Sehingga akal lalu dapat memutus sesuatu yang tanpa bukti empirik memadai itu memiliki nilai kebenaran atau tidak,layak dipercaya atau tidak
Artinya bahwa dalam segala suatu hal dalam kehidupannya manusia akan selalu berhadapan dengan hal hal yang tidak disertai bukti empirik langsung yang memadai.ini terjadi misal dalam dunia sains-filsafat-agama atau dalam pengalaman sehari hari tiap individu dan untuk berhadapan hal-situasi seperti itu sudah terbiasa bila lalu manusia mengasah akal-bermain logika
Karena untuk itulah akal diciptakan Tuhan dan ditanam dalam jiwa yaitu untuk melapis kelemahan serta keterbatasan dunia inderawi.dan ini yang membedakan kualitas manusia dengan hewan
Hewan adalah makhluk yang bergantung sepenuhnya secara mutlak pada dunia panca inderawinya,mereka tak bisa berfikir tentang hal abstrak dibalik yang fisik kecuali berdasar naluri
Kalau seekor kucing mendapati anaknya mati maka ia tak bisa membuat analisis penyebabnya juga tak bisa memikirkan kemungkinan siapa pembunuhnya karena tidak tertanam akal dalam fikirannya
Nah dalam agama penggunaan akal lebih kompleks karena disini manusia dilatih berhadapan dengan hal hal abstrak-gaib-yang tanpa bukti empirik langsung.beda dengan dalam sains dimana akal bermain diantara obyek obyek empirik
Itu sebab wilayah agama disebut 'wilayah keyakinan' karena disini manusia dihadapkan kepada hal hal yang essensinya bersifat non empirik. tapi itulah terhadap agama pun kaum materialist memberlakukan standar yang sama yang berlaku dalam sains yaitu : harus berdasar bukti empirik langsung ! untuk dapat diterima sebagai kebenaran. padahal agama bukan sepenuhnya obyek sains,sebagian besarnya adalah konsumsi akal (untuk memahami rasionalitas semesta kehidupan secara menyeluruh) dan konsumsi hati (sebagai bahan untuk direnungi misal dalam rangka mencari pendalaman makna makna).
Sehingga menggiring agama melulu ke wilayah empiris adalah 'tindakan tak beradab'-jahiliyyah-memperlihatkan kebodohan akal karena menggiring atau membawa sesuatu bukan pada tempatnya
Dengan kata lain,bagaimana dengan orang orang yang dalam segala suatu hal bergantung sepenuhnya pada bukti empirik-selalu orientasi pada prinsip empirisme-selalu meminta bukti empirik langsung,apakah ketika berhadapan dengan kasus kriminal di pengadilan atau bahkan ketika mereka berhadapan dengan agama ?
Kalau menurut kitab suci mereka disebut sebagai orang orang yang tak berakal atau tak mau menggunakan potensi SDM akalnyaÂ
Dan artinya, manusia yang dalam segala hal orientasi sepenuhnya hanya pada dunia empirik maka kualitas nya hampir sederajat dengan hewan