Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Pernah Menginginkan Ke(serba)pastian

12 Juni 2016   15:16 Diperbarui: 12 Juni 2016   17:03 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images : m.infospesial.net

Kepastian dan ketakpastian adalah sebentuk dualisme tersendiri,atau bagan dari dualisme secara keseluruhan yang mengkonstruks kehidupan-bagian dari komponen hukum kehidupan pasti yang bersifat universal, sebagaimana adanya terang dan gelap,keteraturan dan ketidak beraturan, kesempurnaan dan ketaksempurnaan,kebahagiaan dan penderitaan dlsb.,

Dimana yang satu adalah cermin untuk memahami yang lain.dengan mengenal adanya ketakpastian dibalik kepastian manusia akan menyadari kelemahan-keterbatasan diri sebagai makhluk yang tidak bisa serba maha tahu sehingga mereka lalu berdo’a-berharap-memohon petunjuk pada yang maha kuasa dan yang maha tahu,dan bayangkan andai sebaliknya : merasa serba tahu pasti maka kebergantungan pada Tuhan itu akan hilang lenyap

Dan dalam realitas kehidupan memang ada yang bisa serba dipastikan seperti hukum kehidupan pasti atau ‘sunnatullah’ dan ada yang tidak bisa serba dipastikan seperti masalah takdir-apa yang akan terjadi di masa depan.yang serba pasti itu berfungsi sebagai pegangan 'hakiki' dan yang serba tak pasti itu sebagai bahan untuk sadar serta berserah diri.suatu kondisi yang nampaknya sudah didesain sedemikian rupa oleh sang maha pencipta demi untuk terjadinya keberimbangan dalam semesta kehidupan

Terkait masalah ini ada dua golongan manusia antara yang cenderung menginginkan ke serba pastian dalam segala hal dan ada yang menyadari bahwa karena keserba terbatasannya mustahil manusia dapat menggapai keserba pastian

Sains-filsafat adalah institusi tempat manusia berupaya mencari kepastian kepastian walau tentu dalam wilayah-ruang lingkup yang terbatas.sains mencari kepastian empiris dan filsafat mencari kepastian berdasar logika.beda dengan para failosof pendahulunya yang lebih banyak bermain ‘logika murni’ maka Immanuel Kant menjejakkan system metafisika nya lebih pada dunia pengalaman oleh karena ia ingin metafisika berpijak pada apa yang dianggapnya ‘lebih pasti dan terukur’ atau menurutnya ‘lebih ilmiah’. Descartes memulai system filsafatnya dari ‘kesadaran’ oleh karena ia menginginkan prinsip rasionalisme berpijak pada kepastian dan konsep 'kesadaran' adalah sebuah kepastian baginya. dewasa ini makna pengertian ‘ilmiah’ disandarkan lebih pada bukti bukti empiris yang dapat diamati karena ilmuwan ingin makna ‘ilmu pengetahuan’ bersandar pada hal hal yang serba bersifat pasti

Sebagian manusiapun lalu menolak hal hal yang dianggapnya serba tak pasti seperti hal hal gaib yang dideskripsikan oleh kitab suci karena mereka mengukur kepastian itu dengan bukti empiris yang dapat di alami dunia inderawi.sebagian manusia menjadi ateis karena mereka hanya ingin berpegang pada apa yang pasti yang ditangkap oleh pengalaman dunia inderawinya

...........................................................................

Lalu apa resiko nya apabila manusia mengetahui segala suatunya dengan serba pasti ? dan bila segala sesuatunya dapat diukur dengan pengukuran serba pasti dan terukur ?

Tentu saja tak akan ada lagi istilah ‘mystery’ atau ‘gaib’ di dunia ilmu pengetahuan dan manusia akan berubah menjadi atau tepatnya : merasa sebagai ‘tuhan yang maha tahu',ia bahkan akan merasa bisa tahu apa yang akan terjadi di masa depannya. konsekuensi selanjutnya adalah : tak ada lagi yang akan ber do’a,karena do’a hanya diucapkan oleh orang orang yang tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. tempat tempat ibadah akan menjadi kosong, tak ada lagi yang memohon petunjuk pada Tuhan karena manusia merasa telah mengetahui semuanya dengan secara serba pasti,tak ada lagi ‘mystery Ilahi’, manusia tak lagi mencari cari Tuhan,tak ada lagi dunia gaib-tak ada lagi ‘iman’ karena makna ‘iman’ itu adalah keyakinan terhadap adanya realitas yang bersifat gaib yang tak bisa serba dipastikan oleh manusia termasuk iman terhadap takdir

Dan andai sains berkolaborasi dengan filsafat mungkinkah bisa melahirkan manusia manusia yang ‘maha tahu’-bisa mengetahui keseluruhannya dengan serba pasti dan terukur ? ataukah problem ‘kebenaran’ itu akan tetap selalu diselimuti oleh ‘mysteri’ yang andaipun terus menerus didalami tak akan pernah berakhir dengan keserba pastian ?

Bila manusia senantiasa menginginkan keserba pastian-menginginkan agar semua dapat diukur dengan pengukuran yang serba pasti dan terukur termasuk hal hal yang metafisis maka pertama,manusia harus memiliki infrastruktur untuk dapat menjangkaunya.manusia harus memiliki dunia panca indera yang bisa menembus dunia gaib sehingga tak ada lagi istilah ‘gaib’ dan harus memiliki akal yang kemampuannya tak berbatas-bisa membaca keseluruhan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun