Artikel ini bukan hendak membahas masalah yang berkaitan dengan aspek materiil dari kasus Wayan Mirna-Jessica, apakah materi yang dikumpulkan penyidik sebagai bahan untuk menjerat Jessica maupun materi yang dikumpulkan pengacara Jessica sebagai bahan pembelaan, bukan untuk memperdebatkan dua materi yang datang dari dua pihak yang berlawanan itu.Â
Saya tak mau terjebak kepada urusan penyidik dan pembela yang masing masing tentu memiliki bahan materiil sendiri sendiri. Karena pertama, masalah itu bukan kewenangan dan bukan keahlian saya dan kedua, saya sendiri tidak tahu mana sebenarnya diantara kedua pihak itu yang benar dan secara pribadi saya pun tidak memiliki ambisi untuk membela sang tersangka juga tidak memiliki suatu perasaan pribadi agar Jessica dijadikan sebagai tersangka misal.
Jadi dalam masalah ini saya berupaya untuk 100 persen bersikap netral. Saya hanya salah seorang yang selalu takut apabila seorang yang tidak bersalah harus dihukum oleh perbuatan yang tidak pernah dilakukannya apalagi dengan bentuk hukuman yang sangat berat seperti hukuman mati. Sebab itu tulisan ini lebih menitik beratkan kepada anjuran untuk memegang prinsip kehati hatian-tidak dilandasai oleh suatu ‘perasaan’ atau emosi tertentu termasuk khususnya dalam menyikapi suatu kasus kriminal
Yang akan dibahas disini adalah filosofi mendasar dalam memandang atau menyikapi suatu kasus atau permasalahan kriminal seperti yang dialami oleh Jessica K.W..Â
Menurut saya menghadapi kasus yang cukup rumit seperti kasus Jessica kita harus mempersiapkan terlebih dahulu filosofi tertentu yang bersifat mendasar sebelum kita masuk ke substansi serta teknis permasalahan seperti misal membuat dugaan dan lalu melakukan tindakan seperti mengumpulkan fakta fakta materiil sebagai bahan penyidikan
Perlukah sebuah ‘filosofi mendasar’ sebagai landasan untuk memandang permasalahan secara mendalam sebagaimana kasus Jessica ?
Menurut saya sangat sangat perlu. Agar kita--masyarakat dan termasuk penyidik tidak selalu berfikir dan bersikap pragmatik dalam menyikapi kasus seperti itu.
"Sikap pragmatik" di sini dapat diartikan sebagai ‘tindakan yang ingin serba cepat-instant tetapi dengan melupakan filosofi yang bersifat mendasar’. Sikap pragmatik itu misal sikap yang mengharuskan suatu kasus kriminal untuk segera diselesaikan dengan menghadirkan sang tersangka atau memandang dan menyikapi suatu kasus tanpa pendalaman atau tanpa ‘filosofi’ lagi dengan selalu langsung ke tindakan yang bersifat ‘teknis’.Â
Atau dengan kata lain filosofi atau pandangan mendasar itu harus kita miliki agar kita tak terjebak pada sikap ‘pragmatisme’ yaitu sikap ingin serba cepat, serba instan tetapi dengan melupakan pendalaman terhadap prinsip atau filosofi yang bersifat mendasar
Dan kedua, filosofi mendasar itu perlu agar dalam permasalahan seperti kasus Jessica ini kita tak dibawa atau tak diombangambingkan oleh rasa perasaan emosi yang bisa berujung pada sikap yang negatif misal, disamping tuntutan agar polisi segera menetapkan tersangka, juga menuntut agar seseorang yang selama ini dicurigai segera ditetapkan sebagai tersangka.Â
Padahal dalam tiap kasus kriminal polisi tak boleh menetapkan target ‘harus segera menetapkan tersangka’ karena prinsip demikian bisa berakibat fatal misal mengkriminalisasi seseorang yang belum tentu bersalah.dengan kata lain proses penyidikan kasus kriminal harus berjalan ‘alami’-netral-tanpa beban emosi-tanpa tekanan publik dan atau beban ‘target profesi’( seperti merasa bahwa menjadi penyidik dalam kasus kriminal itu harus selalu berhasil menetapkan tersangka).