Istilah "nothing to lose" mengacu pada sebuah sikap mental yang cenderung tidak terlalu mengejar ambisi-hanya fokus-orientasi kepada berjuang dan berjuang tanpa merasa dibebani oleh target tertentu yang muluk muluk.
Sikap mental seperti ini biasa kita dengar dalam dunia sepakbola, sebuah kesebelasan papan bawah yang menyadari mereka sedang berhadapan dengan tim-tim besar yang memiliki kans dan ambisi lebih besar untuk menjadi juara, maka mereka biasanya bermain dengan prinsip "nothing to loose", bermain sebaik mungkin tanpa dibebani oleh ambisi-ambisi yang terlalu besar.Â
Uniknya, bermain dengan prinsip seperti itu membuat para pemain bola tersebut nampak lepas dalam bermain-tidak kaku, tidak tegang dan efeknya tidak membuat kesalahan-kesalahan yang tidak perlu yang biasanya dilakukan oleh kesebelasan yang bermain dalam kondisi tegang karena dibebani target tertentu.
Tidak sedikit kesebelasan yang bermain dengan sikap mental nothing to lose yang malah berhasil meraih trofi juara karena mereka bisa menampilkan bentuk permainan terbaik dan grafik permainannya selalu stabil.
Sedang kesebelasan dengan ambisi yang terlalu menggebu-gebu untuk mengejar target tertentu terkadang kandas di tengah jalan akibat cara bermain yang malah terkadang menjadi amburadul yang diakibatkan oleh perasaan yang terlalu tegang kala bermain walau yang bermain dikenal publik sebagai kesebelasan papan atas.
Pertanyaannya, apakah sikap mental seperti itu dapat kita aplikasikan dalam menghadapi beragam permasalahan kehidupan sehari-hari?
Nothing to lose tentunya bukan sikap pasrah tanpa berusaha--bukan pula mengecilkan semangat juang, tetapi sebuah sikap yang lebih mengedepankan prinsip orientasi pada kerja, kerja, dan kerja sebaik mungkin tanpa menargetkan hasil.
Karena kalau hasil terlalu ditargetkan, bisa saja pekerjaan malah amburadul atau minimal timbulnya banyak gangguan yang tidak perlu di tengah jalan.
Memiliki cita cita--harapan--bahkan ambisi adalah sebuah keharusan sebab semua itu dapat mengkristal menjadi energi jiwa.
Tetapi energi jiwa itu harus dibingkai oleh pemahaman akan sebuah sikap mental yang matang--dewasa--stabil agar dalam perjalanannya tidak main hantam--tidak grasa-grusu sehingga efeknya adalah menggerogoti atau melemahkan energi jiwa itu sendiri.