Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Husserl: Jangan Pernah Mencoba Memperkosa Realitas(!)

13 Januari 2016   17:34 Diperbarui: 14 Januari 2016   08:26 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

…

Istilah ‘memperkosa realitas’ nampak seperti sebuah ungkapan metaforis tetapi itu sebenarnya bertujuan mengungkap sesuatu hal yang bersifat mendalam yang berkaitan dengan persoalan ‘realitas’.dan bila ungkapan itu kita buka dengan menggunakan paradigma seorang Edmund Husserl maka .. akan terbukalah dihadapan kita sebuah fakta real bahwa ternyata banyak manusia yang telah melakukan pemerkosaan terhadap realitas (!) … bahkan orang orang terkenal seperti Descartes hingga Hegel pun ditengarai sebagai telah melakukannya karena yang satu berupaya memasukkan realitas (hanya) kedalam prinsip kesadaran dan yang satunya lagi berupaya memasukkan realitas (hanya) kedalam prinsip rasionalitas (dengan membuat diktum: yang real itu rasional dan yang rasional itu real) padahal menurut Husserl (dan menurut saya juga) tidak semua realitas itu selalu bersifat rasional,terlalu banyak yang bersifat mistery-yang irrasional-yang ganjil bagi akal-yang aneh-yang misterius-yang gaib-yang tak terpecahkan-yang bersifat teka teki dst.dengan kata lain apa yang diungkapkan oleh Hegel nampaknya hakikatnya sama dengan apa yang difikirkan oleh Descartes,padahal bila realitas digambarkan apa adanya maka akan terlihat bahwa hanya sebagian dari yang Ada yang bersifat rasional sebagaimana hanya sebagian dari yang Ada yang dapat masuk kedalam kesadaran langsung manusia,sisanya …mistery.. nah, pada ruang mystery itulah giliran Tuhan yang berbicara.

Untuk lebih mudahnya,saya akan membuat analogi seperti ini : apabila saya masuk kedalam lautan dengan membawa sebuah ember maka ketika saya kembali ke daratan dengan ember yang berisi penuh air lautan maka saya tidak akan berkata ‘lihat saya telah mewadahi lautan’ karena bila mengatakan demikian berarti saya telah ‘memperkosa lautan’.bila saya masuk kedalam hutan rimba pun saya tidak akan mencoba ‘memperkosa hutan’ dengan mengatakan 'saya telah menangkap seisi hutan’ melainkan dengan jujur akan berkata ‘sebagian dari hutan telah saya lihat’.

Bahkan dalam realitas kehidupan sehari hari pun sebenarnya tanpa sadar kita sering melakukan pemerkosaan terhadap realitas, contoh;sekelompok polisi yang mencoba mengurung seorang penjahat yang bersembunyi di sebuah kampung dan lalu berteriak melalui mikrofon ‘menyerahlah kampung ini telah kami kepung’ .. padahal sang penjahat menemukan realitas lain yang nampaknya belum terendus oleh para polisi-ia menemukan realitas jalan keluar dari kampung itu dan sekaligus dari kepungan polisi.demikian yang dilakukan Kant-Descartes,Kant secara ketat seolah mengurung realitas agar tak ada yang lolos dari jangkauan metafisika ilmiah yang dibuatnya,Descartes mencoba setapak demi setapak memasukkan realitas kedalam ruang kesadarannya dan pada prinsipnya bersikap menolak yang masih diluarnya-yang masih diragukannya

Lalu secara umum bagaimana dengan orang orang-para failosof khususnya yang masuk kedalam realitas-mengolahnya-mengutak atiknya-menjadikannya sebagai titik acuan filsafatnya dan lalu membingkainya (dengan sudut pandang mereka sendiri sendiri tentunya) apakah menurut anda diantara mereka banyak yang melakukan pemerkosaan terhadap realitas … silahkan saja anda nilai sendiri.yang jelas andai bila ada yang membuat paradigma bahwa ‘realitas adalah sebatas dunia indera saya dapat menangkapnya’ atau ‘realitas adalah sebatas kesadaran saya dapat menangkapnya’ atau ‘realitas adalah sebatas akal fikiran saya dapat memahaminya’ tanpa menyisakan sedikitpun bagi ruang realitas yang bersifat mystery maka menurut Husserl dan menurut saya ia telah melakukan pemerkosaan terhadap realitas.karena menolak adanya ruang realitas yang bersifat mysteri itulah maka sebagian manusia dengan angkuhnya menolak mentah mentah adanya realitas lain yang dinyatakan oleh Tuhan,bahkan tidak memberi ruang walau bagi ‘kemungkinan adanya’ atau untuk berfikir ‘rasional bagi adanya’ seolah realitas hanya sebatas penangkapan manusia dan diluar itu tidak ada apapun.ini (penolakan mutlak-mentah mentah terhadap deskripsi Ilahi perihal adanya ‘realitas lain’) terjadi karena realitas yang memang telah diperkosa dan lalu diborgol atau dirantai oleh suatu paradigma yang bersifat manusiawi tentunya

Tetapi tahukah anda bahwa pemerkosaan terhadap realitas itu dapat terjadi bahkan dengan mengatasnamakan materialisme-empirisme-rasionalisme-positifisme,secara institusional : atas nama sains-filsafat-ilmu psikologi.mereka membatasi realitas dengan batas batas tertentu,ada yang membatasinya dengan prinsip pengalaman inderawi-ada yang membatasinya sebatas pemahaman rasio dlsb.memperkosa realitas artinya ketidak jujuran pada hakikat realitas bahwasanya realitas bukanlah ‘apa yang indera saya dapat memahaminya’ atau ‘apa yang akal fikiran saya dapat menangkap dan memahaminya’,realitas yang murni tanpa pemerkosaan manusia adalah realitas yang apa adanya dan sebagaimana adanya,kalau realitas itu secara keseluruhannya memang tidak dapat ditangkap oleh manusia maka kita mesti jujur terhadap fakta demikian-mengapa mencoba memperkosanya dengan batasan batasan tertentu hingga tak menyisakan adanya ruang realitas diluar pengalaman indera-diluar rasionalitas-diluar kesadaran misal

 Sehingga menurut saya sebuah kejujuran apabila lalu Husserl berkata : biarlah realitas itu muncul dengan sendirinya dan menampakkan diri apa adanya.sehingga apabila suatu saat kita menemukan realitas itu dalam bentuk mukjizat-keanehan-keajaiban-ketakmasuk akalan-batiniah-bersifat gaib-melalui para nabi-melalui hal hal yang Ilahiah maka terimalah apa adanya-jangan mencoba memperkosanya dengan paradigma apapun-dengan system manapun-dengan konsep siapapun-dengan pemikiran yang bagaimanapun

Jujur kalau saya sendiripun tak ingin memperkosa dan lalu memborgol realitas dengan paradigma apapun yang dibuat oleh manusia dengan berprinsip bahwa saya bersikap menerima kemungkinan kemungkinan adanya realitas lain dari yang selama ini telah bisa ditangkap oleh umat manusia dari zaman ke zaman  ..

……..................

images : www.mediametafisika.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun