Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebenaran Tidak Terletak di Awal atau di Akhir, tapi Dalam Keseluruhan

6 Januari 2019   07:55 Diperbarui: 6 Januari 2019   12:19 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah ungkapan Hegel yang mencerminkan filosofi nya yang kebetulan dalam beberapa aspek mendasar sejalan dengan jalan fikiran saya tentang filosofi ke menyeluruhan-universalitas

Berbicara tentang aspek kemenyeluruhan itu wilayahnya memang teramat sangat luas sehingga salah satu masalahnya adalah darimana memulainya-bagaimana merajut element element yang menjadi instrumentnya serta di ujung kemana lalu memuarakannya karena tanpa muara yang jelas maka hanya akan menjadi proyek besar yang hanya berujung pertanyaan pertanyaan yang tak terjawab atau bayangkan apabila bermuara ke wilayah noumena yang tak bisa diketahui misal (?).

Kemenyeluruhan meniscayakan adanya awalan-proses di pertengahannya dan muara sebagai final nya dengan kata lain tidak fokus hanya pada satu segmen atau pada satu aspek atau pada satu dimensi, menata kemenyeluruhan atau 'universe' dalam bahasa Hegel dengan menggunakan instrument ilmu pengetahuan-tidak melalui jalur dogma di awal memerlukan memiliki cara pandang menyeluruh-tidak bisa dengan cara pandang parsialistik sebagai syarat utama.

Materialisme misal mustahil bisa memahami kemenyeluruhan karena mereka memposisikan diri hanya berada di satu aspek-segmen-dimensi yaitu wilayah material sedang kita tahu dan dapat menyadari bahwa realitas itu tak hanya berujud materi tetapi juga yang berujud non materi-metafisik dengan kata lain mustahil kita dapat menggapai kemenyeluruhan apabila tak mau masuk ke wilayah non materi-metafisik karena itu adalah realitas yang menelikung kita

Saya pernah mengatakan bahwa kemenyeluruhan termasuk yang di rekonstruksi oleh prinsip keilmuan terbentang luas mulai dari wilayah empirik hingga non empirik, dari wilayah fisik hingga metafisik, dari wilayah alam lahiriah hingga ke wilayah gaib, secara institusi mulai dari wilayah sains-filsafat hingga agama.

Menegasikan salah satunya dengan hanya mau berada dalam 'kamar' atau bagan tertentu maka jangan berharap bisa memahami konsep kemenyeluruhan itu. misal bila manusia masuk ke 'kamar' yang biasa ditempati atau kacamata yang biasa dipakai kaum materialist.

Banyak saintis-failosof berteriak lantang tentang 'kebenaran' bahkan membuat kritik yang berujung stigma negatif terhadap agama tetapi itu dilakukan dari kamar-ruang sempit yang telah mereka batasi sendiri,dengan pikiran yang telah mereka batasi-tidak dari sudut pandang menyeluruh sedang pemahaman terhadap agama misal karena akan masuk wilayah metafisis maka secara epistemologi keilmuan otomatis memerlukan metodologi keilmuan yang menyasar wilayah metafisis.kunci ilmu menuju wilayah metafisis itu yang telah banyak dibuang orang salah satunya akibat filosofi keilmuan yang salah misal yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan=sains dalam arti yang hanya mengakui metodologi keilmuan yang di sokong pembuktian empirik secara langsung semata.sebuah filosofi keilmuan yang hanya mengembalikan manusia ke cara pandang serta filosofi kaum materialist.

Kembali ke pernyataan Hegel yang menjadi judul artikel diatas kalau memakai analogi maka bisa diibaratkan apabila kita menonton sebuah pertunjukan sandiwara atau film maka bila kita menonton hanya di awalnya atau hanya di akhirnya maka kita tidak akan memahami keseluruhan dari ceritera itu atau bila kita ingin mengetahui kebenaran menyeluruh sebuah gedung maka seluruh aspek mengenai gedung itu baik yang bersifat empirik langsung semisal konstruksi atau arsitekturnya maupun yang abstrak-tidak bersifat empirik langsung semisal makna atau tujuan dibuatnya haruslah dikuasai.

Proyek Hegel

Menarik membahas kembali filsafat Hegel karena ada beberapa kemiripan pandangan dengan apa yang menjadi proyek keilmuan yang tengah saya garap walau pandangan saya tentang masalah ini saya cetuskan jauh sebelum membaca Hegel.artinya secara intuitif bila masuk ke wilayah yang membahas kemenyeluruhan maka akan ada jalan jalan yang memperlihatkan kemiripan kemiripan.misal yang pertama adalah persoalan yang Ada-being yang menjadi landasan dasar pemberangkatan.

Persoalan being-yang Ada atau 'realitas' dalam bahasa lain adalah obyek filsafat era modern khususnya.dan bagaimana para failosof modern melihat-menyikapi serta menggarap yang Ada-being itu masing masing dengan caranya sendiri sendiri yang unik.dan bagaimana memetakan system system metafisika yang menggarap problem yang Ada-being perlu untuk kelak membandingkannya dengan konstruksi ilmu versi Ilahi (hasil menggali kitab suci).

Hegel memilih konsep Ada-being untuk memulai proyek filsafat nya.dan itu sejalan dengan jalan fikiran saya tentang bangunan konstruksi ilmu (menyeluruh) yang harus dimulai dari bahasan tentang  ada-realitas karena realitas adalah landasan tempat semua ilmu berangkat sehingga bahasan ilmu tidak berangkat dari ide atau konsep konsep kosong.

Dalam filsafat Hegel persoalan yang Ada-being adalah permulaan dan akhir dari filsafat dimana kedalamnya semua persoalan filsafati dipijakkan.sehingga karena ke melekatan nya dengan being itu logika Hegel dipandang bercorak ontologis-bukan sekedar systematika berfikir formal seperti konsep Aristoteles misal

Memang benar sebagaimana para failosof klasik Hegel mendefinisikan  logika sebagai ilmu tentang ide murni (pure ide),atau sebagai ilmu tentang pemikiran yang memiliki hukum hukum serta karakteristik tersendiri dalam bentuknya tetapi perbedaannya dalam konsep logika Hegel kebenaran logika berkaitan dengan masalah dasar yang Ada-being. Jadi Hegel menjadikan logika sebagai mesin rajut dari realitas beda dengan failosof klasik yang lebih menekankan misal pada mekanisme deduktif dan nampak lebih bersifat partikularistik.

Bukan tanpa tujuan, dengan system logika yang disebutnya 'dialektika' itu ia ingin merajut beragam instrument realitas yang oleh para failosof terdahulu seolah diposisikan secara terkotak kotak-parsialistik dan menyatukannya kedalam satu system kesatuan-'unity'. 

Rasionalitas Hegel dirancang berbentuk 'mesin dialektika' atau mengacu pada dialektika sebagai sistem atau alat pembaca atau alat untuk merajut realitas-being-yang Ada, sehingga Hegel mengatakan 'apa yang rasional adalah real dan apa yang real bersifat rasional' dengan kata lain mungkin maksudnya, realitas dari hilir hingga hulu secara menyeluruh (hingga ke wilayah noumena versi Kant) dapat dibaca-dianalisis dan di konstruksikan melalui mesin dialektika. Hal ini berarti struktur pikiran manusia sama dengan proses genetik dalam kenyataan,asal kita berfikir benar melalui dinamika berfikir yang dialektik maka kita akan sampai kepada pemahaman kenyataan yang hakiki.

Logika Hegel didasarkan pada keyakinan adanya sintesis yang dapat dicapai melalui proses dialektika tesis-sintesis-antitesis.tiga langkah yang diyakini Hegel sebagai satu satunya metode terbaik dalam merekonstruksi yang Ada. Bandingkan dengan Kant yang mengunci persoalan metafisika kedalam dualisme fenomena-noumena maka Hegel ingin mendobrak wilayah misteri yang dibuat Kant untuk menemukan 'kemenyeluruhan'.

Hegel ibarat seorang yang ingin menciptakan sebuah kendaraan yang bisa menjelajah daratan sekaligus wilayah lautan dimana sebelumnya Kant melarang kendaraan ilmiah apapun masuk kedalam 'lautan misteri'. Hegel menjebol kategori kategori yang telah dicanangkan oleh Kant sehingga dalam sistem Hegel seolah tidak dikenal lagi 'das ding an sich' karena misteri tentang noumena seolah telah terbukakan.

Sebagaimana halnya Hegel saya pun tidak cocok dengan pandangan Kant yang cenderung lebih bersifat membatasi dan melempar persoalan filsafat antara ke satu kotak yang dapat difahami dan kotak yang mustahil dapat difahami. Orientasinya cenderung lebih kepada membatasi wilayah jelajah akal ketimbang membuka jalan menuju memahami kemenyeluruhan

Ide tesis-antitesis-sintesis berasal dari Fichte tetapi Hegel tidak setuju dengan sintesis Fichte yang berakhir dengan 'saling membatasi' antara ego-non ego mungkin itu dipandang Hegel tidak menyelesaikan persoalan yang ditinggalkan Kant.disini dapat dilihat bahwa mesin dialektika Hegel ingin seperti mobil amfibi yang bisa menerobos batasan antara daratan dengan lautan.Hegel ingin mesin dialektika nya dapat menerobos batasan batasan sekaligus misteri semacam yang ditinggalkan Kant.

Roh-kesatuan-universe

Filsafat Hegel dibangun atas suatu keyakinan dasar tentang kesatuan (unity). 'universe' sebagai simbol kesatuan merupakan manifestasi dari 'yang mutlak' (the absolut) artinya filosofi Hegel orientasi kepada kemenyeluruhan dan kemenyatuan dimana kemenyatuan itu identik dengan kemutlakan.

Sesuatu bila masih terpecah kedalam berbagai pandangan maka sesuatu itu belum bersifat mutlak.tetapi bila semua telah bersepakat dalam satu pandangan maka bisa disebut yang satu itu telah memiliki sifat mutlak.'satu-menyeluruh-mutlak' adalah postulat postulat yang harus diingat bila ingin memahami filosofi holistik atau filosofi kemenyeluruhan semacam gagasan Hegel, dan mengapa semua itu harus di satukan karena masing masing mencerminkan aspek yang tidak bisa dipisahkan dengan lainnya. 

Analoginya, kemenyeluruhan ilmu tentang konstruksi bangunan sebuah gedung besar harus berada pada satu otak insinyur perancangnya dan karena itu instruksi instruksi sang insinyur itu kepada para pegawainya bersifat mutlak kebenaran nya karena ia menguasai ilmu tentang konstruksi bangunan besar itu.

Idealnya kemenyeluruhan harus bermuara ke kemenyatuan sebab bila tidak maka akan terpecah kepada keter kotak kotakkan sebagaimana dalam filsafat yang menjadi beberapa mazhab.dan 'yang satu'-kemenyatuan itu harus bersifat mutlak sebab bila tidak ia tidak memiliki kewenangan berbicara tentang kemenyeluruhan,konsekuensinya kamar kamar tempat mazhab mazhab itu berada yang akan menafsirkannya tentunya secara berbeda beda

Itulah mungkin yang membuat Hegel tidak menyukai pengkotak kotak kan serta pembatasan-pembatasan semisal pengkotakkan kedalam wilayah fenomena-noumena ala Hegel atau pembatasan alan Fichte sebab semua itu merintangi jalan kearah pemahaman terhadap kemenyeluruhan. pembatasan-pengkotakkan memang perlu,semisal memahami batasan kemampuan indera atau akal tapi itu ketika kita membahas hal yang bersifat instrumental-parsial bukan ketika kita orientasi ke menuju memahami kemenyeluruhan

Berbeda dengan pemikiran Fichte, Hegel berkeyakinan bahwa 'yang mutlak' sifatnya imanen dan dinamis dan bukan dua kutub ego-non ego karena keduanya dipandang sebagai pengejawantahan diri realitas dari sini mungkin muncul pemahaman Hegel yang substansial tentang 'roh' karena sifat roh yang imanen atau cocok untuk melukiskan suatu yang imanen sekaligus dinamis. 

Hegel berpendapat bahwa kenyataan adalah ekspressi dari roh yang mendunia atau roh yang memasuki ruang-waktu.penekanannya atas sejarah sebagai kenyataan yang dikaitkan dengan roh adalah bahwa ia memandang sejarah sebagai cara roh yang berupaya 'kembali kedalam dirinya sendiri' atau roh mengungkapkan diri dalam kesadaran manusia lewat sejarah. analoginya mungkin ibarat seorang pembuat cerita yang berupaya masuk ke kesadaran penonton lewat alur cerita film yang dibuatnya.

Apabila Kant menekankan fakta bahwa kita dapat memahami gejala dunia hanya lewat kategori kategori tertentu maka Hegel bersiteguh bahwa melalui penalaran kita dapat mengetahui struktur total realitas semesta. konsekuensinya adalah Hegel tidak membedakan antara fenomena-noumena. Hal yang oleh Kant disebut 'das ding an sich' semata mata menunjukkan suatu tataran yang lebih tinggi dan juga merupakan spiritual atau roh dari 'yang mutlak'.

Dan mengapa Hegel banyak menggunakan frasa 'roh', mungkin karena pertama, ia ingin mendobrak batasan batasan serta pemisahan pemisahan yang kelewat materialist atau yang dibuat oleh cara pandang yang cenderung materialist sedang kita tahu bahwa materialist tidak mengenal frasa 'roh' dan kedua,untuk memperlihatkan adanya sesuatu yang substansial- hidup dan dinamis yang ada dibalik kemenyeluruhan atau organ kemenyeluruhan atau dibalik yang mutlak atau untuk melukiskan sesuatu yang telah final-yang telah mencapai muara-klamaks nya.untuk lebih jelasnya tentu silahkan analisis lebih jauh filsafat Hegel.

Inilah keunikannya dengan apa yang telah saya gambarkan tentang tatanan hierarki ilmu Ilahiah yang menunjukkan ada hierarki dari yang empirik menuju yang metafisis-berkebalikan dengan alur filsafat positivisme atau adanya estafet ilmu dari dunia empirik ke dunia metafisis itu menunjukkan adanya sifat hierarkis dari ilmu pengetahuan-tidak datar dan tidak terkotak kotak sebagaimana umumnya pemahaman akademik.

Dan itulah bahasan singkat tentang Hegel dan beberapa kemiripan dengan apa yang telah saya tulis sebagai gagasan saya dan tidak berbicara tentang prinsip mana benar-salah dari pemikirannya karena hal itu harus masuk ke pembahasan lebih mendetail tentunya. dan bukan semata untuk mengikuti pandangannya tentunya,kecuali sekedar mencari perbandingan.

Tetapi bila kita menyisir kelemahan filsafat Hegel sebagaimana sudah selayaknya tentu harus dengan bercermin kepada kelemahan mendasar manusia maka kita melihat bahwa ia baru berbicara di tataran konsep-ide-gagasan dan bukan substansi atau hakikat yang se sungguh sungguhnya. Soal hakikat dari yang satu-yang mutlak-yang menyeluruh itu memang tidak bisa dideskripsikan dalam filsafat termasuk oleh Hegel karena untuk kepentingan itu kita harus ber estafet kepada kitab suci. tetapi secara nalar-secara logika melalui Hegel kita dapat menemukan pintu untuk menyelinap masuk ke arah itu,dan siapa tahu menemukan identitas keimanan kita didalamnya bila mau tentunya, karena sebab mungkin tidak sedikit yang membawa prinsip Hegel itu lebih ke arah 'kiri'

Kelemahan lain adalah apakah mesin dialektika terbaik yang dibuat manusia bisa menembus misal hingga ke wilayah gaib dimana disitu ada mistery rahasia yang tidak bisa diraba manusia.atau bisakah misal hingga dapat mengungkap tabir rahasia takdir ?

Ah,kemenyeluruhan memang sekali lagi meniscayakan ber estafet ke wilayah Tuhan,harus berdialog dengan Tuhan untuk memahami ke menyeluruhan yang sesungguhnya.
.........

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun