Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebenaran yang Paling Mendasar Itu Sebenarnya Terdapat dalam Rumusan Sederhana ala Hati

7 Maret 2016   07:29 Diperbarui: 7 Maret 2016   11:13 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="photo : google ibadzig.blogspot.com"][/caption]

Sebagaimana yang sering saya tulis,kebenaran itu berlapis-berperingkat-terstruktur-bukan suatu wujud acak yang tanpa bentuk konstruktif,ia memiliki hulu dan memiliki muara.ia terstruktur mulai dari wilayah permukaan hingga ke wilayah kedalaman-essensi,mulai dari hal teknis yang rumit dan pelik hingga ke rumusan rumusan sederhana ala ‘hati’. pada level tertentu ia dapat berupa problem kebenaran yang bersifat ‘teknis’ yang pembahasannya menyangkut persoalan yang rumit dan pelik yang menghasilkan rumusan yang rumit dan pelik pula,tetapi pada level lain ia dapat berupa penjelasan atau rumusan yang sederhana tetapi bersifat mendasar yang mana orang orang awam sekalipun mudah untuk memahaminya.dan senantiasa ada jalan ilmiah bagaimana problem kebenaran pada level teknis yang nampak rumit itu direduksi kedalam bentuk rumusan rumusan yang sederhana tetapi bersifat mendasar. dan makna ‘sederhana’ disini-dalam tulisan ini adalah suatu yang mudah ditangkap oleh ‘hati’ semua orang termasuk kalangan awam.misal ada banyak penjelasan yang nampak rumit seputar LGBT tetapi rumusan ‘LGBT perilaku abnormal’ itu rumusan sederhana yang ditangkap dan dicerna oleh hati. ada banyak ilmu alam saintifik yang dikelola oleh otak dan itu melibatkan beragam persoalan teknis yang rumit tetapi merumuskan alam semesta secara sederhana sebagai sesuatu yang bertujuan-memiliki makna itu adalah rumusan sederhana ala hati yang bersangkutan dengan konsep kebenaran yang paling mendasar-essensial.

Ketika problem kebenaran masih bersemayam dalam atau masih dikelola oleh ‘otak’ ia dapat berupa argumentasi atau penjelasan penjelasan teknis yang terkesan rumit dan pelik,tetapi apakah kebenaran mesti selalu berwujud seperti itu (selalu nampak rumit dan pelik dan selalu hanya berputar putar pada wilayah ‘teknis’) ?

‘menyederhanakan permasalahan’ adalah karakter alami cara berfikir manusia karena pada dasarnya manusia selalu menginginkan agar hal yang bersifat ‘teknis’ yang terkadang nampak rumit dan pelik itu lalu dapat difahami secara lebih mudah dan sederhana. dan dalam proses demikianlah terdapat peran ‘hati’ yang mereduksi semua problem yang ada dalam otak. atau dengan kata lain apapun yang ada terdapat dalam otak yang berupa problem yang rumit dan pelik pada akhirnya akan berpindah atau direduksi kedalam pengertian pengertian ala ‘hati’ atau kedalam bentuk pemahaman yang ditangkap-dicerna serta lalu dikelola oleh hati.

Dengan kata lain otak mengurai-menganalisis-menjabarkan permasalahan kepada hal hal yang bersifat ‘teknis’ tetapi hati menangkap intisari-saripati dari permasalahan lalu merumuskannya kedalam pengertian pengertian atau rumusan rumusan sederhana yang lebih mudah difahami.

Sebagai contoh,ada begitu banyak penjelasan yang nampak rumit-pelik seputar LGBT yang berupa penjelasan psikologis,sosiologis,ideologis yang diungkap para intelektual,psikolog maupun psikiater tetapi apabila ada rumusan sederhana yang berupa pernyataan ‘LGBT adalah suatu perilaku abnormal’ maka itu adalah rumusan sederhana hasil keikut sertaan hati dalam menangkap saripati atau intisari permasalahan seputar itu sebab problem LGBT tidak harus selalu tersaji dalam bentuk penjelasan penjelasan ‘teknis’ yang rumit dan pelik karena karakter cara berfikir hati itu selalu mencari cari intisari-saripati persoalannya untuk lalu dirumuskan kedalam konsep konsep sederhana yang mudah difahami leh hati semua orang termasuk kalangan awam.

Contoh analogi : ada penjelasan yang rumit dan pelik seputar teknis pembuatan sebuah gedung besar dan itu termaktub diantaranya dalam ilmu arsitektur-ilmu kelistrikan-ilmu sanitasi dlsb.tetapi hati lah yang menikmati makna keberadaan gedung itu dan hati mengungkapkannya kedalam kalimat kalimat yang sederhana seperti ‘gedung itu nampak indah’.atau ada banyak penjelasan teknis nan rumit seputar peristiwa tenggelamnya kapal Titanic tetapi hati lah yang menangkap makna dari peristiwa itu dan mengungkapkannya dalam bentuk kalimat yang sederhana misal ‘peristiwa itu adalah pelajaran berharga terhadap kesombongan manusia’.ada penjelasan yang rumit dan pelik seputar dilemma pendidikan seks untuk anak tetapi kita dapat membuat rumusan sederhana perihal masalah itu dengan menggunakan ‘hati’ misal menggunakan ungkapan ‘ pada saatnya yang tepat mereka akan memahami dengan sendirinya tak perlu disetting berlebihan dalam bentuk pendidikan resmi’

Jadi jelas disini peran hati dalam mereduksi apapun permasalahan yang serumit apapun yang terdapat dalam otak,sehingga tanpa peran serta keikut sertaan hati dalam proses berfikir maka semua problem keilmuan-kebenaran tidak akan bisa kita kerucutkan kepada hal hal yang lebih sederhana dan lebih mendasar atau dengan kata lain tak akan bisa kita reduksi kedalam konsep-pengertian yang lebih sederhana dan lebih mendasar.salahkah apabila hati ikut bermain atau ikut merumuskan suatu permasalahan yang dipikirkan oleh otak atau, salahkah apabila hati ikut terjun kedalam kancah persoalan keilmuan ? .. justru itulah fungsi hati yaitu menangkap dan menggambarkan intisari atau saripati permasalahan sehingga tanpa hati maka ilmu pengetahuan hanya akan tersaji sebagai konsep yang serba nampak teknis tanpa memiliki nuansa kedalaman.

Sebagian orang mungkin kurang suka apabila sesuatu direduksi kedalam rumusan-penjelasan sederhana ala ‘hati’ yang mana semua orang termasuk yang awam mudah untuk memahaminya. dengan kata lain prinsip ‘menyederhanakan masalah dengan hati’ oleh sebagian kalangan dianggap bukan bagian dari solusi keilmuan,mereka lebih menyukai ilmu pengetahuan tetap dilihat dan difahami secara ‘formal’ sebagai konsep konsep dengan penjelasan yang detail-rinci walau penuh dengan penjelasan teknis yang nampak rumit dan pelik semisal buku buku yang secara formal digunakan di lembaga lembaga pendidikan,tanpa harus melibatkan keikut sertaan ‘hati’

Tetapi masalahnya justru seluruh yang teknis-rumit dan pelik itu adalah jalan menuju pemahaman menuju yang essensial yang merupakan intisari atau saripati dari permasalahan yang mana yang essensial itu adalah yang dirumuskan secara sederhana oleh hati itulah.jadi apabila ada banyak penjelasan ‘teknis’ yang rumit seputar LGBT misal apakah itu argumentasi psikologis-biolgois-sosiolgis-idelgis maka apabila kemudian ada rumusan ‘LGBT sebagai suatu yang abnormal’ maka itu merupakan ‘kebenaran essensial’ seputar LGBT sebab itulah yang dapat ditangkap oleh ‘hati’ manusia.

Dan ini juga sebenarnya kembali kepada peran hati sebagai pemimpin jiwa dimana seluruh yang ada di otak pada akhirnya akan bermuara atau mengerucut pada rumusan hati.secara struktur keilmuan berarti semua hal yang bersifat teknis-yang rumit dan pelik itupada akhirnya akan bermuara pada hal yang bersifat essensial yang ditangkap serta dicerna oleh hati  secara lebih sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun