Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila LGBT Disokong Kaum Intelektual, Maka Kembali ke Logika Sederhana

10 Januari 2018   17:26 Diperbarui: 11 Januari 2018   06:02 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

.....

Kemarin saya kedatangan seorang teman yang biasa ngajak ngobrol- 'diskusi' istilahnya, kesana kemari. Dan hari itupun kami ngobrol perihal berbagai macam persoalan utamanya yang tengah hangat diperbincangkan di media. Hingga tiba ke memperbincangkan persoalan LGBT dan kami setuju untuk berdiskusi secara intens terkait soal itu.

Karena seiring berkembangnya zaman persoalan ini sepertinya tidak pernah selesai selesai walau bila melihat deskripsi kitab suci contohnya perihal peristiwa Sodom and Gomorrah nampaknya dalam pandangan kitab suci persoalan ini sebenarnya telah 'selesai' alias telah jelas hitam-putih nya.

Tetapi bila melihat kepada fakta kenyataan yang terjadi justru seperti sebaliknya, mungkin itu karena manusia selalu tidak kekurangan cara-selalu mencari cari argument 'baru' demi untuk pembenaran perilaku nya. Dan itulah yang membuat masalah LGBT selalu menarik untuk di diskusikan dan selalu hangat untuk di bicarakan.lahirnya 'tesis tesis' baru seolah menjadi tantangan untuk melahirkan 'anti tesis anti tesis baru', demikian yang berulang terjadi dalam sejarah umat manusia

Teman saya saja sampai kebingungan karena posisi LGBT terkini seperti mendapat sokongan dari banyak intelektual mulai dari dosen-ilmuwan hingga profesor. Dan tentu saja argument yang keluar dari pikiran mereka bukan argument ecek ecek tetapi argument yang canggih yang nampak cocok untuk orang orang sekelas mereka. Sehingga teman saya itu kebingungan sekaligus kewalahan bagaimana menghadapi argument argument 'canggih' nya itu dan meminta pendapat saya bagaimana cara menghadapinya

Maka saya pun memberi saran awal sekaligus 'kunci' ketika berhadapan dengan argumentasi yang nampak rumit-pelik dan sekaligus canggih ini. Saran saya adalah; bila berhadapan dengan argument canggih tapi nampak rumit dan berbelit belit seperti itu maka: kembalilah kepada hal mendasar yang substansial serta logika logika sederhana! karena bisa jadi argument yang nampak canggih itu hanya sebentuk upaya pembenaran tetapi bila kita kaji substansinya maka belum tentu benar atau belum tentu berdasar argument yang kuat.dan karena kebenaran substansial itu dapat kita temukan hanya apabila kita mau kembali misal kepada logika logika yang sederhana

..............

Berikut saya berupaya menganalisis serta sekaligus berupaya membuat penyelesaian nya dengan argument atau logika sederhana

1.Klaim 'normal'

Nampak jelas kaum LGBT beserta para penyokongnya termasuk utamanya yang dari kaum intelektual berupaya keras memposisikan LGBT sebagai suatu karakter-perilaku yang 'normal', artinya, beda dengan waria kelas jalanan yang lebih pasrah mau dianggap apa, mereka-kaum intelektual tersinggung berat kalau LGBT dianggap abnormal. Nah untuk bisa berposisi supaya nampak 'normal' itulah maka kaum intelek pro LGBT berupaya mati matian mencarikan dalil-argumentasinya.

Diantara argumentasi yang mengupayakan supaya nampak normal itu adalah dengan menyandarkan LGBT pada faktor kodrat-takdir.' LGBT adalah 'given'-'pemberian Tuhan' demikian salah satu ucapan yang sering diulang ulang kaum intelek pro LGBT tersebut dan mereka bukan tidak memiliki argumentasi sebagai landasan dari pernyataan nya itu.

Mereka menyandarkan faktor 'given' tadi pada argument argument psikologis dan lalu argument genetik yang terlalu panjang untuk di urai disini. Termasuk argument  formil adalah dikeluarkannya LGBT dari kriteria penyakit kejiwaan oleh institusi psikologi tertentu dan lalu pengesahan perkawinan antar LGBT oleh sejumlah negara tertentu

Perkawinan LGBT dianggap suatu yang 'normal' ?... inilah yang membuat teman saya  nyaris hampir 'pingsan' mendengarnya ..rupanya beliau memiliki tingkat kepekaan yang cukup tinggi akan parameter kenormalan. Beliau sudah terbiasa faham bahwa sebuah perkawinan terjadi antar yang berbeda jenis untuk tujuan demi melangsungkan keturunan. Sedang belum pernah ada diberitakan perkawinan LGBT yang menghasilkan keturunan.jadi argument  sekedar pelampiasan 'hawa nafsu' nampak lebih kuat disini

Baiklah, mempermasalahkan 'normal-abnormal' tentu untuk lebih jelasnya maka kita harus memiliki serta mengacu atau bersandar pada parameter yang bisa disepakati bersama sebagai pedoman ilmiah nya, sebab tanpa parameter acuan maka perdebatan seputar itu bisa tidak akan pernah usai

2.Bila LGBT tidak mau dianggap sebagai abnormal

Makna-definisi 'normal' menurut saya adalah : 'sesuatu yang di fungsikan sesuai dengan peruntukannya', 'sesuatu yang ditempatkan pada tempat yang semestinya'.'sesuatu yang berjalan sesuai dengan fungsi nya'.anda boleh memilih salah satu atau menggabungkan semua definisi tersebut.untuk contoh misal; peruntukan sepatu adalah untuk dipakai di kaki sehingga bila ada orang yang mengalungkan sepatu itu dileher sebagai perhiasan misal maka itu akan dikategorikan sebagai tidak normal.anda bisa membuat contoh sebanyak mungkin untuk memperkuat posisi ilmiah dari definisi yang saya buat

Definisi tersebut boleh dianggap sebagai pelengkap untuk definisi yang dibuat KBBI : 'menurut aturan atau menurut pola yang umum; sesuai dan tidak menyimpang dari suatu norma atau kaidah; sesuai dengan keadaan yang biasa; tanpa cacat; tidak ada kelainan: bayi itu lahir dalam keadaan --; 2 bebas dari gangguan jiwa'. Walau definisi KBBI itu menurut saya ada kelemahannya tersendiri sebab misal; bila kenormalan di paralelkan dengan 'pola'-'kaidah'-'norma' atau 'aturan' maka di negara negara 'liberal' bisa saja LGBT dianggap normal karena pola-kaidah-norma serta aturan di negeri itu memang sudah diparalelkan dengan kaidah kebebasan yang tanpa batasan yang ketat semisal batasan yang dibuat agama.sehingga menyebut LGBT sebagai 'abnormal' di negara liberal malah mungkin bisa balik dipermasalahkan. Sebab itu bila kaidah ilmu logika yang dipakai di sini maka definisi yang saya buat diatas mungkin lebih cocok dipakai karena lebih bersifat substansial

Nah sebab itu,mengacu pada definisi yang saya buat itu maka LGBT dapat disebut suatu yang 'abnormal' alias 'tidak normal' karena memfungsikan 'peralatan' tidak pada tempat yang semestinya atau menggunakan 'peralatan' bukan pada peruntukannya. Dan sebelumnya tentu anda harus tahu serta faham apa itu 'peralatan' laki laki maupun perempuan.artinya peralatan lelaki itu adalah sesuatu yang untuk digunakan pada perempuan dan demikian pula sebaliknya; peralatan perempuan itu sesuatu yang diperuntukkan untuk laki laki.

Dan itu diciptakan Tuhan bukan tanpa makna atau tujuan yang lebih tinggi. Karena dengan digunakannya peralatan itu maka umat manusia bisa memiliki keturunan dan berkembang biak mewarisi bumi dari zaman ke zaman. Sehingga parameter kenormalan berikut adalah argument ini: bayangkan andai semua penghuni adalah kaum LGBT maka bisa jadi 100 tahun kedepan manusia dan semua peradabannya akan musnah dari muka bumi

Itulah definisi 'normal' beserta argumentasi serta contoh nya yang logis-bisa masuk akal orang orang yang berakal-kecuali yang akalnya kurang sehat atau yang tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Ada gitu orang yang memiliki akal tetapi akalnya itu tidak berfungsi banyak atau tidak difungsikan sebagaimana mestinya? 

Tentu saja banyak,bahkan kitab suci berulangkali menyebutnya.diantaranya orang yang dalam berfikir lebih suka alur spekulativisme yang ujungnya absurd-tidak jelas-samar -yang ujungnya skeptisisme-bukan keyakinan akan suatu kebenaran mutlak. Atau orang orang yang dalam berfikir lebih suka bersandar pada unsur rasa perasaan hawa nafsu.bandingkan dengan cara berfikir akal yang analitis,sistematis,terstruktur dan berujung dengan dualisme benar-salah yang jelas,hitam-putih

Inilah yang saya maksud dengan 'logika sederhana' untuk melawan argument yang nampak canggih tapi berbelit belit-tidak jelas serta tidak rinci benar-salah nya

2.Bila LGBT dianggap sebagai 'given'-pemberian Tuhan

Argumentasinya: mengapa Tuhan tidak murka kepada kucing karena ia mengeong dan anjing karena ia menggonggong ? ..karena baik kucing maupun anjing sudah ditakdirkan-digariskan untuk bersuara demikian sehingga baik kucing maupun anjing tak memiliki kuasa untuk merubahnya.artinya-logikanya : Tuhan tidak murka kepada apa yang sudah ditetapkan atau ditakdirkanNya sendiri dan yang makhluk tak akan bisa merubah nya

Lalu bagaimana dengan LGBT,apakah itu suatu takdir Ilahi dan karenanya manusia tak mungkin bisa merubah nya ? ...inilah inti persoalan yang harus dikaji oleh kaum LGBT se alam dunia dan yang sudah berada di akherat kalau masih dapat mendengar.mereka yang menganggap LGBT sebagai 'given'-takdir-kodrat dan karena nya mereka tak mau berupaya untuk merubah karakternya dan lalu (dengan bersandar pada pemikiran kodrati itu) menganggap hal tersebut sebagai sebuah kenormalan

Lalu mengapa Tuhan murka kepada kaum nabi Luth bila LGBT adalah takdir yang mustahil bisa berubah ? ...artinya dengan mengacu pada peristiwa Sodom dan Gomorra itu dengan logika sederhana kita bisa faham bahwa LGBT adalah sebuah karakter yang bisa diubah tetapi kaum nabi Luth tak mau berupaya untuk merubahnya sehingga karenanya mereka mendapat murka Tuhan

Ini yang harus diperhatikan oleh kaum LGBT yang menganggap karakter nya sebagai kodrat agar tidak terjadi kesalah fahaman : bahwasanya semua manusia yang diturunkan Tuhan ke bumi untuk hidup dan ber eksistensi diatasnya semuanya tanpa kecuali diberi ujian-tantangan-godaan karena alam dunia hakikatnya bukanlah tempat untuk bersenang senang.dan tantangan bagi LGBT adalah apa apa-semua latar belakang yang membuat karakternya lalu menjadi abnormal itu.

Artinya mereka diberi tantangan-ujian-cobaan sebagai lelaki atau sebagai perempuan untuk tetap bertahan dalam fitrahnya sebagai lelaki atau sebagai perempuan.atau dengan kata lain : siapa yang dilahirkan dengan 'peralatan' lelaki maka ia ditantang untuk menjadi seorang lelaki sejati yang sesungguhnya dan demikian pula yang dilahirkan dengan peralatan perempuan

Analogi lain; bila seorang bersahwat tinggi dan lalu dalam kondisi demikian lantas ia lalu memperkosa seorang wanita maka apakah ia pantas menyebut perbuatannya itu sebagai representasi dari 'takdir'-kodrat manusia karena manusia adalah makhluk yang dibekali dengan nafsu syahwat dan karena nya lalu menolak untuk dipersalahkan dihadapan pengadilan ? ... tentu saja tidak,semua pengadilan akan menyalahkannya karena ia tidak berupaya mengendalikan nafsu syahwatnya.artinya adanya nafsu syahwat dalam diri manusia itu menjadi ujian dan cobaan bagi manusia untuk bisa mengendalikannya.jangan malah membuat pembenaran atas semua perilaku hawa nafsu dengan dalih 'takdir-kodrat manusia'

Sekarang coba amati lalu analisis secara seksama orang orang yang semula berkatakter LGBT tapi menganggap itu sebagai tantangan dan lalu berupaya secara sungguh sungguh untuk berubah dan lambat laun ternyata ia dapat merubah karakter menyimpangnya itu.tapi sebaliknya orang orang LGBT yang misal merasa sebagai 'perempuan yang terjebak dalam tubuh lelaki' dan lalu merasa itu sebagai 'takdir' diri nya-(bukan sebagai tantangan) maka memang karakter nya otomatis akan sulit berubah karena filosofi-cara pandang awal nya saja sudah salah

3.Faktor 'X' alias faktor hawa nafsu

Saya sendiri kadang suka heran..heraaan banget,soalnya bila para intelektual penyokong LGBT bicara soal LGBT nampak mereka tak pernah menyabit nyabit sekalipun perihal 'hawa nafsu'. Seperti ada faktor X yang mereka sembunyikan dan mereka nampak lebih suka dengan argument yang dianggapnya lebih nampak ilmiah dan canggih.

Mungkin mereka menganggap argument 'hawa nafsu' itu sebagai tidak ilmiah dan argument rendahan ala publik awam atau dianggap argument dogmatik. Beda dengan para penceramah agama yang dalam ceramah ceramahnya seringkali mengungkit unsur yang melekat dalam jiwa manusia yang sering menjerumuskan manusia pada kebinasaan dunia akherat itu.

Menurut saya penting-mendasar untuk mengungkit unsur 'hawa nafsu' dalam kajian ilmiah tentang LGBT karena itu adalah hal yang mendasar yang melekat dalam diri manusia. Kitab suci sendiri berulangkali menyabit dan menyebut 'hawa nafsu' sebagai asal muasal segala perbuatan manusia yang buruk-salah-negative-menyimpang-sesat-binasa-dosa-noda dlsb yang dikategorikan sebagai 'salah'.dan tiada lain agar jangan sampai tertukar dengan 'nurani' (unsur jiwa yang tertanam dalam jiwa manusia yang memiliki karakter keilahian dan karenanya cenderung selalu suka pada yang baik dan benar).

Artinya, jangan sampai ada pembuat dosa-salah-sesat yang malah bersandar pada nurani atau memparalelkan perbuatannya dengan nurani.karena itu adalah pemutar balikkan fakta serta makna

Hal penting lain untuk mengungkap faktor hawa nafsu dalam kajian LGBT adalah agar mereka tahu -faham-mengerti apa sebenarnya hakikat hawa nafsu serta bagaimana kedudukannya dalam diri manusia. Sebab bila cenderung disembunyikan maka disamping karakternya akan tersembunyi dan masalah yang terkait keberadaan unsur hawa nafsu menjadi rumit untuk diungkap dan diselesaikan,apalagi bila sudah keluar atau dibingkai oleh dalil dalil yang 'canggih',padahal sebenarnya hanya ekspressi hawa nafsu semata hanya nampak 'benar' karena sudah dibingkai oleh dalil-argument tertentu

Coba saja andai ada LGBT yang sudahlah menganggap karakternya sebagai 'given' dan lalu ditambah dengan memparalelkan atau menyandarkan karakter nya itu pada eksistensi nurani.atau karakternya itu dianggapnya sebagai pengejawantahan dari nurani dan bukan dengan memahaminya sebagai eksistensi hawa nafsu  atau pengejawantahan dari hawa nafsu. dikemanakan pemahaman mereka terhadap 'hawa nafsu' fikirku ..karena sebagai manusia seharusnya kita terbiasa mendalami-menghayati serta lalu memahami mana perilaku atau karakter yang berasal dari hawa nafsu dan mana yang dari nurani.

Dengan terbiasa memahami nya maka kita tidak akan terkecoh oleh perbuatan yang berasal dari karakter hawa nafsu tapi menyandarkan diri pada nurani.contoh,dulu pernah ada demo orang orang yang menolak penggusuran lokalisasi tetapi malah dengan mengatas namakan 'nurani' padahal kita tahu lokalisasi adalah tempat pelampiasan nafsu yang terlarang.nah waspada bila ada pembela LGBT yang malah mencoba menyandarkan diri pada 'nurani' dan dengan menyembunyikan diri dari menyabit nyabit faktor X alias faktor 'hawa nafsu'

Artinya, kembalilah kepada pemahaman sederhana dan mendasar yang kini sudah jarang dibahas di wilayah post mo itu yaitu : fahami manusia sebagai makhluk Tuhan yang diberi karunia nurani-akal dan juga hawa nafsu.apa-bagaimana hakikat ketiga nya maka bertanyalah pada kitab suci yang akan memberi penjelasan sederhana tapi nyata-bukan teoritis dan mendasar-bukan penjelasan yang meng awang awang.beda dengan meminta penjelasan pada psikolog misal yang penjelasannya bisa teoritis dan belum tentu paralel dengan kenyataan yang sesungguhnya.dengan kata lain,penjelasan kitab suci itu hakiki dan berlaku mutlak untuk keseluruhan manusia. 

Sedang penjelasan psikolog itu bisa relatif serta spekulatif sebab bisa bergantung sudut pandang sang psikolog serta bisa kondisional-bisa bergantung situasi dan keadaan

Itulah intinya,bila ada intelektual penyokong LGBT menghadirkan argumentasi yang nampak canggih-ilmiah tetapi nampak rumit untuk difahami dan dimengerti oleh publik awam maka sebagai makhluk Tuhan kembalilah kepada hal hal yang sederhana-mendasar serta 'hakiki' termasuk kembali pada logika sederhana sebagaimana dipaparkan diatas.

Dan karena kebenaran tertinggi dan terakhir itu tetap ada pada hal hal sederhana dan mendasar walau dalam perjalanannya kita harus bergumul dengan problematika keilmuan yang nampak rumit dan pelik.dan artinya, betapapun manusia berupaya membuat dalil sedemikian rupa kalau dasarnya adalah salah maka hakikatnya tetap tak akan bisa beranjak dari sana,jangan pernah berfikir bisa membuat dalil yang bisa merubah salah jadi benar dan sebaliknya.

sebab kebenaran itu memiliki substansi yang tak akan pernah bisa berubah oleh jenis pemikiran manusiawi yang bagaimanapun

......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun