[caption id="attachment_418734" align="aligncenter" width="300" caption="images:moeflich.wordpress.com"][/caption]
..
Mysteri rahasia kemahatakterbatasan
Dalam perikehidupannya sehari hari secara naluriah manusia senantiasa bergumul dengan problem keserbaterbatasan-segala suatu yang berasal dari yang serba terbatas sebagai bagian dari problematika kehidupannya,sebab manusia memang di setting untuk menangkap-memahami serta mengelola hal hal yang serba terbatas. dalam arti,manusia hanya dapat memahami serta mengelola sesuatu apabila sesuatu itu diberi batas atau memiliki batasan,bahkan manusia dapat mengenal Tuhan itu bukan karena Tuhan itu terbatas tetapi karena akal fikiran dapat menemukan batasan definisi definisi yang dapat mengarahkan manusia kepada memahami adanya Tuhan,dan secara lebih mendalam lagi ketika memasuki wilayah iman; karena Tuhan memberi batasan definisi tentang diriNya : maha agung-maha mulia-maha kekal dst.dengan kata lain definisi tentang sesuatu adalah batasan pemahaman manusia tentang sesuatu itu. hal yang serba terbatas atau keserbaterbatasan itu lalu manusia konsepsikan sebagai ‘ilmu pengetahuan’-‘kebenaran’
Tetapi dalam kegaduhan dan kesibukannya bergumul dengan realitas keserbaterbatasannya,adakah yang sesaat mau berpaling ke dunia ‘yang sunyi senyap tanpa gegap gempita dan kegaduhan’ yaitu mencoba mendalami ‘kemaha takterbatasan’ (?) .. mungkin sebagian beranggapan untuk apa,..bukankah itu suatu hal yang bisa dianggap ‘tidak pragmatik’ (?)
Memang sangat jarang bahkan di dunia filsafat sekalipun pun orang yang mencoba berbicara tentang ‘kemaha tak terbatasan’ sebagai obyek ilmu pengetahuan,sehingga bisa dikatakan itu topik pembicaraan yang masih belum banyak tersentuh.para ilmuwan-pemikir terkadang hanya fokus pada memperhatikan apa yang ada di alam semesta raya dengan kekaguman yang luar biasa tetapi jarang yang memikirkan : apa dibalik atau diluar alam semesta nan luas itu (?) .... dan mengapa saya mencoba berbicara tentang ‘kemaha tak terbatasan’,.. karena hal itu bukan hanya sebuah konsep tetapi sebuah realitas-kenyataan,suatu yang PASTI adanya walau kepastian adanya tentu bukan dengan dibuktikan secara empirik tetapi dengan jalan berlogika serta menggunakan ‘mata batin’,dengan kata lain kemaha takterbatasan itu sebuah realitas yang tak dapat ditangkap oleh pengalaman dunia inderawi tetapi dapat dilihat oleh alam fikiran kita.dan saya memiliki bukti rasional tentang hal itu yang dapat diungkapkan kepada publik
Begini :
Alam semesta adalah wujud materi atau suatu yang paralel dengan dunia materi dan itu suatu hal yang pasti,dan materi sekecil atau sebesar apapun adalah suatu yang memiliki batas-memiliki tepi batas terakhir walau bila mengacu ke dunia fisika quantum tepi batas materi terhalus itu bersifat ‘abu abu’ tidak ‘hitam-putih’,tetapi secara kasatmata harus kita katakan ‘memiliki batas’,sebab yang tidak memiliki batas atau tepi batas yang dapat diukur dengan jelas seperti ruh-fikiran-perasaan maka itu tak dapat kita sebut sebagai ‘materi’
Nah karena alam semesta adalah materi maka betapapun alam semesta disebut ‘maha luas’ tetapi ia PASTI memiliki tepi batas yang terakhir yang pasti dapat anda bayangkan sendiri,dengan kata lain betapapun alam semesta itu luas tetapi suatu hal yang mustahil apabila ia maha tak terbatas alias tidak memiliki tepi batas terakhir.nah yang ingin saya tanyakan atau ungkapkan kepada anda (dan tak perlu dijawab-cukup direnungi) adalah : dibalik tepi batas alam semesta yang terakhir itu apa dan bagaimana (?) ..maka saya menyebut ‘sesuatu’ dibalik atau diluar tepi batas alam semesta yang terakhir itu sebagai ‘kemahatakterbatasan’ artinya sesuatu yang sudah tidak memiliki batas lagi,sebab apabila masih memiliki batas maka ia pasti harus disebut materi dan masih mungkin merupakan bagian dari alam semesta itu.dan karena masalah ini tak dapat dimuarakan kedalam pemahaman empirik-kognitif maka saya hanya dapat memuarakannya kedalam konsep teologis dengan memparalelkan kemahatakterbatasan itu dengan dzat Tuhan, dan,..selesai,sebab apalagi dan bagaimana lagi yang dapat manusia dalami tentangnya selain pada akhirnya hanya dapat menyandarkannya kepada masalah ketuhanan. sebab sebagai perbandingan,ketika manusia menggumuli yang serba terbatas mereka dapat menganalisisnya-mengukurnya dan lalu memastikannya dengan memuarakannya kepada konsep konsep yang bisa serba pasti dan terukur,tetapi tentu berbeda 180 derajat  ketika mereka berhadapan dengan problem kemahatakterbatasan
Sebab kemaha takterbatasan tentu tak dapat kita analisis secara lebih mendalam lagi sebagaimana kita terbiasa menganalisis obyek atau hal hal yang serba terbatas,dan itulah realitas keterbatasan manusia ketika sudah berhadapan dengan fenomena adanya kemahatakterbatasan.dengan kata lain kita tak bisa mendalami problem ‘kemahatakterbatasan’ dengan metodologi empirisme maupun rasionalisme untuk menghasilkan ilmu pengetahuan yang obyektif-serba terukur melainkan hanya dapat memahaminya dengan bantuan ilmu teologi.dan sebab itu kemaha takterbatasan tentu tak bisa menjadi obyek penelitian sains bahkan filsafat, sebab sudah berada diluar kemampuan dunia indera dan akal fikiran untuk dapat menangkap-mendalami dan memahaminya.dan secara prinsipil kita masih bisa memahami adanya ‘kemahatakterbatasan’ itu karena kita bercermin kepada sesuatu yang merupakan kebalikannya yaitu keserba terbatasan yang biasa kita gumuli
Oleh sebab itu ‘kemahatakterbatasan ini cukup difahami adanya dan dimuarakan kepada konsep teologis sebab kalau difikirkan secara mendalam apalagi sampai dibayang bayangkan maka manusia bisa menjadi ‘gila’,sebab fikiran manusia ibarat wadah yang hanya dapat diisi secara terbatas,apabila diisi sesuatu yang melewati batas maka wadah itu dapat pecah.sebab itu lewat judul yang saya buat saya mewanti wanti agar tidak terlalu mendalaminya apabila belum siap secara psikologis maupun teologis
Sebab itu saya bukan ingin mengajak siapapun untuk menjadi ‘gila’ dengan memikirkan masalah kemahatakterbatasan ini sebab saya sendiri sangat ngeri dan ketakutan apabila mencoba membayang bayangkannya,takut akal fikiran saya menjadi rusak binasa.tetapi pertama,cukup hal ini sebagai cermin betapa terbatasnya kita dan hanya dapat memahami hal hal yang memang terbatas,dan kedua, cermin untuk menyadari serta memahami betapa maha tak terbatasnya Tuhan yang esa,sebab kita tak dapat menemukan diamana tepi batas Tuhan.
Dan kemahatakterbatasan hanya dapat diparalelkan dengan ke esa an dan tak dapat diparalelkan dengan bilangan dua atau apalagi lebih,sebab bila masuk ke bilangan dua atau apalagi lebih maka akan otomatis masuk ke wilayah ‘terbatas’.hanya konsep ‘esa’ yang dapat paralel dengan kemahatakterbatasan.dengan kata lain ini bukti logic bahwa Tuhan itu hanya mungkin ada satu (!) ..sebab bila ‘tuhan’ banyak maka masing masing akan otomatis memiliki tepi batas akhir-tidak lagi serba ‘maha’ dan itu berlawanan dengan realitas adanya kemahatakterbatasan
Dewasa ini sebagian manusia kukuh berpegang teguh kepada konsep konsep yang serba terbatas seperti konsep empirik hingga ke konsep rasionalistik dan mengedepankan ‘obyektivisme’ lalu menolak agama-masalah ketuhanan dengan berpegang pada parameter yang serba terbatas-dibatasi tersebut.tetapi kalau kita menghadapkan konsep konsep yang berasal dari keserbaterbatasan itu pada realitas adanya kemahatakterbatasan (yang melingkungi kehidupan alam semesta termasuk kita yang ada didalamnya) maka betapa semua itu akan berantakan untuk selalu disebut sebagai ‘satu satunya parameter kebenaran’. dengan kata lain karena ada fenomena kemahatakterbatasan itulah maka dalam dunia ilmu pengetahuan manusia akan selalu bertemu dengan fenomena keserbatakpastian-keserbatakterukuran-mysteri-kegaiban-teka teki yang disatu sisi semua itu menunjukkan sifat keterbatasan manusia dihadapan kemahatakterbatasan. itu sebab mendalami masalah ini (apabila memahami salurannya) dapat bermanfaat besar sebab dapat menghayati ke maha an Tuhan serta menyadari akan keserbaterbatasan manusia sehingga tidak harus menuntut segala sesuatu untuk selalu ‘obyektif’ atau selalu serba ‘terukur’ apalagi selalu ‘empirik’
…………………………………
Nah,problem selanjutnya setelah kita dapat memahami adanya realitas kemahatakterbatasan dibalik keterbatasan adalah : apakah kemahatakterbatasan itu terpisah sama sekali dengan keterbatasan termasuk kita yang berada didalamnya,.. ataukah ia meliputi bahkan mengatur serta mengendalikan perikehidupan kita (?)
…………………………………..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H