Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

LGBT, Normal Menurut Psikolog Sekuler Tetapi Abnormal Menurut Penilaian Tuhan, Mana yang Benar ?

20 Februari 2016   13:55 Diperbarui: 20 Februari 2016   20:01 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Putin; 'America Is Sodom And Gomorrah', Is He Correct ? teapartyorg.ning.com"][/caption]

..

Hasil diagnosa psikolog sekuler (tak bersandar pada agama) yang menyatakan bahwa karakter LGBT sebagai suatu yang ‘normal’-‘bukan merupakan gangguan kejiwaan’ mungkin sedikit mengherankan publik yang terbiasa menilai LGBT sebagai perilaku abnormal.publik mungkin akan bertanya tanya apa landasan dasar yang digunakan sang psikolog sebagai parameter dalam membuat penilaian ? masyarakat mungkin akan bertanya tanya : kalau 'peralatan fisik' seorang lelaki itu berkaitan atau paralel dengan jiwa ke lelakian maka bila sang pemilik 'peralatan lelaki' itu secara kejiwaan malah menunjukkan karakter yang sebaliknya,tidak menunjukkan jiwa kelelakian,tidakkah itu menunjukkan adanya sebuah penyimpangan atau gangguan kejiwaan (?)

Efek dari pernyataan sang psikolog mungkin akan berdampak signifikan terhadap psikis kaum LGBT dimana mereka mungkin akan semakin merasa nyaman dengan karakternya dan akan semakin merasa sebagai karakter yang ‘normal’ karena pernyataan sang psikolog bagi mereka seolah merupakan sebuah legitimasi ‘ilmiah’.dengan kata lain saat ini mana ada LGBT yang mau dipandang sebagai manusia abnormal apabila sang psikolog sekuler telah 'melindunginya' dengan dalil dalil psikologis

Lalu kapan LGBT dapat kita lihat dan dapat kita fahami atau kita vonis sebagai karakter-perilaku yang sakit-abnormal (?) …

Sebenarnya kita akan bisa melihatnya sebagai karakter yang negative apabila kita melihatnya dari kacamata sudut pandang sang penciptanya.sebab apapun penilaian yang dibuat manusia apakah itu yang berprofesi sebagai dokter-psikolog-psikiater atau yang dikategorikan kaum intelektual lainnya maka dalam membuat penilaian mustahil mereka bisa lepas dari bias manusiawi karena mereka semua adalah manusia,tentu beda dengan penilaian sang penciptanya yang netral-tanpa bias manusiawi.selama ini memang kita dapat melihat adanya perbedaan yang sangat kontras antara pandangan psikolog sekuler dengan pandangan Tuhan perihal LGBT dan penyelesaian masalah ini pun agar berimbang sebaiknya dianalisis dengan menyertakan atau memperbandingkan kedua pandangan tersebut,jangan hanya pandangan manusiawi yang dimunculkan dan di ‘headline’ kan sedang pandangan Ilahiah sebagai sang penciptanya cenderung ditenggelamkan

Mengapa penilaian Tuhan dengan sang psikolog bisa berbeda ? usut punya usut,bila kita telusuri dari ‘hulu’ nya maka semua itu berasal dari perbedaan definisi ‘jiwa yang sehat’ antara versi Tuhan dengan versi ilmu psikologi sekuler

Definisi ‘jiwa yang sehat’ versi Tuhan akan melibatkan seluruh unsur jiwa yang Tuhan ciptakan dan Tuhan tanam dalam jiwa manusia : nurani (ruhani)-akal-rasa perasaan hawa nafsu.dimana makna ‘akal yang sehat’ adalah akal yang dapat memilah serta membedakan antara benar-salah,baik-buruk’.sedang versi ilmu psikologi sekuler biasanya tidak dengan melibatkan unsur ruhani dan akal segala.dalam pandangan ilmu psikologi sekuler jiwa seseorang sudah dapat dikategorikan sebagai ‘sehat’ apabila rasa perasaan hawa nafsu manusiawinya hidup-memiliki gairah, tak masalah misal apabila yang bersangkutan tidak mengenal apa itu benar-salah,baik-buruk atau tak peduli dengan apakah ruhaninya hidup ataukah tidak.dalam ilmu psikologi sekuler rasa perasaan hawa nafsu manusiawi biasanya menjadi parameter kesehatan jiwa

Coba misal apabila dalam hati anda ada rasa iri-dengki-dendam lalu anda datang ke seorang psikolog atau psikiater sekuler untuk mempermasalahkan hal itu maka mungkin mereka hanya akan menertawakannya,beda dengan apabila anda datang kepada seorang agamawan maka mereka akan mengkategorikan anda sebagai seorang yang ‘berpenyakit’ dan untuk menyembuhkan penyakit seperti itu biasanya unsur ruhaninya yang akan di perbaiki atau dioptimalkan

Demikian pula apabila LGBT datang kepada seorang agamawan maka tentu ia akan dikategorikan sebagai orang yang berpenyakit yang tentu harus berupaya untuk disembuhkan,karena agamawan tentu memakai parameter Ilahiah dalam menilainya.dan langkah pertama tentu adalah dengan menerangi ruhaninya agar bisa hidup-sehat-dapat berfungsi secara optimal sehingga setelah ruhaninya sehat maka akal fikirannya pun akan ikut ter terangi sehingga akan mudah memahami apa itu benar-salah,baik-buruk, dan lalu secara otomatis tanpa di doktrin pun maka sang LGBT dengan mata batinnya akan melihat suatu yang ganjil-suatu ketaknormalan dalam jiwanya dan bahkan bisa jadi yang bersangkutan akan balik merasa jijik (!) .. itu yang akan terjadi apabila ruhani sang LGBT telah disehatkan.analoginya, apabila air kolam dalam keadaan keruh maka seisi kolam sulit untuk kita lihat,tetapi ketika air kolam diganti dengan air jernih maka kita dapat melihat semua penghuni kolam itu dengan jelas

Jadi hiruk pikuk serta perdebatan seputar LGBT selama ini sebenarnya kalau memakai sudut pandang sang agamawan semua itu terjadi karena manusia yang sudah pada sakit ruhaninya,baik LGBT nya maupun yang pro kepadanya.karena apabila ruhani manusia sudah diterangi maka secara otomatis mereka akan dapat melihat hal demikian sebagai suatu yang ganjil-melawan kodrat- sakit serta kotor.jadi terapy ruhaniah merupakan salah satu cara terbaik dan bersifat mendasar untuk penyembuhan LGBT ketimbang sekedar dialog dialog dengan psikolog atau psikiater sekuleris yang tak berujung pangkal karena berputar putar hanya diseputar masalah rasa perasaan nafsu manusiawi sebagai obyek yang menjadi parameter

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun