….
Dalam setiap ceritera film atau sandiwara yang mengusung tema dasar ‘kebaikan vs kejahatan’ atau ‘kebenaran vs kebatilan’ sudah menjadi pakem bila diakhir ceritera yang benar selalu dimunculkan sebagai sang pemenang walau pada awal ceritera harus terlebih dahulu menjalani lakon sebagai sang pecundang yang terseok seok dan penuh babak belur.itu adalah grand skenario yang dibuat sang pembuat ceritera
Dan itu adalah grand skenario yang ‘logis’ - ‘masuk akal’ yang semua manusia (yang berakal - ber nurani akan menerima nya, dan sebaliknya akan dianggap ‘absurd’ - ‘tak bemakna’ - ‘tidak logis’ atau ‘ganjil’ bila skenarionya dibalik : yang salah di ujung ceritera tampil sebagai sang pemenang mengalahkan yang benar
Kebenaran ditakdirkan untuk lahir sebagai sang pemenang walau di awal ia harus menempuh banyak tantangan dan ujian yang sangat berat, dan kebatilan (kesalahan - keburukan -kejahatan - kemunkaran) ditakdirkan untuk lahir sebagai sang pecundang walau di awal ia akan ditampakkan seolah sebagai sang pemenang atas kehidupan.
Ya, benar-salah,baik-buruk itu ujungnya memang akan berkorelasi dengan menang - kalah,berujung ‘seri’ (tanpa penghakiman) atau apalagi yang benar akhirnya harus kalah adalah suatu yang ‘absurd’ bagi Tuhan dan juga bagi akal fikiran sehat.itulah grand skenario yang telah ditetapkan sebelum semesta kehidupan diciptakan oleh sang maha pencipta sandiwara kehidupan dunia
Tetapi bagaimana mencari ‘sang benar’ atau ‘sang hero’ sejati dari kehidupan yang Tuhan maksudkan yang menjadi rival abadi dari sang kebatilan mungkin itu bukan suatu hal yang mudah,apa sebab (?) … karena sebagaimana kita tahu di dunia ini terlalu banyak golongan yang mengklaim diri sebagai ‘sang benar’, sehingga membuat kita betanya tanya : mungkinkah ‘sang benar itu banyak’ atau ‘bisa banyak’ dan satu sama lain bisa saling berlawanan atau ia hanya satu dan yang lain hanyalah ‘sang benar palsu’ (?)
Sebab sebagaimana kita tahu disamping ada ‘sang benar’ hakiki ciptaan Tuhan maka manusia pun di tiap zaman nya sepertinya belomba menciptakan sendiri sendiri ‘sang benar’ nya masing masing tentu sesuai kacamata sudut pandang yang mereka gunakan
Bahkan sangat mungkin sang benar yang sesungguhnya itu suatu saat malah akan dianggap orang sebagai ‘sang antagonis’ - ‘sang kebatilan’,dan yang sesungguhnya sang kebatilan akan dianggap orang sebagai ‘sang benar’,itulah saat dimana ‘kebenaran terbalik’ : kala kebatilan dianggap sebagai ‘kebenaran dan kebaikan’, yang sesungguhnya kebenaran justu dianggap sebagai ‘kebatilan’. ambil contoh, ketika apapun yang dianggap bersesuaian dengan pinsip ‘modernisme’ dianggap sebagai ‘kebaikan’ walau didalamnya mengandung nilai nilai yang merusak akhlak-moral,dan apapun yang dianggap berlawanan dengan prinsip modernisme distigmakan sebagai ‘kekeliruan’ karena dianggap ‘kuno’ - ‘tak besesuaian dengan zaman’ walau didalamnya membawa nilai nilai yang baik dan benar (kala ‘kacamata zaman’ menjadi ukuran kebenaran).atau kala semua yang bisa dibuktikan secara empirik dianggap sebagai ‘kebenaran’ dan yang tidak bisa dibuktilkan secara empirik dianggap sebagai ‘bukan kebenaran’ (kala dunia indera - metodologi empirisme dijadikan parameter kebenaran tunggal)
Itulah dalam perjalanannya menjelajah belantara kehidupan dari zaman ke zaman ‘sang benar’ atau ‘sang hero sesungguhnya dari kehidupan’ itu memang tidak selalu nampak hadir sebagai sang pemenang,ia malah sering diposisikan orang sebagai ‘sang pecundang’ misal kala berhadapan dengan rivalnya para ‘hero’ buatan sudut pandang manusia
Mungkinkah ‘sang benar’ yang telah ditetapkan Tuhan sebagai sang hero sesungguhnya yang diakhir kehidupan dunia akan mewarisi kemenangan mutlak itu bisa dijungkir balikkan oleh sudut pandang buatan manusia semacam ‘modenisme’-‘liberalisme’ atau isme isme yang lain, atau jangan jangan sang isme itulah justru yang harus diposisikan sebagai sang antagonis yang sebenarnya (?) … sebab fakta bahwa diakhir zaman sebagian manusia nampak lebih suka berpegang pada ‘isme’
Ideal nya yang menang itu harus selalu yang benar,lalu bagaimana kalau yang sebenarnya salah yang kemudian harus dianggap sebagai ‘sang pemenang’ dan yang benar harus dianggap sebagai fihak yang kalah, bukankah itu suatu yang absurd bagi akal fikiran kita (?)…. tetapi faktanya itu terjadi dalam kehidupan
Atau bagaimana kalau fikiran manusia sudah ‘absurd’ dengan menganggap semua hal temasuk yang satu sama lain sebenanya saling berlawanan essensinya sebagai ‘sama baik dan benar’ lalu mereka bersikap 'pluralistik' : menjadi ‘anti hero’ - anti pengkafiran serta tak mau befikir ‘hitam-putih’ dalam persoalan kebenaran karena memilih bersikap ‘abu abu’
Bahkan diakhir zaman muncul world view baru yang berpinsip bahwa yang harus dimenangkan adalah yang mayoritas atau yang memiliki pendukung lebih banyak dan yang harus dianggap sebagai fihak yang kalah adalah yang minoritas atau yang memiliki pendukung lebih sedikit.inilah saat saat ujian berat bagi sang benar yang sejati apalagi kala jumlah pendukungnya makin merosot maka mau tak mau berdasar prinsip world view baru itu ia harus rela diposisikan sebagai fihak yang kalah
Dan memang saat world view baru itu berkuasa apapun yang sebenarnya buruk - salah - munkar tetapi kalau pendukungnya lebih banyak - memperoleh dukungan suara mayoritas maka yang buruk - salah dan munkar itu dianggap boleh tetap eksist karena secara otomatis ia dianggap bagian dari sang pemenang
Ketika yang benar harus tersisih karena kalah suara dan yang salah bisa tampil sebagai pemenang karena memiliki pendukung mayoritas maka ini menjadi bentuk pukulan jenis baru bagi ‘sang benar’ sejati yang dari zaman ke zaman memang tidak selalu memiliki pendukung mayoritas,bahkan dalam suatu waktu ia pernah memiliki pendukung yang sangat sedikit sekali jumlahnya
Apakah ini akan menjadi ujian terakhir bagi sang hero sebelum ia dimunculkan oleh sang maha pencipta kehidupan sebagai sang pemenang mutlak atas kehidupan setelah ia mengembara dari zaman ke zaman menghadapi pemasalahan yang beragam serta rival yang beraneka bentuk dan ragam pula, yang di sepanjang perjalanannya senantiasa dikerubuti oleh para antagonis yang berbeda pandangan dengannya dari bebagai jenis tentunya
Bahkan diakhir zaman ( bagi sebagian orang ) sang benar sejati itu sudah nyaris sulit dikenali lagi essensinya salah satu sebabnya dikarenakan banyaknya ‘kebenaran’ versi sudut pandang manusia yang membuat pandangan manusia terhadapnya menjadi makin ‘kabur’
Tetapi ada hikmat besar dari perjalanan panjang ‘sang benar’ ciptaan Tuhan berkelana dimuka bumi dari zaman ke zaman bersentuhan dengan berbagai bentuk permasalahan yang beraneka ragam temasuk berhadapan dengan beragam jenis rivalnya , sebab seperti fikiran manusia ia semakin dewasa - semakin meluas - semakin mendalam
Itulah lika liku perjalanan panjang ‘sang benar’ ciptaan Tuhan di alam dunia sebelum berakhir dalam kemenangannya yang abadi,( khususnya ketika berhadapan dengan beragam bentuk ‘kebenaran versi sudut pandang manusia’)
Atau masih adakah manusia yang masih berfikir bahwa semua akan berakhir ‘absurd’,… tanpa harus ada penghakiman - tanpa harus ada sang pemenang dan sang pecundang … sedang sudah jelas bahwa di dunia ini ada pergumulan antara benar - salah,baik - buruk,kejahatan dan kebaikan …. (?)
……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H