Bisakah seseorang menjadi hakim atas nama nalar ?
Akal sehat alias nalar sedang coba ikut dimainkan diatas panggung politik entah apa tujuannya, ada kegaduhan politik yang melibatkan nalar seolah kubu politik yang satu berdasar akal sehat tetapi yang lain berdasar akal miring.
Saling klaim berdasar nalar bukan hanya terjadi di ranah ideologis seperti teis vs atheis tetapi merambat hingga ke ranah politik. lalu mengemuka istilah 'dungu' sebagai paradoks dari nalar sehat.dan dapat ber efek dahsyat bila sudah seperti peluru yang ditembakkan.
Bisakah nalar di klaim milik satu individu-satu golongan-satu kutub-satu institusi sehingga apapun yang dikatakan seseorang yang berasal dari golongan atau institusi tertentu pasti berdasar akal sehat?
Akal itu suatu yang tidak memiliki sifat personal-tidak memiliki kemauan misal beda dengan hati yang memiliki kehendak dan keinginan. Nalar adalah sebuah system berfikir konstruktif alami ciptaan Tuhan dengan proposisi benar-salah sebagai mekanisme berfikir utamanya. Sebab itu mustahil secara emosional misal nalar memiliki keberfihakan pada satu kutub-golongan tertentu. Nalar hanya berfihak pada bentuk kebenaran yang dapat direkonstruksi secara nalar pula. Nalar tidak akan berfihak pada cara berfikir yang irrasional misal walaupun yang mengungkapnya seorang failosof yang selalu mengklaim 'berdasar nalar'.
Artinya, karena substansi nalar itu adalah sebuah system alami maka karakter alami nalar selain cara berfikir yang sistematis adalah netral,sehingga dimanapun adanya, apapun permasalahan yang dihadapi, di manapun dimainkan, siapapun yang memainkan maka nalar tak akan memposisikan diri secara langsung pada fihak atau kubu tertentu. Melainkan akan berfihak hanya kepada kubu yang argumentasinya konstruktif-sistematis dengan proposisi benar-salah yang jelas.kalau cara berfikir satu fihak tidak konstruktif dengan proposisi benar-salah yang tidak jelas-samar maka itu akan ditinggalkan oleh nalar.
Nalar akan berfihak pada jalan fikiran rasional walau yang mengungkapkan itu adalah musuh-lawan politik karena nalar otonom dari perasaan emosi-dari keberfihakan dan otonom dari segala kepentingan manusiawi. Sebab itu nalar tak bisa berkoalisi dengan emosi atau dengan kepentingan duniawi misal. Apakah orang orang busuk-orang orang jahat-orang orsng licik tidak bernalar dan tidak menggunakan nalar (?) mereka menggunakannya tapi bukan akal sehat melainkan akal yang dikendali nafsu-keinginan buruk alias nalar sakit, jadi fikiran mereka tak bisa dijadikan parameter kebenaran
Termasuk,nalar tak secara langsung memposisikan diri berada di fihak theis atau atheis misal melainkan akan berfihak pada siapa diantara mereka yang bisa membuat argumentasi yang konstruktif dengan proposisi benar-salah yang jelas.Â
Demikian pula ketika dibawa ke ranah perdebatan politik, maka nalar tak bisa serta merta diposisikan milik satu kubu politik tertentu melainkan akan berfihak pada siapa yang sanggup membangun argumentasi konstruktif dengan proposisi benar-salah yang jelas.artinya; dalam bangunan berfikir rasional posisi benar dan salah itu harus jelas-hitam putih-tidak rancu-tidak samar.Bila yang dikedepankan adalah prinsip kepentingan politik-bukan kebenaran lagi maka bersiaplah berpisah dengan narasi akal sehat,jangan berani mengklaim berdasar akal sehat lagi
Dengan kata lain,nalar itu tidak berangkat dari satu kubu,satu golongan tetapi selalu dari prinsip alami yang melekat dalam dirinya sendiri.dalam nalar melekat nilai benar-salah, baik-buruk dan itu adalah nilai dasar tempat nalar berangkat.Dengan kata lain nalar otonom dari berbagai kepentingan manusiawi walau manusia suka membawa nalar ke ranah yang berbeda beda, ke ranah yang baik dan tidak baik polisi dan maling misal mereka sama sama menggunakan nalar,bedanya yang satu untuk menangkap maling dan yang satu untuk meloloskan diri.
Kalau ada yang mengklaim bahwa nalar itu milik golongannya maka bukan tidak boleh tetapi yang bersangkutan berkewajiban memaparkan argumentasinya. Karena proposisi berdasar nalar selalu dibangun oleh argumentasi,tentu saja yang rasional-bisa masuk serta dicerna akal.Dengan kata lain, nalar itu selalu berposisi netral atau berangkat dari kenetralan dan akan berfihak hanya pada kubu yang mau bersikap dan berfikiran rasional.