[caption id="attachment_361606" align="aligncenter" width="300" caption="Sumut,pos.co"][/caption]
…
Tujuan bernegara-bermasyarakat mulai dari zaman dahulu kala hingga hari ini (dalam kaitannya dengan rakyat) terlepas dari bentuk pemerintahan serta system apa yang digunakan apakah itu berbentuk kerajaan atau republik dlsb. adalah : aman-damai-makmur-adil-sejahtera-dirahmati Tuhan. kedalamnya tentu tak akan masuk prinsip prinsip yang kini banyak didengungkan seperti ‘hak politik rakyat’ atau bahkan ‘demokrasi’ misal,sebab keduanya itu hanya cara dan sama sekali bukan tujuan dasar manusia dalam bermasyarakat-bernegara.dan karena ia adalah sebuah cara maka wajar bila harus selalu di evaluasi, beda dengan tujuan yang adalah sebuah 'kebenaran mutlak' yang tak perlu lagi di evaluasi melainkan harus dijadikan sebagai PARAMETER
Tetapi kenapa akhir akhir ini kita semua disibukkan-di buat lelah-dibuat banyak berdebat-berselisih-dibuat pusing mempermasalahkan cara. coba lihat di TV hampir tiap hari orang orang-para politikus-pengamat politik berdebat soal-masalah politik, tetapi yang mereka perdebatkan sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah cara-teknis sehingga terkadang malah lupa kepada essensi tujuan.terkadang malah asas tujuan seperti : aman-damai-adil-sejahtera-dirahmati Tuhan seperti lenyap oleh cara cara yang justru menimbulkan biaya yang membengkak-konflik-benturan-saling fitnah-saling sikut-sogok menyogok-money politik dlsb.ini malah namanya cara yang malah melenyapkan tujuan dasar bermasyarakat. dan tak dapat dipungkiri bahwa hal seperti itu terjadi salah satunya dalam proses pilkada langsung dan secara global menjadi salah satu ciri kegelisahan masyarakat zaman sekarang di negara tertentu
Biaya yang sangat besar untuk menyelenggarakan pilkada misal jelas menggerogoti biaya yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat,ini real bukan teori atau hipotesa,rakyat kecil pun tahu.dan kalau mereka disuruh memilih opsi pilkada tak langsung dengan imbalan uang pilkada langsung itu boleh mereka gunakan untuk kesejahteraan hidup mereka maka saya yakin mereka akan menerimanya
Dan sebenarnya kalau orientasi kita kepada tujuan dan bukan kepada cara maka seharusnya cara menuju tujuan yang sulit-ribet-mahal-rentan konflik sosial-money politik dlsb seharusnya bisa dipotong-dipangkas.sebab dalam hal penyelenggaraan negara yang terpenting adalah tetap pada praktek realnya. dipilih langsung atau tak langsung toh pada akhirnya tetap akan kembali pada kualitas sang penyelenggara nya itu sendiri. sebab itu yang terpenting adalah yang terpilih merupakan orang yang tepat atau mencari orang yang tepat. dan urusan ‘mencari orang yang tepat’ ini justru tidak semua lapisan masyarakat tahu-faham-mengerti. sebagian rakyat terkadang hanya ikut memilih tetapi belum tentu mereka bisa memilih yang terbaik.malah terkadang mereka memilih seseorang bukan mencari yang terbaik tetapi karena dipengaruhi oleh unsur unsur lain yang menyimpang dari tujuan seperti karena faktor emosional-faktor pengaruh uang sogokan dlsb.atau sebagian asal memilih tanpa tahu kualitas orangnya.akhirnya yang terbaik malah bisa tersingkir melalui pemilihan langsung,dan yang terpilih malah yang paling memiliki pengaruh emosional bagi pemilih yang sebenarnya tak berhubungan dengan kualitas penyelenggaraan negara,misal karena yang bersangkutan mantan artis terkenal,lebih parah lagi andai-bila yang terbaik tersingkir dan yang terpilih adalah yang paling banyak memberi (maaf) ‘sogokan’-ini yang paling parah dari pilkada langsung
Dengan kata lain inti masalah pilkada ini sebenarnya adalah mencari orang yang tepat untuk menyelenggarakan pemerintahan secara benar-bertanggung jawab.dan bila hanya untuk tujuan itu bukankah masih bisa melalui cara cara yang lebih simpel (?) .. artinya,mengapa harus mencari lewat jalan yang ribet-rumit dan berbiaya tinggi terlebih dahulu kalau persoalan-jalan keluar serta tujuan utamanya sebenarnya bisa disederhanakan dan dipastikan ?
Selama ini yang kita kedepankan bahkan cenderung di 'dewa kan' - yang menjadi parameter selalu proses bukan tujuan, hanya karena dalam proses itu ada semboyan yang seperti ‘memabukkan’ : 'demokrasi-hak politik rakyat-suara rakyat suara Tuhan' dlsb.padahal jangan jangan itu semua hanya 'euforia' atau 'semboyan atau bahasa politik' semata, sebab yang diingini rakyat kebanyakan itu sebenarnya bukan semata mata hal hal teoritis seperti itu tetapi menikmati pemerintahan yang baik- adil-menyejahterakan.rakyat kecil tidak akan terlalu menengadah ke langit-ke dunia ide ide yang memabukkan tetapi mereka akan lebih banyak melihat ke bumi tempat mereka bernafas.saya pikir kebanyakan rakyat kecil sebenarnya tak akan terlalu fokus ke masalah 'hak politik rakyat' misal sebab mungkin saja kebanyakan rakyat justru sebenarnya ingin cara cara yang tidak ribet-berbiaya murah agar dana nya bisa digunakan untuk menyejahterakan mereka walau andai mereka tak di ikut sertakan dalam proses nya.terkadang istilah ‘hak politik rakyat’ atau semboyan ‘suara rakyat suara Tuhan’ lebih banyak didengungkan justru oleh para politisi praktis-pengamat politik sementara rakyat kecil nya sendiri mungkin malah tak terlalu mempermasalahkannya, sebab memikirkan masalah real sehari hari saja mungkin mereka sudah puyeng.
Salah satu solusinya mungkin : rakyat cukup memberi saran-masukan kepada para wakil mereka apa yang mereka inginkan untuk dijalankan dalam pemerintahan termasuk meminta untuk ikut mengawasi-termasuk memberi masukan orang yang dianggap cocok-pantas untuk diangkat dan setelah itu biar para wakil mereka yang memilihkan mana yang terbaik.rakyat kecil akan sesak nafas mendengar biaya pilkada yang teramat besar sementara tingkat kesejahteraan masyarakat kita masih jauh dibawah negara negara lain.mereka mungkin ber angan angan andai biaya itu digunakan untuk menyejahterakan kehidupan mereka-membiayai kala mereka sakit-membuat pasar rakyat yang bisa di cicil atau digunakan memperkuat subsidi BBM misal agar harga BBM tidak naik
Dan kalau memakai sistem pemilihan langsung justru orang orang tertentu yang sangat ambisius terhadap kekuasaan yang terkadang seringkali bisa masuk dan lalu bisa naik, yang salah satu cirinya : mereka seringkali menggunakan cara cara yang negative untuk meraih kekuasaan misal mempengaruhi pemilih dengan uang dlsb.setelah jadi penguasamalah kita yang berbalik menjadi was was, kita takut jangan jangan mereka orientasi kepada mencari keuntungan materi misal,bukan orientasi kepada mengabdi kepada rakyat ...
Saya sebenarnya bukan pengamat politik hanya mengungkap isi hati semata tetapi seorang pengamat politik pasti mencermati secara seksama proses politik yang sedang terjadi.dan salah seorang pengamat politik itu berkata di TV one : 'pilkada langsung mudaratnya luar biasa parah, melahirkan konflik sosial-keretakan sosial-jual beli suara melahirkan tata kelola pemerintahan yang amburadul dlsb’, katanya. dan tambahan : mungkin malah bisa jadi memberi jalan buat orang tertentu yang ambisius yang kelak bila terpilih malah bisa jadi berpotensi jadi koruptor,dan sebaliknya bila tak terpilih berpotensi masuk rumah sakit (semoga fenomena ini segera berhenti)
Ada pengamat politik yang membela pilkada langsung dan berdalih bahwa soal korupsi bukan ekses langsung yang diakibatkan oleh pilkada langsung.menurut saya apa pun ekses ekses negative yang bisa kita bayangkan yang lahir dari opsi tertentu yang di pilih maka yang tetap terbaik adalah memangkas cara cara yang mudaratnya lebih banyak dari pada manfaatnya.sebab ingat yang pasti adalah bila pilkada tak langsung yang dipilih maka uang triliunan itu bisa digunakan untuk program mensejahterakan rakyat, dan benturan-keretakan-keterpecahan sosial bisa diminimalisir
Dan demonstran pro pilkada langsung memiliki argument bahwa andai pilkada melalui DPRD maka itu dianggapnya akan memudahkan terjadinya kolusi, maka disini kita harus berfikir pragmatis mencari cara yang lebih simpel saja dahulu jangan terlebih dahulu mengedepankan prasangka, apalagi bila jalan keluar yang lain-yang ada malah lebih rumit dan memiliki lebih banyak mudarat misal.dan untuk tidak terjadi hal yang tak diharapkan seperti kolusi misal maka rakyat bisa meminta hak untuk mengawasi secara lebih intens.tetapi memang mungkin sulit untuk bisa bersih 100 persen sehingga opsi yang harus diambil adalah mengambil mana yang paling sedikir mudaratnya
Tetapi apapun yang saya ungkapkan diatas kemungkinan besar tak akan didengar oleh orang orang yang masih terbuai oleh semboyan semboyan romantik atau yang masih mengalami euphoria demokrasi,sehingga cenderung menutup mata pada fakta sesungguhnya yang terjadi. sebab semua hal negative yang telah saya ungkapkan diatas bila di bingkai oleh prinsip demokrasi’ akan seperti nampak ‘indah-bisa dimaafkan’ padahal demokrasi itu kan hanya cara-bukan tujuan yang tentu saja sampai kapanpun yang namanya cara itu harus selalu di evaluasi.kalau orang sudah lebih orientasi kepada cara-proses dengan melupakan essensi-tujuan menurut saya itu sudah merupakan sebuah pembalikan parameter
….
Ini hanya suara saya sebagai bagian dari rakyat kecil .. dan juga hasil mendengar suara rakyat kecil di lapangan.entahlah dengan suara rakyat elit … saya tidak tahu
terima kasih
…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H