Ciri atau karakter dari akhir zaman yang di nubuatkan oleh Rasul intinya pertama adalah kebenaran yang menjadi terbalik, yang benar dianggap salah atau kalau memakai persfective zaman sekarang, di opini kan sebagai sesuatu yang salah dan yang salah dianggap benar atau yang salah di opinikan sedemikian rupa sehingga nampak benar.dan contoh untuk ini adalah stigma stigma negatif terhadap agama dengan menggunakan bingkai cara pandang-atau filosofi tertentu atau suatu hal yang sebenarnya salah menurut agama tetapi dengan memakai bingkai kacamta isme atau ideologi tertentu di opini kan sebagai sebuah kebenaran.
Contoh,pandangan pluralisme keagamaan yang memiliki filosofi mensejajarkan serta menyamaratakan semua kepercayaan sering di opinikan dengan memakai bingkai toleransi-kebhinekaan dan di posisikan sebagai 'kebenaran' di mata manusia karena dipandang sebagai kebaikan, padahal dalam pandangan Tuhan serta logika akal sehat itu sebuah kebatilan karena Tuhan tidak bisa disejajarkan serta tak bisa disederajatkan dengan yang bukan Tuhan.
Dan secara prinsip keilmuan dalam hukum logika yang benar itu tak bisa disejajarkan serta disederajatkan dengan yang tidak benar,ini yang diabaikan oleh kaum pluralist radikal yang sudah tak peduli lagi dengan persoalan mana benar-mana salah karena orientasinya selalu pada prinsip penyamarataan. adanya pandangan dunia yang mensejajarkan serta menyamaratakan semua kepercayaan itu membuat bahkan penganut aliran kepercayaan pun menuntut ingin kepercayaan mereka disejajarkan dengan agama Ilahiah serta menuntut hak yang sama, efeknya ini menimbulkan kerancuan terhadap pemahaman akan kebenaran utamanya bagi publik yang lemah secara akal.
Opini opini media memiliki peran besar dalam 'menjungkir balikkan kebenaran' karena media mewakili pandangan dunia, sehingga dengan pandangan yang nampak serba terbalik itu publik sering dibingungkan perihal mana yang sesungguhnya benar dan mana yang sebenarnya salah.
Dan kedua, pemahaman terhadap agama yang makin 'mengulit'-tidak lagi bersifat mendalam-tidak bersifat substansial, ini terjadi di antaranya adalah sebagai efek penyamarataan serta pensejajaran agama agama serta efek dari mengeluarkan agama dari wilayah ilmu pengetahuan atau memisahkannya dengan unsur ilmu pengetahuan dan lalu di posisikan sebagai hanya ajaran moral atau hanya sejenis kepercayaan semata, sehingga orang melihat agama lebih dari simbol simbol yang lahiriah-yang nampak nya semata-tidak berdasar substansinya. Orang tidak melihat atau menghubungkan agama dengan 'kebenaran' melainkan hanya dipandang sebagai sejenis kepercayaan beserta praktek praktek ritual nya semata
Efek dari semua ini adalah manusia kehilangan panduan dalam mencari kebenaran,karena tidak lagi tahu arah kemana mencari kebenaran yang sesungguhnya, karena arah menuju kebenaran Tuhan dibelokkan oleh sudutpandang atau opini opini manusiawi.
Kondisi saat manusia menjadi buta kebenaran itu disebut sebagai era 'post truth', saat di mana manusia lebih fokus kepada atau lebih menyukai opini opini dan tidak lagi memikirkan hal substansial terkait kebenaran semisal persoalan 'kebenaran hakiki', saat di mana pandangan pandangan manusiawi lebih dominan dan lebih berpengaruh ketimbang pandangan pandangan Ilahiah.
Pengaruh besar dari munculnya era post truth yang datang dari wilayah filsafat adalah eksistnya filsafat post mo yang mendekonstruksi pandangan filsafat era klasik dan membelokkan filsafat kembali ke cara pandang relativisme yang tidak mempercayai adanya bentuk kebenaran tunggal serta mutlak persis seperti kaum sofis era Socrates,di samping penegasan filsafat yang lebih condong pada prinsip skeptisisme. beda dengan pandangan filsafat klasik yang masih berpatokan pada rasionalitas sehingga masih dapat dipertautkan dengan persoalan ketuhanan atau dengan konsep kebenaran menurut Tuhan.efek dari semua itu adalah manusia yang disamping kehilangan panduan juga kehilangan gairah dalam mencari kebenaran karena sumbernya tertutupi oleh pandangan pandangan manusiawi ibarat matahari yang tertutup awan
Lalu apa pandangan agama atau bagaimana Tuhan menyikapi era demikian beserta kondisi di dalamnya?
Itulah Tuhan seperti masih antusias-bergairah dengan kehidupan saat masih banyak orang yang bersemangat mencari cari kebenaran tetapi mungkin tidak bergairah lagi saat tak ada lagi orang orang yang memikirkan masalah itu dan apalagi mencari carinya atau beragama tetapi sekedar menjalankan ritualitas tanpa memahami  atau mendalami substansinya lagi.
Itulah suasana psikologis manusia saat menjelang kehidupan dunia diakhiri, jadi akhir dari kehidupan dunia itu sebenarnya berhubungan erat dengan masalah 'kebenaran' di mana bila orang orang tak lagi memikirkannya dan apalagi mencari cari nya maka Tuhan memandang tak berguna lagi memperpanjang kehidupan dunia karena bayangkan, mungkin menyakitkan bagi Tuhan apabila opini opini manusia didengar dan menjadi bahasan serius di media tetapi firman-Nya sudah tak lagi dipedulikan.