Mungkin disinilah letak "dosa" seorang Nietzhe, ia berupaya menemukan hakikat seorang diri tanpa guide. Lalu samar samar dari ruang kegelapan itu muncul sesosok makhluk bukan membawa pelita tetapi membawa selubung, lalu selubung itu ditutupkan kedalam nalar Nietszhe hingga perlahan menjadi meredup dan lalu terjadilah peristiwa tragis itu.
Walau bagi pemuja Nietszhe janganlah pernah marah apalagi mengumpat karena ilustrasi saya itu hanyalah sekedar asumsi belaka, bukan vonis mati karena saya bukan saksi hidup yang menyaksikan secara utuh peristiwa yang menimpanya dan karena saya melihatnya dari persfektif agama yang bisa saja orang lain mungkin tidak mau memakainya.
Itu sebab banyak orang yang takut masuk ke atau menyentuh wilayah hakikat,para sufi biasanya menyadari hal itu. Ibarat menaiki gunung tanpa peralatan sama sekali atau menyelam ke dalam dasar lautan tidaklah bisa dengan telanjang demikian pula masuk ke wilayah "hakikat" yang dibahasakan oleh para failosof sebagai "upaya mengelupas verbalitas" itu memang tidak boleh sembarangan karena akibatnya hanya dua, kalau tidak menjadi tercerahkan ya menjadi gila, kalau tidak memperoleh petunjuk ya tersesat dan tersesat itu bisa sebagai failosof atau sebagai sufi, seperti Nietszhe dari kalangan failosof dan Al hallaj dari kalangan kaum sufi (itu menurut asumsi orang orang.
Dan itu sebab bahkan rasulullah pun takut ketika membicarakan masalah hakikat, "aku diutus bukan untuk (menjelaskan) itu", sabda beliau ketika ada umatnya yang menyinggung masalah hakikat. dan para sufi yang "waras" tentu tak mendalaminya seorang diri melainkan selalu berupaya memperoleh tuntunan Tuhan sebagai "guide" melalui pendalaman kitab suci utamanya tentu.
Dan artinya sebelum masuk ke wilayah hakikat berfikirlah sejenak untuk mempertimbangkan apa-siapa yang bisa menjadi pemandu nya.yang jelas apabila masih berfikir bahwa metode empirisme atau metode rasionalisme bisa dibawa hingga menelusur wilayah hakikat hingga muaranya yang terakhir maka lebih baik bersiap untuk menjadi gila ketimbang menjadi tambah tercerahkan karena hingga saat ini toh para failosof belum ada seorangpun yang bisa menciptakan metode metafisis yang bisa menelusur hingga ke wilayah hakikat.
Kalau sekedar "menyentuh: sih masih mungkin. Immanuel kant pun dalam hal ini toh nampak menyerah.sebagai jalan keluarnya ia menyelesaikan petualangan metafisis nya melalui konsep fenomena-noumena.ia nampak menyentuh hakikat tetapi tak bisa membukanya hanya membingkainya sebagai "wilayah yang tidak diketahui".
Mungkin Nietszhe berjalan terlalu jauh melewati Kant dalam persoalan ini tetapi itulah masalahnya ia melakukannya hanya seorang diri-tanpa guide. fikirannya memang terlalu dalam-terlalu briliant dibanding manusia di zamannya mungkin tetapi itulah risiko dari membenamkan fikiran ke kedalaman adalah terkadang sulit mengangkatnya kembali ke kesederhanaan seperti fikiran yang dimiliki publik awam pada umumnya
Ada apa di kedalaman terdalam? seperti sumur tanpa dasar atau labirinth tak berujung demikian orang orang membayangkannya sebab itu sebagian orang membentengi fikirannya dengan kesederhanaan agar tak terjatuh kesana.Â
Nietszhe mungkin sebuah pengecualian.ia awalnya nampak tak menyukai kesederhanaan-sesuatu yang kelak ternyata berakibat fatal bagi dirinya. Apakah ini cukup untuk menjelaskan fenomena Nietzsche? pastilah tidak.
Tetapi yang dapat kita analisis dari kasus Nietzche mungkin adalah bahwa ia awalnya adalah seorang yang cenderung berfikiran tidak sederhana-membawa fikiran fikiran brilliantnya seorang diri ke ruang kegelapan dunia hakikat dan lalu mungkin secara psikologis karena terlalu menyukai kesendirian sebelum lalu terjerumus kejurang kegilaan, itulah  makna "kesendirian yang membunuh" sebagaimana subyek tulisan ini
Dan,itulah Nietzsche,seorang yang dalam segala hal menolak untuk di doktrin bahkan untuk masalah ketuhanan ia menolak di doktrin oleh Tuhan-ciri dari karakter seorang briliant.dan ia menemukan klimaks maupun juga ujungnya yang adalah  anti klimaks seperti biasa : dalam ruang kesendiriannya.yang terakhir kalinya adalah yang membunuh nalar nya