itu ilmu dan kebenaranpun berlapis

22 Desember 2015   19:12 Diperbarui: 22 Desember 2015   19:39 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

…

Sebelum memberi pemaparan yang lebih jauh,saya ingin memberi suatu analogi terlebih dahulu,..

Anda datang ke sebuah pertunjukan sandiwara yang mengetengahkan suatu ceritera yang sangat menarik menurut anda,dimana setelah adegan demi adegannya usai dipertunjukkan maka di ujung ceritera anda dapat menangkap kesan kesan tertentu yang bersifat mendalam yang kemudian dikemas sebagai ‘makna’ dari ceritera sandiwara tersebut. dan itulah ‘realitas pertama’ yang dapat anda tangkap dari sebuah adegan ceritera sandiwara.tetapi lalu anda sadar bahwa anda tidak sendiri,ada banyak orang yang juga ikut mengamati adegan demi adegan ceritera sandiwara itu,dan artinya ada realitas lain selain yang telah anda tangkap, dan untuk masuk ke realitas lain yang lebih dalam seputar isi ceritera sandiwara itu yang melibatkan banyak penonton lain maka tentu anda harus berinteraksi dengan banyak orang yang ikut menontonnya. tetapi lalu,apakah itu adalah realitas terakhir yang bisa anda tangkap seputar isi ceritera sandiwara itu .. ternyata tidak,karena ternyata masing masing para penonton menangkap kesan serta memberi makna yang berbeda beda-tidak seragam terhadap isi ceritera sandiwara itu,dan melihat fakta demikian lalu mungkin anda penasaran ingin menangkap makna yang sesungguhnya-‘hakiki’ seputar isi ceritera sandiwara itu yang anda anggap sebagai ‘realitas terdalam-terakhir’,dan itu hanya akan bisa anda dapat tentu saja hanya dari sang pencipta ceritera sandiwara itu yang adalah tentu hanya seorang, sebab ialah yang mengetahui ‘hakikat’ sebenarnya seputar makna sesungguhnya dari isi ceritera sandiwara itu

Itu hanya analogi untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud ‘realitas’ itu senantiasa berlapis dan manusia dapat masuk ke tahap demi tahap dari lapisannya mulai dari lapisan permukaan yang bersifat lahiriah hingga yang terdalam,dimana ‘yang sesungguhnya-yang hakiki’ senantiasa ada di lapisan yang terakhir-terdalam yang adalah bersifat abstrak,dan ini kelak untuk mematahkan pandangan yang beranggapan bahwa ‘realitas’ pengertiannya adalah sebatas segala suatu yang serba dapat tertangkap dunia inderawi,sebab seluruh apa yang tertangkap dunia inderawi adalah realitas yang merupakan lapisan ‘terluar’

Dan dari semua realitas yang dapat kita tangkap dengan dunia panca indera kita yang berupa serpihan beragam peristiwa-kejadian maupun yang telah tertulis sebagai sejarah maka dibalik itu semua akan selalu ada lapisan realitas lain dibaliknya yang dapat kita tangkap yaitu realitas adanya sebab-akibat yang melatar belakanginya yang tidak selalu dapat nampak secara langsung.suatu realitas yang bersifat lahiriah bisa lahir dari sebab sebab yang bersifat abstrak dan demikian pula sebaliknya,realitas yang bersifat abstrak bisa lahir dari sebab sebab yang bersifat lahiriah,sehingga yang lahiriah dan yang abstrak senantiasa terikat oleh hubungan kausalitas artinya masing masing tak ada yang dapat berdiri sendiri sendiri.dan pada lapisan terdalam dari realitas ada lapisan lain yang merupakan ‘penyebab pertama’, yang merupakan hakikat dari terjadinya sebuah peristiwa atau kejadian,atau dengan kata lain pada lapisan terdalam inilah terdapat essensi atau makna terdalam dari semua realitas nampak,dimana lapisan terdalam ini hanya dapat difahami apabila manusia sudah dapat mengenali eksistensi keberadaan Tuhan. kesimpulannya, tiadalah suatu realitas yang nampak secara lahiriah itu dapat terjadi melainkan hal itu berhubungan secara kausalitas dengan lapisan realitas lain yang bersifat abstrak  

Itulah dalam kehidupan,realitas pertama atau realitas ‘permukaan’ adalah semua yang dapat kita tangkap melalui dunia panca inderawi,tetapi manusia bukanlah binatang yang menangkap realitas sebatas ‘permukaan’,manusia memiliki akal dan hati-nurani-mata batin yang dapat menangkap adanya lapisan realitas lain selain yang nampak kepada dunia panca inderawi.dengan akal nya manusia dapat menangkap realitas adanya : konsep-mekanisme-konstruksi-struktur-desain-pola-rasionalitas, dibalik realitas nampak,terakhir, pada lapisan terdalam,mata batin dapat menangkap adanya essensi-intisari-landasan dasar-hakikat dari segala suatu,misal yang berkaitan dengan Tuhan adalah adanya kehendak Ilahi-hikmat Ilahi-makna Ilahiah yang berada diatas bangunan konstruksi kebenaran berdasar logika atau yang mendasari lahirnya beragam bentuk kebenaran berdasar logika.

Realitas yang berlapis otomatis melahirkan bentuk ilmu pengetahuan yang berlapis dan lalu bentuk kebenaran yang berlapis,dengan kata lain realitas-ilmu-kebenaran itu tidaklah berkonstruksi ‘datar’.dan adanya realitas yang berlapis lalu ilmu yang berlapis dan lalu kebenaran yang berlapis itu identik-paralel dengan adanya lapisan peralatan berfikir-penangkap realitas yang berbeda beda yang ada pada diri manusia : panca indera-akal-hati (mata batin),masing masing dari peralatan berfikir itu menangkap realitas pada lapisan yang berbeda tentu dengan kualitas yang berbeda antara satu dengan lain.dunia indera menangkap lapisan terluar-akal menangkap lapisan ‘pertengahan’ dan hati-nurani-mata batin menangkap realitas terdalam-essensial-hakikat dari segala suatu

Tetapi adanya konstruksi lapisan demi lapisan realitas itu hanya dapat kita fahami apabila kita memahami konsep ‘ilmu pengetahuan’.atau dengan kata lain, ilmu pengetahuan mengantar manusia kepada memahami lapisan demi lapisan dari realitas serta tentu dapat memahami perbedaan antara satu lapisan dengan lainnya secara konseptual.atau dengan kata lain, tiap lapisan dari realitas itu akan membentuk konsep ilmu pengetahuan tersendiri.sebagai contoh,ilmu fisika-kimia-biologi-astronomi-teknologi dlsb. adalah jenis ilmu yang menelusur realitas dunia alam lahiriah-material,atau ilmu yang lahir sebagai akibat  dari penelusuran alam fikiran ke realitas dunia alam lahiriah-material,kemudian ilmu logika adalah bentuk ilmu yang lahir sebagai efek dari penelusuran alam fikiran ke lapisan realitas abstrak yang ada dibalik yang nampak-yang terbatas dapat dijangkau oleh kemampuan akal dalam berfikir,sedang ilmu hakikat-ilmu hikmat (ilmu makna-pemaknaan) adalah bentuk ilmu ilmu yang ditunjukkan oleh kitab suci khususnya untuk menelusur essensi-intisari-hakikat-lapisan terdalam dibalik semua realitas yang nampak.dengan kata lain dibalik ilmu ilmu empiris yang diungkap dalam sains ada ilmu logika-ilmu hakikat-ilmu hikmat yang merupakan bentuk ilmu ilmu yang lahir sebagai akibat dari penelusuran alam fikiran ke dunia abstrak-non fisik dibalik yang nampak-fisik

Dan terakhir,sebagai akibat dari adanya realitas yang berlapis serta lalu ilmu pengetahuan yang berlapis maka wujud dari kebenaran pun menjadi berlapis pula,sehingga ada beragam bentuk kebenaran,ada kebenaran empirik-bentuk kebenaran yang berdasar pada fakta yang tertangkap dunia inderawi,ada kebenaran logic-bentuk kebenaran berdasar penalaran logika akal fikiran,dan ada pula bentuk kebenaran yang disandarkan pada hakikat dan hikmat Ilahi.tiap bentuk dari kebenaran itu tentu bukan untuk dipertentangkan antara satu dengan lain,seperti pernah terjadi dalam sejarah adanya pertentangan antara faham empirisme vs rasionalisme, tetapi untuk disatu padukan atau untuk difahami secara menyatu padu 

Sebagai contoh,ketika anda membaca berita dari koran atau melihat melalui televisi maka anda akan menangkap beragam peristiwa yang terjadi dan itulah lapisan realitas yang pertama yang semua itu akan menantang alam fikiran-mata batin anda untuk mengekploitasi atau mendalami beragam lapisan lain yang bersifat abstrak dari semua peristiwa yang nampak yang diberitakan itu,maka lahirlah beragam logika-pendalaman akan hakikat-pemaknaan-pencarian akan hikmat Ilahi

Masalahnya sekarang,bagaimana cara menyatupadukan atau memahami secara menyatu padu beragam jenis lapisan realitas-ilmu pengetahuan-kebenaran itu ? .. sungguh itu bukanlah pekerjaan yang mudah-memerlukan konstruktor ilmu-kebenaran, bahkan tak bisa hanya mengandalkan kemampuan ber filsafat - bermain logika dan apalagi hanya sekedar pengetahuan saintifik, tetapi harus dengan mulai melibatkan Tuhan.dan mesti diingat bahwa bila tidak berupaya memahaminya secara menyatu padu maka konsekuensinya manusia akan cenderung memahami semuanya itu secara terpecah belah-parsialistik, dan sebagai contoh,ini adalah karakter cara pandang pos modernism yang karena gagal dalam memahami segala suatu secara menyatu padu maka  mereka cenderung mengkotakkan segala suatu (yang berlapis itu) atau cenderung memahami segala suatu secara terkotak kotak-parsialistik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun