Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hati Hanya Bisa Dipahami oleh Hati, Sebuah Dialog Filsafat dengan Dee Shadows

9 Juli 2016   11:16 Diperbarui: 9 Juli 2016   15:45 2707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
images : hdwallpapersrocks.com

Dalam hati, berbagai pengalaman mistis-pemikiran rasionalistik serta pengalaman empiris akan menjadi seperti adonan menu makanan-semua akan menyatu padu,dan bagaimana mekanisme nya sehingga semua itu dapat menyatu padu maka hati memiliki kemampuan alami yang tidak mengacu pada system filsafat tertentu misal,saya fikir tak ada satu pun system filsafat yang bisa mendesain atau mendikte proposisi hati,ini mungkin sebentuk sisi ‘misteri’ tersendiri dari hati yang memang sulit diraba atau diperkirakan atau didesain

Dee mengaitkan ‘proposisi’ yang berasal dari hati sebagai ‘wilayah mistis’ saya faham Dee banyak melihat-meneropong dan membingkai segala suatu dengan menggunakan sudut pandang filsafat, katakanlah mungkin ia memakai filosofi cara pandang failosof tertentu.menyekat nyekat persoalan manusia kedalam belahan rasionalisme-empirisme-mistisme memang terkadang ‘menyakitkan’ ketika kita lebih ingin melihat dan memahami persoalan secara lebih menyeluruh. 

Ketika berbicara ‘hati’ dan dianggap sama sekali berada diluar wilayah rasionalitas itu juga menyakitkan padahal hati dan otak itu memiliki ketersaling hubungan sebab keduanya berada dalam satu jiwa dan dapat bersama sama mengarah pada satu tujuan.saya dapat membawa akal formal saya memikirkan atau membedah hal hal yang hati saya ingin mengetahuinya secara lebih jauh,dengan kata lain akal formal berada dalam kendali hati dan tak bisa bergerak diluar kendali hati sebab akal formal itu tidak memiliki sifat personal seperti ‘kehendak’.’

Hati adalah raja dalam jiwa’ demikian ungkapan agama,walau tentu bukan berarti hati selalu benar dan baik,hati dan akal dapat mengarah pada tujuan salah.hati maling menggunakan kemampuan akal formalnya ketika melakukan kejahatan

Sebab itu saya pribadi tidak melihat persoalan ‘hati’ ini dari sudut pandang filsafat,dari sudut pandang failosof si X-si Y-si Z dlsb. saya melihat dari sudut pandang yang umum-publik mudah dan telah biasa fahami dan tentunya saya fahami sebagaimana kenyataannya.hati adalah hati mau dimasukkan ke wilayah manapun mistik kek..transeden kek ..misal bila saya berkata ‘hati saya mencintai seseorang’ maka saya sadar itu bukan wilayah rasionalitas tetapi mau dimasukkan ke wilayah ‘mistik’ pun silahkan saja,bagi saya pernyataan itu adalah pernyataan hati.parameter untuk mengukur hati bukanlah rasionalitas bukan pula mistisme,inilah mungkin yang membuat para failosof tertentu kebingungan dalam memposisikan proposisi yang berasal dari hati ini,masuk wilayah mana ?

Kita-manusia memerlukan hati

Itu persoalan pokok yang ingin saya ungkapkan,buat apa memperdebatkan secara terus menerus masalah substansi atau proposisi yang berasal dari ‘hati’ tetapi alpa kepada berfikir tentang apa makna ‘hati’ bagi manusia.orang mungkin sudah banyak berbicara makna ‘akal’ bagi manusia,tetapi banyak yang lupa kepada makna ‘hati’, padahal dalam hal berfikir-merumuskan kesimpulan maka fungsi hati ini sangat menentukan sebab dalam hati lah orang menyimpan keyakinan atas semua hasil olah fikirnya atau hatilah yang menolak sesuatu yang diyakini sebagai bukan kebenaran.bayangkan manusia yang memiliki otak tetapi tidak memiliki hati maka ia tak akan memiliki ‘penyimpanan akhir’

Yang perlu kita ketahui adalah proposisi yang dibuat hati tak menggantungkan diri pada instrument yang  a priori ataupun a posteriori sebab hati bersifat menyatukan-tak mengenal pemilahan pemilahan yang ekstrim yang menyangkut instrument berfikir kecuali pemilahan yang menyangkut ‘nilai’ semisal benar-salah,baik buruk dlsb.beda dengan konsep rasionalisme atau empirisme yang dibangun oleh instrument keilmuan yang bersifat spesifik bahkan mungkin ‘terukur’

Hati misal tak akan menempatkan pengalaman inderawi dan pengalaman non inderawi dalam struktur pengetahuan terpisah yang sulit disaling hubungkan. dengan kata lain menyikapi semua yang masuk kedalamnya secara sejajar tanpa dikotak kotak sebagaimana konsep rasionalisme atau empirisme melakukannya secara formalistik,karena bagi hati yang terpenting adalah menangkap intisarinya-saripatinya

Saya pernah mengalami pengalaman gaib-ajaib-aneh atau ‘mistis’-tidak empiris, tetapi di sisi lain saya pun mengalami pengalaman di dunia empiris yang beragam-yang berkesan-yang melukai ataupun membahagiakan, tetapi kedua bentuk pengalaman itu tidak saya tempatkan dalam dua ruang terpisah yang misal satu sama lain tidak saling menyapa atau berdialektika,dan semua bentuk pengalaman itu tidak saya kotak kotakkan berdasar pengkotakkan yang dibuat filsafat misal. karena justru dalam hati lah dan bukan dalam otak atau akal formal beragam jenis pengalaman itu dapat saling berinteraksi dan lalu saling menyatu padu membentuk ‘pengertian’ sebagai bahan dasar ‘keyakinan’

Dalam struktur jiwa saya pun menempatkan hati sebagai ‘sang raja’- paralel dengan pandangan kitab suci, dan akal formal atau ‘otak’ sebagai perdana menterinya karena sifat hati yang dapat melihat secara lebih luas tidak seperti akal formal yang jalan jalan berfikirnya penuh dengan rambu rambu hukum berfikir, dan karena hati lah yang dapat mengakomodasi seluruh pengalaman-merangkum seluruh hasil olah fikir untuk diambil sari pati sari pati nya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun