Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Mengapa manusia masuk ke wilayah kepercayaan-keyakinan?

6 Mei 2015   17:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:19 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

…

Banyak kalangan ilmuwan-pemikir-saintis yang merasa rigid-gamang (seolah berhadapan dengan sesuatu yang asing) ketika harus berhadapan dengan problem yang dianggap berkaitan dengan masalah ‘kepercayaan atau keyakinan’ sehingga sebagai solusinya mereka lalu menempatkannya terpisah dari wilayah empirik maupun rasionalistik yang biasa mereka gumuli.’itu wilayah kepercayaan’ demikian ungkapan yang biasa kita dengar khususnya dari kalangan filsuf-saintis,seolah mereka ingin menegaskan bahwa wilayah ilmu pengetahuan adalah suatu yang terpisah dengan wilayah kepercayaan-keyakinan.padahal sebagai contoh dunia sains sendiri tak bisa lepas dari wilayah keyakinan-kepercayaan.sebagai contoh : pada awal mula pesawat terbang yang pertama dibuat hendak diterbangkan tentu belum ada fakta empirik bahwa pesawat serupa dapat terbang sebab itu pembuat pesawat pada awalnya hanya yakin bahwa pesawat itu dapat terbang,tentu dengan berbagai perhitungan matang yang telah ia buat, bila tak memiliki keyakinan demikian maka ia tak akan pernah berani menerbangkannya.(dan bisa anda cari berbagai contoh lainnya)

Sebab itu terhadap pertanyaan diatas diawal saya akan langsung mengungkap jawabannya,sebuah jawaban yang sederhana tetapi bersifat mendasar : karena tidak semua hal dapat kita tangkap-gambarkan-konsepsikan secara empirik.atau dengan kata lain tidak semua hal-permasalahan-obyek ilmu pengetahuan didunia ini memberi kita data-fakta empirik yang utuh-komplit serta autentik.atau tidak semua hal yang kita fikirkan-yang menjadi permasalahan yang kita sangat ingin memperoleh data-fakta empiriknya secara komplit memberi kita data-fakta empirik sebagaimana yang kita inginkan

Dan berikut saya akan memberi berbagai contoh sebagai argumentasinya :

Ketika anda hendak menikahi seseorang maka apakah anda telah memiliki data-fakta empirik yang melimpah-komplit perihal calon pasangan anda itu yang membuat anda menyimpulkan bahwa ia adalah calon pasangan yang tepat ataukah anda lebih bersandar pada percaya dan yakin bahwa ia adalah pasangan yang tepat bagi anda (?)

Ketika anda mengendarai kendaraan ditengah jalan raya maka tentu anda memerlukan perasaan aman khususnya dari sesama pengendara,tetapi apakah anda telah mengantongi data empirik yang komplit perihal kapasitas semua orang yang berkendara dijalan yang akan anda lalui atau anda cukup dengan yakin dan percaya bahwa mereka memiliki kapasitas dalam berkendara (?)

Ketika anda membuat sebuah perusahaan dan merekrut banyak karyawan maka apakah anda telah memiliki fakta empirik yang komplit perihal semua calon karyawan anda sehingga anda memutuskan untuk menerima mereka semua sebagai karyawan anda,..tentu saja tidak bukan,anda hanya akan lebih bersandar pada prinsip percaya dan yakin

Apakah manusia dapat memiliki fakta dan data empirik yang komplit-autentik perihal sejarah dunia hingga ke hulu nya-ke awal mula pertama adanya,…karena ketiadaan data-fakta empirik autentik yang komplit itulah maka para saintispun lalu berteori-berhipotesa,sehingga terhadap sejarah dunia ini manusia terbagi kepada dua golongan antara yang percaya kepada deskripsi kitab suci dengan yang percaya kepada teori-hipotesa para saintis

Dipengadilan apakah hakim akan selalu dapat memperoleh data-fakta empirik yang komplit sebagaimana yang diperlukannya perihal terdakwa yang ada dihadapannya, ataukah hakim hanya berusaha untuk bisa yakin bahwa sang terdakwa telah melakukan kesalahan yang patut memperoleh hukuman bahkan dengan data-fakta empirik yang seadanya (?)

Demikian pula dalam realitas pengalaman hidup kita sehari hari dengan berbagai permasalahan yang menyertainya kita akan selalu dihadapkan pada berbagai hal-perkara-permasalahan yang tidak selalu disertai data-fakta empirik yang komplit-autentik terkadang kita memperoleh sesuatu yang kita anggap hanya isyu,fitnah, kebohongan dlsb. sehingga bila di masyarakat ada profesi paranormal yang sering didatangi orang untuk dimintai tolong itu menandakan bahwa dalam kehidupan memang tidak semua hal dapat diketahui data-fakta empiriknya secara komplit,kalau semua hal yang kita ingin ketahui senantiasa dapat memberi kita data-fakta empirik yang komplit maka tak akan ada profesi paranormal dimasyarakat dan juga mungkin tak akan ada agama. dengan kata lain ketiadaan fakta-data empirik sebagaimana yang kita inginkan itu membuat manusia mau tak mau harus jatuh ke wilayah ‘percaya-yakin’

Apakah sains yang merupakan bentuk ilmu empirik yang khusus menelusur dunia yang dapat diverifikasi pengalaman indera dapat memberi manusia semua data-fakta empirik dari apapun yang ingin mereka ketahui (?) … bahkan para saintis sendiri hanya bisa berteori-berhipotesa ketika mereka menemukan hal hal yang sulit mereka temukan data-fakta empiriknya,bagaimana bisa memberi semua manusia data-fakta empirik dari semua problem keilmuan yang mereka temui.atau,apakah semua pengalaman hidup lahir-batin yang kita-manusia alami dapat direduksi kedalam bentuk pengetahuan pengetahuan empiris yang serba valid (?) … tentu saja tidak,sebagian akan tereduksi kedalam pengetahuan pengetahuan non empiris yang mau tak mau akan berkaitan dengan masalah keyakinan-kepercayaan

Dengan kata lain dalam kehidupan ini,yang lahiriah-fisik-material tak akan dapat berdiri sendiri,ia akan berkelindan dengan hal yang non fisik-dengan rasionalitas-rasionalisasi dan ujungnya dengan wilayah kepercayaan-keyakinan,dan karena yang lahiriah-fisik-material itu tidak secara otomatis menyatakan hakikat dirinya sendiri

Apapun yang manusia tangkap melalui pengalaman dunia inderawinya disadari atau tidak semua akan berujung pada wilayah kepercayaan-keyakinan,bahkan atheismepun adalah sebuah kepercayaan karena tak ada fakta empirik yang ditemukan yang dapat memastikan bahwa Tuhan tidak ada,dan manusia akan senantiasa jatuh kedalam wilayah keyakinan-kepercayaan karena data-fakta empirik yang kita tangkap itu sebenarnya tidak komplit untuk merumuskan berbagai bentuk kebenaran yang kita inginkan

………………………..

Apakah fakta empirik yang tertangkap pengalaman dunia indera menentukan hakikat kebenaran,apakah sesuatu bisa disebut ‘tidak ada’ hanya karena sesuatu itu tidak atau belum ada fakta empiriknya .. misal,apakah alam akhirat harus dianggap tidak ada hanya karena belum dapat ditangkap secara empirik .. hati hati,sebab jawabannya adalah … belum tentu tidak ada,ia bisa benar benar ada tetapi kita belum dapat menangkapnya.dan ini argumentasinya :

Dahulu kala saat planet planet belum ditemukan manusia dan manusia belum mengetahui keberadaannya maka apakah planet planet itu tidak ada … jawabnya tentu saja ada,hanya manusia belum mengetahui keberadaannya,dan planet planet itu tak bisa dikatakan baru ada setelah manusia dapat menangkap keberadaannya.bahkan planet planet itu ada walau andai manusia tak pernah menemukannya.itu sebab dunia indera tak bisa dijadikan sandaran utama dalam hal masalah hakikat kebenaran, demikian pula faham-metodologi empirisme dalam dunia ilmu pengetahuan fungsinya hanya sekedar alat bantu belaka bukan penentu hakikat kebenaran.segala suatu dalam kehidupan ini yang belum dapat kita tangkap melalui pengalaman dunia indera tidak dapat kita katakan sebagai pasti tidak ada.dan dengan kata lain karena ilmu empirik-metodologi empirisme tidak dapat digunakan untuk menggapai hakikat kebenaran dari apa yang menjadi problem ilmu pengetahuan secara keseluruhan maka manusia mau tak mau akan masuk ke wilayah keyakinan-kepercayaan

Kesimpulannya, dalam berbagai dimensi permasalahan-problem ilmu pengetahuan yang kita temui termasuk yang kita alami dalam kehidupan sehatri hari mulai dari yang berdimensi empirik hingga ke yang berdimensi non empirik,mulai dari yang berdimensi rasional hingga ke yang sudah berada diluar rasionalitas mau tak mau kita tetap akan selalu berhadapan dengan masalah kepercayaan-keyakinan dalam berbagai fase-tingkatannya

……………...............................

Jalan menuju yakin

Ketika manusia sadar bahwa mereka harus mau tak mau masuk ke wilayah yakin-percaya maka manusia mencari cari jalan untuk dapat menggapainya,dan itu dilakukan dengan beragam cara tentu saja sesuai dengan jenis problem keilmuan yang mereka temukan,pada problem keilmuan yang bersifat empirik diantaranya dengan melakukan eksperimen, atau mencari bukti empirik lain yang mendukung,pada problem keilmuan yang non empirik diantaranya dengan mendalami rasionalitas-hakikat-makna terdalam dari sesuatu,sehingga ssesuatu diyakini sebagai kebenaran karena didalamnya terkandung aspek rasionalitas,memiliki makna serta hakikat yang bisa didalami dan difahami

...........

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun